Bab 13 Konferensi
Bab 13 Konferensi
"So many people who love you. Don't focus on the people who don't." -- unknown
==
"Seperti dia? Oh ya..aku juga suka!" tukas Bulan berbunga-bunga.
"Apa!?"
"Jadi..tipe Tiara itu seperti Kim So Hyun?" sambung Bulan sambil menatap dengan berbinar-binar aktor dari negeri ginseng itu di layar televisi.
Tiara melongok. Menelan keterkejutannya sendiri melihat Bulan yang salah sangka. Tak lama ponselnya berdering. Menampilkan nama Adrian di layarnya. Bulan melihat itu dan langsung mendelik. Seperti berharap sesuatu akan terjadi di percakapan mereka.
"Halo Adrian, ada apa?"
Bulan siap mendengarkan obrolan mereka yang langsung ditatap sinis oleh Tiara.
"Tidak ada. Aku hanya ingin menelponmu. Aku bosan sendirian di rumah sakit," ujar Adrian di seberang teleponnya.
"Kau bisa pulang besok, jadi tidurlah. Ini sudah malam."
"Tiara, aku --"
"Oh Adrian! Aku ingin bertanya satu hal padamu," ucap Tiara serius.
Bulan masih di tempatnya dengan tatapan penuh antusias. Tiara merasa risih tapi akhirnya dia tak bisa untuk tak mengabaikan mata itu. Dan lagi pula..dia juga butuh jawaban.
"Apa itu?" jawab Adrian yang juga penasaran.
"Kau..tidak menyukaiku kan?"
Bulan melongok. Ia menggeleng sambil menyilangkan tangannya. Tak pernah terpikirkan oleh Bulan bahwa sepupunya segila ini.
"Apa?"
"Iya. Jawab saja. Kau tak pernah merasa seperti itu kan?" ujar Tiara untuk memperjelas pertanyaannya.
Bulan menepuk jidatnya tak percaya, begitu pula dengan Adrian yang entah kenapa membisu. Tiara sampai berpikir bahwa Adrian mengakhiri panggilannya.
"Adri? Adrian?"
"Me..memangnya kenapa? Apa menyukaimu jadi sebuah kesalahan?" tanya Adrian akhirnya.
"Ya. Itu..terlihat tidak mungkin kan? Aku tahu bagaimana tipemu. Ehmm aku tanya ini karena Bulan penasaran denganmu. Dia bilang kalau --"
"Tiara! Kenapa namaku dibawa-bawa!" gerutu Bulan. Gadis itu merampas ponsel Tiara dan langsung bicara dengan Adrian yang masih tergugu.
"Maaf bang! Tiara suka aneh. Selamat beristirahat yah bye," tutup Bulan yang langsung ditanggapi gelak tawa oleh Tiara.
"Sudah puas?"
Bulan memijit keningnya. Ia tak menyangka bahwa Tiara sepolos dan senaif itu untuk urusan percintaan.
#
Bintang sampai di kostnya. Tentunya dengan perasaan puas karena berhasil mendapatkan pekerjaan yang bagus. Ponselnya berdering menginterupsi waktu rebahannya. Ia lantas teringat dengan sang adik yang tadi sempat terdengar begitu mengkhawatirkan.
Buru-buru Bintang mengisi ulang baterai ponselnya lalu menelpon Rina. Baru beberapa deringan suara syahdu sang adik membuatnya lega beberapa saat.
"Dek, maaf kalau mas baru telepon sekarang. Tadi kamu kenapa?"
"Tadi Rina terkilir mas. Sudah diobati, mas tenang saja," tandas Rina yang membuat Bintang menjadi sangat lega.
"Kok bisa? Pasti jalan matanya lirik sana sini," goda Bintang yang membuat adik kesayangannya itu mencebik diujung telepon.
"Ihh mana ada! Aku jalan sesuai prosedur yah."
"Jalan sesuai prosedur itu jalan seperti apa?"
"Ih..mas godain aku terus. Untung tadi ada yang tolong aku. Kalau tidak luka terkilirnya semakin parah."
"Oh ya? Siapa dia? Laki-laki atau perempuan?" selidik Bintang berlebihan. Rina di sana mulai bingung harus menjelaskannya dari mana. Dia lupa kalau masnya itu protektif sekali dengannya.
Berbohong juga bukan hal bagus. Jadi pelan-pelan Rina menjelaskan tentang siapa yang menolongnya dan bahkan menggendongnya jauh sekali sampai ke loby kampus. Rina menelan ludah.
"Laki-laki, Mas."
"Apa? Siapa? Orangnya baik kan? Bukan lagi modus? Hati-hati dek! Kamu itu paling mudah untuk dikelabui karena pikiran polosmu itu," omel Bintang berlebihan. Rina semakin merasa bersalah karena sudah membuat masnya khawatir karenanya.
"Iya mas, Maaf. Rina ke depannya akan lebih hati-hati."
Suara sesal Rina membuat Bintang salah tingkah. Ia tidak bermaksud untuk memarahi Rina seperti itu. Keduanya jadi saling meminta maaf dan memilih untuk berbincang tentang hal lain.
Obrolan adik dan kakak itu terus berlanjut sampai malam menjelang. Divo pulang dengan beberapa kantung makanan. Ternyata Divo juga baru saja mendapatkan keberkahan hari pertamanya bekerja, hingga dia bisa borong dua kotak pizza sekaligus.
"Ya sudah, kamu hati-hati ya dek. Doakan mas berhasil kali ini."
"Iya mas. Rina pasti doakan selalu!"
"Jangan lupa pesan mas tadi! Kalau kamu bertemu laki-laki itu lagi, jauhi saja," pesan Bintang tak masuk akal.
Rina menggeleng sambil tersenyum geli, "Iya Mas."
Bintang menutup teleponnya lantas semringah melihat Divo yang juga ikut semringah. Sambil menyantap pizza yang sudah lama tak mereka order, Bintang memberikan sesuatu pada Divo. Sebuah kunci motor yang selama ini tergadaikan karena insiden di parkiran waktu itu.
"Apa ini?"
"Kunci si Supra."
"Kamu tebus?"
"Besok. Aku ketemu cewek itu di kafe. Terus kami bernegosiasi," ucap Bintang yang mulutnya penuh dengan potongan pizza.
"Negosiasi apa?" tanya Divo penasaran.
Bintang juga belum tahu akan seperti apa. Ia akan tahu nanti setelah Bintang sampai ke tempat yang Bulan tunjuk sebagai titik pertemuan mereka. Sebuah apartemen mewah di pusat kota Batam.
Bintang sampai di sana dan cukup terperangah mengetahui bahwa gadis seumuran dia itu sudah memiliki apartemen sebesar itu. Mereka akhirnya bertemu di lobi setelah Edo memberi petunjuk pada Bintang kemana dia harus pergi.
"Mas Bintang yah?" tegur Edo ramah.
Bintang menyambut jabatan tangan Edo lalu mengikuti pria tambun itu masuk ke sebuah lift. Mereka terlihat akrab dan berbincang sebentar sebelum akhirnya sampai di rooftop.
Di sana sudah menunggu Bulan dan seorang gadis berhijab orange yang Edo kenalkan sebagai Gita.
Bulan begitu semringah melihat Bintang menepati janjinya.
"Hai..sini! Aku kasih kamu skrip untuk konfrensi kita."
Bintang awalnya masih belum mengerti. Tapi setelah Bulan menjelaskan semua apa yang harus dia lakukan, ternyata cukup mudah dan simpel.
"Jadi..kita akan interaksi senatural mungkin saja. Tapi sebelum memulai itu akan ada pernyataan dulu dari kamu. Bagaimana Bintang? Ada yang kurang jelas tidak?"
"Oke. Semuanya jelas."
"Sip! Edo siapkan semua yah," pinta Bulan pada asistennya yang memang tengah menyiapkan kamera dan perlengkapan lain agar sesi live ini berjalan dengan baik.
"Kamu punya akun sosial media?" tanya Bulan memecah keheningan. Karena persiapan belum selesai, Bulan berinisiatif untuk mengorek informasi tentang Bintang terlebih dahulu.
Bintang sempat bingung dengan semua ini. Karena persiapannya benar-benar seperti studio kecil pertelevisian. Ada lampu sorot bahkan kamera. Make up dan sebagainya. Bintang pikir hanya akan ada kamera ponsel saja sambil mereka bermain sosial media seperti biasa, namun ternyata jauh lebih komplit dari itu.
"Nope. Ponselku saja masih jadul," ucap Bintang sambil tertawa renyah.
"Asal kamu darimana sih?"
"Jogja."
"Oh..jadi kamu di Batam itu merantau?" terka Bulan lagi yang ditanggapi anggukan oleh Bintang yang tiba-tiba merasa gugup karena akan dimulai semua rencana mereka.
Bulan selesai merias diri sebentar hingga ia menuju Bintang untuk di make up sedikit. Bintang menolak dengan mencegah tangan Bulan yang tepat di depan wajahnya itu. Mereka akhirnya saling bersitatap walau tak terlalu lama.
"Tidak usah. Natural saja."
"Oh..oke," ucap Bulan gugup.
"Ini pekerjaan kamu sehari-hari?" tanya Bintang memecah kecanggungan. Bulan menjelaskan bahwa dia seorang selebgram. Karena itu masalah kemarin memang cukup mengganggu.
"Tapi aku benar-benar minta maaf soal kejadian kemarin. Aku benar-benar tak ingat apa yang terjadi," tukas Bulan tulus.
"Tak apa. Sekarang kesalahpahaman itu juga akan segera berakhir," jawab Bintang mengakhiri perkenalan mereka.
Edo dan kameranya telah siap. Begitu pula dengan Gita yang menyiapkan live stream mereka.
"Siap?"
Bintang mengangkat kedua jempolnya, "Siap!"
Dan konfrensi pun di mulai dengan salam oleh Bulan. Gita memberi kode bahwa yang menonton livenya sudah mencapai seribu viewers begitu pula dengan channel Youtubenya.
Bintang mengikuti arahan yang tertulis di papan Edo untuk bersiap memperkenalkan diri beberapa menit lagi. Bintang yang ada di sebelah Bulan yang tengah bicara dengan penontonnya itu memperhatikan dengan seksama apa yang Bulan sampaikan itu. Tak lama, papan yang Edo bawa berganti dengan kata 'mulai' lalu kamera pun menyorotinya.
Bulan menatapnya penuh harap hingga Bintang tak lagi merasa gugup. Karena entah bagaimana...tatapan Bulan itu cukup membuat Bintang terkagum-kagum bahkan saat pertama kali mereka bertemu.
Bersambung