bab 13
“Gue lebih suka yang tua.”
“Uhuk...uhuk...uhuk.” tersendak makanan yang baru saja mau kutelan. Segera ngraih gelas didepan dan meminumnya.
Elang nyengenges sambil lihatin aku. “Kenapa? Ngerasa tua ya?”
Yaampun dia nyebelin banget sih!! Aku mendekik menatapnya dengan kesal. “Enggak tuh!! Aku nggak ngerasa kamu omongin.”
“Yaahh.....padahal mau gombalin. Nggak jadi deh.” Cemberut, imut banget. Dan itu bikin aku ngulum senyum. Seneng!!
“Udah ah, kalo makan jangan ngajakin ngobrol.” Lanjut lagi kita makan tanpa obrolan.
Setelah makanan dan minuman habis, Elang berdiri membayar tagihan. Aku jalan keluar nunggu didekat motor. Cewek yang namanya Sita tadi nggak hentinya natap dengan sengit. Cuek aja lah, dia kan bukan siapa-siapanya Elang.
Segera ngebonceng dan melingkarkan satu tanganku diperut Elang. Sengaja sih, biar yang natap sengit itu makin berkobar. Motor Elang melaju pelan meninggalkan warteg. Kembali menyusuri sungai kecil didekat sawah dan kampung-kampung. Mata Elang menelisih setiap sungai yang ada dipinggiran jalan. Karna penasaran, aku ikutan liat sekitar.
“Emang disungai kecil gini ada ikannya?” tanyaku.
“Ada, tapi agak susah naiknya.”
“Ikan apa?”
“Biasanya sih sidat.”
Aku ber-O aja, karna nggak tau ikan apa itu.
“Elo pengen kemana mbak? Biar gue anterin.” Tawarnya.
Aku diam, mencoba berfikir tujuan. Namun tak ada tujuan yang ingin kukunjungi. “Aku nggak pengen kemana-mana sih.”
“Ya udah, nyusuri jalanan aja ya mbak.”
“Kenapa nggak pulang aja?”
“Sayang banget waktunya. Besok lo dah masuk kerja kan?”
“Terus?”
“Sekarang kita kencan dulu.”
Whuuuss!!!
Elang menambah laju motornya, dengan cepat tubuhku nempel dan memeluknya erat.
“Kebiasaan deh pasti ngebut dadakan.”
“Karna yang dadakan itu bikin seneng.” Jawabnya sambil nyengenges.
“Seneng apaan? Aku kaget!” Omelku.
“Ya tapi seneng kan punya suami kek gue?”
Aku tersenyum, menatapnya lewat kaca spion. Dia juga senyum menatapku.
“Apa sih! Nggak jelas banget.” Kembali aku menyandarkan kepala kepunggungnya. Nyaman banget.
Sampai sore kita Cuma muter-muter dijalan, nggak ada tujuan, nggak beli apapun dan nggak mampir kemanapun. Sekitar pukul 5 kita pulang. Seperti semula, rumah gede bertingkat 3 ini sepi nggak ada penghuninya. Kalo boleh milih, aku lebih asik tinggal di kontrakan yang Cuma sepetak.
Langsung masuk kekamar dan mandi. Elang masih dibawah, nggak tau dia ngapain. Seusai mandi, nyari angin sore dibalkon kamar. Cukup lama berdiri sendirian menikmati udara sore menjelang malam.
“Ngelamun mbak,” Elang udah berdiri disampingku.
Aku menatapnya, dia udah habis mandi. Rambutnya masih sedikit basah dan udah ganti kaos juga. “Enggak kok. Nyari angin aja.
Dia ngeluarin ponsel. Membuka aplikasi hijau dan mulai sibuk membalas chat dari teman-temannya. Beberapa menit kemudian tangannya melingkar dipundakku, dia merangkulku.
“Selfie ya.”
Cekrek! Cekrek! Cekrek!
Nyengenges liat hasil foto di ponselnya. “Liat deh, lo cantik banget mbak. Gue makin suka.” Ngeloyor masuk kedalam.
Aku masih bengong sama apa yang barusan terjadi. Dia ngapain sih? Kok gue lola!
~~
Sehabis makan bertiga bareng bik Darsih, aku membantunya mencuci piring didapur. Bikin coklat hangat dua cangkir dan membawanya kekamar.
Kulihat suami bocahku sedang duduk disofa dengan santai sambil main game.
“Aku bikinin coklat hangat.” Ucapku sambil menaruh cangkir diatas meja.
Dia melirik sebentar. “Ok.” Kembali asik sama ponselnya.
Aku nyalain tv dan nonton acara film remaja disalah satu stasuin tv. Fokus sama acaranya sampai nggak sadar udah ada yang duduk disampingku. Elang menyodorkan ponsel didepanku, kembali tangannya merangkul pundak.
Tak lama, gambar seorang lelaki yang umurnya sekitar 55 tahun ada diponsel Elang. Wajah yang tak asing, aku seperti pernah bertemu orang ini. Dia tersenyum menatap gambar kami. Ya, ini telfon vidio call.
“Hallo Dad, kapan balik?” sapa Elang.
Aku masih diam nggak nggeh.
“Seminggu lagi. Ini mantunya Daddy?” tanyanya.
“Iya, cantik kan?” jawab Elang sambil ngelus pipiku.
Aku tersenyum karna mulai paham. Yang ada diponsel ini adalah Daddynya Elang. Mertuaku.
“Malam Dad....Daddy, maaf baru bisa menyapa.” Ucapku kikuk.
“Nggak apa sayang. Maaf ya Daady nggak bisa datang saat acara nikah kalian. Daddy masih ada perlu di LA. Kamu mau minta kado apa Lang?”
“Beliin rumah yang kecil dong Dad. Kata mbak Audy ini rumahnya terlalu gede. Nggak ringkes.”
Permintaan Elang yang membuat mataku melotot tak percaya. Masa’ omonganku yang lalu disampaiin ke Daddynya sih?
“Eng..enggak Dad. Rumah ini bagus kok.” Elakku.
Daddy tertawa kecil. “Besok daddy suruh Zeo cariin rumahnya ya.”
Aku tambah melotot. “Beneran nggak usah Dad. Aku nggak sungguh-sungguh kok.”
“Makasih Dad. Secepatnya ya Dad.” Elang tersenyum senang.
Aku merem nahan malu.
“Audy,” panggil Daddy.
“Iya,”
“Butuh pembatunya sekalian nggak?”
“Enggak Dad.” Tolakku dengan cepat.
“Iya nggak perlu Dad. Kita beedua aja dirumah. Biar bisa pacaran tiap waktu.” Sahut Elang sambil nyengenges.
Lagi-lagi Daddy ketawa. “Daddy seneng liat kamu bahagia Lang. Dy, jagain Elang ya.”
“Iya Dad. Daddy hati-hati disana.”
“Iya sayang. Kalian yang akur. Lang, kamu jangan ngrepoti Audy. Lelaki itu harus bisa jagain istrinya. Jangan sakiti hatinya, apa lagi sampai mengkhianati. Daddy nggak pernah ajarkan itu.”
“Siyaap Dad!” sahut Elang mantap.
“Ya udah, kalian istirahat. Daddy mau pergi.”
“Ok, makasih Daddy.”
Detik kemudian layar berubah hitam. Elang masih merangkulku, menatapku lekat. Aku menoleh hingga tatapan kami bertemu. Tiba-tiba saja dadaku mulai bergemuruh, ada yang sedang bermain DJ disana. Nafas Elang terasa hangat menyapu wajah, mendekat dan semakin dekat. Reflek mataku merem.
“Mbak, elo nggak pakai BH ya?” pertanyaan yang membuatku membuka mata dengan cepat.
Tangannya mengelus punggung. Aku menepisnya.
“Apaan sih Lang. Risih.” Ucapku dengan kesal.
“Gue nanya serius. Kok pas meraba, nggak kerasa tali BH nya?” dia sibuk natap punggungku.
Yaampun ni bocah nyebelin banget sih! Masa’ harus jelasin kalo tali BH nya gue tali dileher. Huuff kesel!!
“Au ah, ngantuk mau bobok.” Aku langsung naik keranjang dan bobok miring sambil ngelonin guling.
“Yaela ditanya kok marah. Jelasin kek, kenapa nggak pakai BH? Payudara lo sakit atau BH lo habis? Kan kita bisa pergi beli. Malah ngambek. Salah gue apa ya? Heran!!” Elang ngedumel sendirian.
Iiihh kesell!!! Hanya bisa ngumpat dalam hati.
Beberapa menit berlalu aku tetap pura-pura tidur. Elang sudah berbaring disampingku. Dia gerak terus, kaya’nya susah bobok. Karna penasaran, aku berbalik badan menatapnya. Tatapan kami kembali bertemu.
“Kamu kenapa?” tanyaku.
“Susah bobok.” Jawabnya singkat.
“Butuh sesuatu?”
“Nggak ada yang dikelonin, jadi susah boboknya.”
Mataku melotot, terkejut sama yang dia ucapkan.
“Boleh nggak mbak, aku kelonin....”
“Boleh.” Jawabku cepat.
Lalu aku kembali membalikkan badan memunggunginya agar dia memelukku dari belakang. Lama, tapi tak juga kurasakan ada tangan yang melingkar. Ni bocah kenapa lagi coba? Terpaksa aku noleh lagi kebelakang. Menatapnya yang masih diposisi semula.
“Nggak jadi?” tanyaku.
“ya mana?” tangannya menengadah.
Keningku berkerut, tak mengerti. “Apanya?”
“Gulingnya.”
Aku mendegus kesal, lalu kulemparkan guling yang ada disampingku. Kembali aku tidur memunggunginya. Yaampun bocah, gitu banget sih!! Sebel gue!!