Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

bab 12

Seusai bangunin suami buat mandi, aku nyantai disofa kamar sambil main chat sama Sandra. Ponsel Elang sedari tadi kedip, sebuah telfon masuk dari Raka. Aku sih yakin pasti ini salah satu dari ketiga temannya yang semalam itu.

“Lang, ada telfon di hape kamu!!” Kataku sedikit berteriak.

“Angkat aja nggak papa mbak!!” Sahutan darinya.

Meraih ponselnya dan mendial tombol yang berwarna hijau.

“Wooii bangung wooi!! Ditungguin dari jam lapan. Ini udah jam berapa!! Kamvret emang!!” Suara seorang lelaki yang sangat nyaring dikuping.

“Maaf, Elang baru mandi.” Jawabku sopan.

“Eh,” dia kedengarannya gugup. “Sorry mbak. Lupa kalau Elang dah kawin. Ya udah kalo gitu, sampaiin aja kalo tadi saya telfon.”

“Iya nanti aku sampaikan.”

“Ya udah mbak. Med pacaran.”

Tut...tut...tut

Telfon putus sepihak. Aku menatap layar yang udah menghitam. Dasar bocah!!

Kutaruh lagi hape Elang pada tempatnya, lanjut ber chat ria sama Sandra. Karna dari sekian teman, Cuma Sandra yang care dan percaya sama aku. Lina, yang dulu lengket banget. Sampai apa aja kita pakai bersama, sekarang aku udah nggak ngenali dia lagi. Karna lelaki, dia berubah jadi seperti ini.

Ceklek.

Elang keluar Cuma pakai lilitan handuk dipinggangnya.

Ini mata gue normal ya gaes, liat badannya yang putih dan sangat sempurna. Emang nggak kotak-kotak kaya’ roti sobek, bahkan keliatan seger masih seukuran bocah usia 18 tahun. Tapi sumpah, aku sangat terkesima, mata ini nggak mau berpaling lihat bentuk badannya.

Dia kaya’nya nggak nyadar. Jalan dengan santai lewat didepanku. Buka lemari dan ngambil kaos sama celana dan CD nya. Kembali lewat depanku dan masuk kekamar mandi. Aku menelan ludah yang terasa penuh ditenggorokan. Ya ampun, sejak kapan pikiran nakalku ini memenuhi otak. Memukul kepala sendiri.

Nggak begitu lama dia keluar sudah dengan pakaiannya. Langsung ngambil ponsel dan ngehampiri aku. Dengan nyaman ia berbaring, kepala ditaruh dipahaku. Aku Cuma diam sambil liatin tingkahnya. Dia natap aku, nyengenges doang.

“Nggak apa ya pinjam pahanya bentar.” Cuma ngomong gitu, langsung natap ponselnya. Sibuk baca chat di WA.

Aku Cuma diam, kembali natap ponselku sendiri. Iseng, ku foto moment ini. Lalu ku kirim ke Sandra.

[Serius ini suami elo Dy?]

Aku [Iya, lelaki yang nikahin aku kemarin pagi.]

[Aaaaaa imut bangeett. Bikin gemes. Gue pengeeen]

Aku ketawa kecil membaca pesan balasan dari Sandra. Aku aja gemes banget San, pengen banget unyel-unyel pipinya.

“Ngetawain apa?” tanyanya.

“Eh,” aku beralih natap ke dia. “Ini chat sama temen kerja.”

“Mereka nggak ngomongin elo di kerjaan kan?”

“Ya ngomonginlah. Hampir semua orang ngomongin aku. Cuma Sandra yang nggak percaya sama gosib nyebar itu.”

“Syukur deh kalo masih ada yang otaknya pinter.”

“Eh iya, tadi temenmu cuma bilang suruh nyampein kalo dia telfon. Nggak ngomong apapun.”

“Iya, layang-layangnya juga udah hampir jadi.” Dia bangun, duduk disampingku. “Main yuk mbak.”

Aku mendekik, menatapnya. “Main?” tanyaku memastikan. Dia ngangguk.

“Main kerumahnya Raka. Nganterin camilan buat temen-temen gue.”

Aku hembuskan nafas panjang. Ya ampun kukira main apaan. Sekali lagi, aku lupa kalau suamiku ini bocah.

“Mau nggak mbak?” dia pegang lenganku.

“Lang, ini kamu masih libur sekolah kan. Kok kamu nggak pulang ke kampung aja sih. Kan kita bisa bantuin bapak sama ibuk dikampung.”

Dia menggaruk tengkuknya, menyandarkan tubuhnya kesofa. “Mbak, sebenernya mereka bukan orangtua gue.” Ucapnya lirih.

Aku mendekatkan wajah, menatapnya lekat. “Kamu nggak lagi bohong?”

Dia natap aku. “Aku ngomong kebenaran. Buk Marsi itu pembantu dirumah ini, dia yang ngerawat gue sejak kecil. Dan pak Sobir jadi supir pribadinya daddy. Tapi karna bik Marsi udah sakit-sakitan, mereka diberhentikan kerja.” Penjelasan yang cukup membuat dadaku bergemuruh. Dia bilang tadi Daddy kan? Berarti suamiku orang kaya?

Aku diam dengan keterkejutan ini. “Kalau tau dia sakit kenapa malah dipecat? Dia kan butuh banyak uang buat biaya berobat.”

Tersenyum natap aku. “Waktu itu gue kekampung bukan Cuma mancing. Tapi disuruh Daddy anterin duit bulanannya buk Marsi. Nggak taunya nemu istri.” Dia menyandarkan kepalanya dibahuku dengan senyuman yang mengembang.

“Aku yang nemu.” Sahutku.

“Ya gue lah, kan elo yang dibuang. Kalo gue? Siapa yang buang. Nggak ada tuh.”

“Iiihh jahat.” Umpatku. Tapi bener juga omongannya. Dianya terkekeh.

“Yuk mbak main kerumah Raka.” Ajaknya lagi.

“Dia salah satu teman kamu yang tadi malam bukan sih?”

“Iya temen sekolah, satu kelas juga.” Jawabnya. Berdiri ngambil topi dan kunci motor. Ngraih tanganku dan menggandengnya.

Akhirnya aku menuruti maunya lagi. Kami jalan bergandengan tangan menuruni tangga. Ada bik Darsih dibawah yang udah naruh seplastik camilan lengkap sama minumnya.

“Ini udah bibik siapin den.”

“Iya, makasih ya bik.” Dia lepas genggaman tangannya dan ngeraih plastik itu. Noleh ke aku. “Yuk mbak.”

~~

Perjalanan sekitar 15 menit, motor Elang sampai dirumah gede berlantai dua. Didepan rumah itu ada sekitar 7 anak lelaki. Diantaranya adalah temen Elang yang semalam kerumah. Mata semua anak itu tertuju pada kami saat motor Elang terparkir disamping motor yang lainnya.

Aku turun dengan menenteng dua kresek berisi minum dan makanan. Elang memintanya, ngasih ke temannya dan jabat tangan ala mereka.

“Aseli, lo nggak jadi datang nggak apa nyet!!” Kenzo ngomong sama Elang.

“Iya, kita sih maklum, namanya pasangan baru pasti pengen berduaan.”

Aku nggak ikut gabung sama mereka, milih duduk dikursi teras sendirian. Tapi kupingku nyimak semua yang mereka omongin.

“Lang, dimana lo nemu cewek cantik kek gitu?”

“Di kali.” Jawab elang ngasal. Eh tapi emang bener sih, kita ketemunya dikali.

“Astaga jawabnya asal nyeplos.” Raka nonyor kepala Elang.

“Sakit bego!!” umpat Elang. “Gue cabut ya.”

“Iya iya. Makasih udah dibawain camilan.”

“eh ntar sore narik nggak?”

Narik? Maksudnya narik ojek? Apa Elang kerja sampingan? Aku diam menerka-nerka.

“Kaya’nya enggak dulu deh. Besok lagi aja.”

“Ok deh.”

Elang ngehampiri, “yuk jalan lagi.” Ajaknya.

Aku nurut, berdiri dan ngekori dia. Motor langsung jalan ninggalin rumah Kenzo setelah aku naik dijok belakang.

Dia bawa motor pelan, menyusuri jalanan kecil yang masih sangat sejuk. Banyak pohon-pohon disekelilingnya. Dia sedikit noleh ke aku.

“Mbak,” panggilnya.

“Ya,” jawabku agak memepetkan badan.

“Dingin.” Lanjutnya.

Hah? Perasaan panas deh. Ini matahari ada tepat diubun-ubun lho. “Salah sendiri nggak bawa jaket.” Sahutku.

“Yaela nggak peka.”

“Aaa....” dengan tiba-tiba dia nambah laju motornya hingga membuatku mau tak mau harus mepet ketubuhnya. “Lang pelan dong.” Omelku.

Dianya nyengir. “Pegangan yang kenceng, biar nggak jatuh.” Dia narik tanganku. Lalu dia lingkarkan keperut, menggenggamnya agar tanganku tetap ada disana.

Tanpa sadar, aku mengulas senyum. Entah perasaan apa ini, yang jelas aku seneng banget.

“Kita mau kemana?”

“Muter-muter dulu aja mbak. Gue mau cari sport buat mancing besok minggu.” Jawabnya.

“Kamu suka mancing ya?”

Dia ngangguk. “Hobby mbak.”

“Kamu narik ojek?”

“Enggak. Kenapa?”

“Tadi temenmu ngajak narik.”

Dia terkekeh lagi. “Narik layang-layang maksudnya.”

“oohh itu.” Aku ikutan ketawa kecil.

Aku mulai menyandarkan kepalaku dengan nyaman di punggung Elang. Dia wangi, nyaman banget bisa peluk dia kek gini. Bibirku ini nggak bisa berhenti untuk terus tersenyum. Kulingkarkan tanganku yang satunya hingga beneran meluk erat Elang dari belakang. Aku....nyaman sama dia.

Aku mengangkat kepala saat merasa laju motor mulai melambat. Elang memarkirkan motornya. Kita berhenti di warteg.

“Nggak apa kan kalo kita mampir makan disini?”

Aku turun dari motor. “Nggak masalah.”

Dia ikutan turun dan lebih dulu masuk.

“Eh mas Elang, lama lho nggak pernah kesini.” Ibuk penjual makanan nyapa Elang. Keliatan kalo Elang akrab sama dia.

“Iya, sibuk main.” Jawabnya ngasal.

“Nih prekedelnya masih banyak mas.” Si ibuk nawarin yang kaya’nya termasuk makanan favorit Elang.

Elang ngambil piring, lalu ngambil nasi dikit. “Kurang nggak?” tanyanya sambil natap aku.

Ini ngambilin buat aku? Aku Cuma geleng kepala.

“Pengen pakai lauk apa?”

Aku menatap etalase yang ada bermacam-macam lauk pauk. “Sayur sama sambel.”

Dia ngambil yang aku mau, nambahin prekedel sama ikan gabus. Lalu nyodorin piringnya.

Aku menerimanya dan pergi nyari tempat duduk.

“Es kelapanya dua ya buk.” Pinta Elang pada si ibuk.

Tatapan sengit dari ibuk penjual yang sedari tadi liatin aku itu teralihkan. “Iya mas.”

Si ibuk keluar dan mulai bikin es kelapa diluar. Sedetik kemudian ada cewek yang datang nyamperin ibuk itu. Nggak tau ngomong apa, tapi sambil nuding motor Elang yang ada diantara motor yang lain. Si ibuk membisikkan sesuatu yang membuat wajah cewek itu jadi cemberut. Apa yang mereka omongin ya.

“Mbak, ngelamun sih?” Elang naruh piring diatas meja dan duduk disampingku.

Tatapan cewek itu tertuju pada kami. Beneran nggak nyaman banget. “Eh iya nungguin kamu.”

Dia senyum, manis banget. “Pengen disuapi?”

Menyendok makanan yang ada dipiringku dan menyodorkan sesendok kemulut. Aku gelagapan. “Aku bisa sendiri Lang. Nggak perlu kek gini, banyak yang liat, Malulah.” Ucapku sedikit berbisik.

Dia terkekeh. “Mangap aja apa susahnya?”

Terpaksa aku mangap, masuklah sesendok makanan kemulutku. Si cewek tadi tambah manyun dan ngomel sama ibuknya. Masuk bawa nampan berisi dua gelas es kelapa. Berhenti tepat dimeja kami, lalu menurunkan gelas dari nampannya.

“Makasih ya Ta.” Ucap elang.

Cewek itu senyum kepaksa, ngangguk dan pergi.

“Kamu kenal sama dia?”

Elang ngangguk. “Dia teman sekolah.”

Aku menatapnya. “Lang, kamu nggak takut kalau kamu jadi bahan omongan disekolah?”

Dia geleng kepala. Masukin sesendok makanan kemulut. “Ngapain takut? Gue nggak ngelakuin perbuatan yang memalukan kok.”

“Mereka bakalan gosipin kamu Lang.”

“Enggak gosip mbak, tapi ngomongin kenyataan.” Jawabnya dengan menatapku. “Lagian biar gadis model Sita gitu jera centilnya. Risih banget tiap hari dikintilin.” Lanjutnya.

“Oo dia suka sama kamu?”

“Iya, udah lama. Tapi gue kan nggak suka sama dia.”

“Kenapa? Dia cantik lho, masih muda juga.”

“Gue lebih suka yang tua.”

“Uhuk...uhuk...uhuk.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel