Bab 12 Pria Yang Tiara Suka
Bab 12 Pria Yang Tiara Suka
We will never know the real answer before we try. -- unknown
==
Bulan selamat dari kejaran wartawan, tapi hati gadis itu tetap berkecamuk dengan pemuda yang sejak tadi 'sok hebat' bak superhero sambil menggenggam tangannya erat.
Reflek Bulan melepaskan diri dan langsung mencercah Bintang tanpa tahu berterima kasih. Bintang terheran-heran dengan sikap Bulan itu, yang sekali lagi membuat Bintang harus mendapatkan makian dari Bulan.
"Aku yakin. Kau bagian dari wartawan itu kan?"
"Apa kau punya bukti?" tanya Bintang balik.
Bulan menunjuk tas ransel Bintang lalu kartu nama Bintang yang masih tergantung di lehernya.
Bintang lupa menanggalkannya. Kartu itu adalah akses karyawan di kafe Maheswari dan itu harus ia pakai agar memudahkan pekerjaan absensi. Padahal Bintang hanya penyanyi kontrak, tapi perlakuan Tiara sebagai pemimpin cukup membuat Bintang terhenyak. Hal sekecil inipun dia perhatikan dengan baik. Bintang bisa merasakan bagaimana perfeksionisnya gadis itu.
"Bisa baca? Ini kartu staf kafe ini. Aku bukan wartawan," tukas Bintang sambil mendekatkan kartu tersebut ke wajah Bulan.
Bulan membaca tulisan yang tertera di sana dengan seksama lantas mulai tertunduk malu. Setelahnya, Bulan mengucap maaf tulus.
"Maaf. Aku pikir tadi --"
"Lain kali cobalah untuk bertenang dulu setelah itu baru lampiaskan."
"Maksudnya?"
"Ini kedua kalinya kamu menuduhku yang bukan-bukan. Semoga kali ketiga --"
"Tunggu! Kali kedua?" tanya Bulan bingung. Gadis itu mengeryit untuk mengingat. Mungkin dia melupakan sosok Bintang di suatu tempat atau..
"Kapan kita bertemu?" Bulan agak tersipu, dia mulai merasa Bintang ingin menggodanya, "Aku lupa kapan kita pernah bertemu."
Mendengar itu Bintang juga ikut bingung. Lantas Bintang menyadari bahwa pertemuan mereka yang pertama karena Bulan tengah mabuk. Jelas saja gadis itu tak ingat dia.
Bintang merogoh sakunya lantas mengambil ponselnya. Ia mencari panggilan masuk lalu menghubungi seseorang. Bulan yang bengong, baru menyadari ponselnya bergetar. Tanpa melihat nomor tersebut, Bulan mengangkat panggilan tersebut dengan sedikit menjauhkan diri dari Bintang.
Dan yang menelponnya lantas menyapanya dengan ucapan Bulan pada pria itu beberapa hari yang lalu. Anehnya, Bulan juga mendengar ungkapan itu dari Bintang yang juga tengah menelpon itu.
"Halo..siapa ini?"
"Tidak usah banyak tanya. Datang ke sini karena kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu kalau mau motor burukmu ini kembali ke kamu," ucap Bintang menirukan gaya bicara Bulan saat menelponya pagi itu.
Bulan menoleh lantas terperangah. Bintang cuma bisa tersenyum miring padanya karena berhasil mengingatkan Bulan tentang dirinya.
"Oh jadi kau orangnya!"
Bintang dengan cepat menangkap tangan Bulan yang nyaris memukul wajahnya itu. Bintang membalasnya dengan menyentil kening Bulan hingga gadis itu tak bisa melakukan pembalasan.
"Coba tarik napas dulu --"
"Apa?"
"Lakukan saja apa yang aku bilang. Tarik napas lalu hitung sampai tiga."
Bulan reflek mengikuti apa yang Bintang pintakan itu. Menarik napas lalu mengebuskannya sambil menghitung satu, dua dan tiga. Ajaibnya Bulan tak jadi marah dan kini mulai bisa menetralkan pikirannya.
Bintang lalu memastikan Bulan, apakah gadis benar-benar sudah tenang atau belum dengan menjelaskan apa maksud perintahnya tadi.
"Kalau kau merasa ingin lakukan sesuatu di luar kendali, tarik napas seperti tadi lalu hitung sampai tiga. Sekarang apa yang kamu rasakan?"
Bulan menatap Bintang sinis. Gadis itu seperti menolak saran Bintang hingga ia mulai lagi ingin menampar Bintang. Namun, kali ini dia teringat dengan bantuan Bintang tadi saat ia terpaksa dikerumuni oleh wartawan yang ganas itu.
Bulan lantas menurunkan tangannya lalu bergegas menarik Bintang untuk ikut ke suatu tempat agar mereka bisa bicara dengan leluasa.
#
Tiara belakangan ini punya hobi baru. Setelah selesai bekerja dan kembali ke apartemennya, dia akan bergegas mandi lalu duduk santai di depan televisi sambil melihat foto. Sebuah foto yang tertempel di kertas surat lamaran pekerjaan. Tiara akan tersenyum geli sendiri sambil menyebut nama Bintang Pramudya berulang kali.
Kadang-kadang, Tiara juga menggerutu sambil terngiang kembali dengan kejadian di belakang panggung itu. Bagaimana keberanian Bintang untuk menyelamatkannya dan bahkan menegurnya yang hampir kehilangan kontrol itu.
Memang terlihat sederhana, tapi begitu berarti buat Tiara. Sikap Bintang itu malah membuat gadis bersurai hitam itu semakin penasaran. Hingga ia sendiri memutuskan pindah kantor ke kafe tempat Bintang bekerja agar bisa leluasa mendengar pemuda itu bernyanyi.
Tiara tertawa sendiri melihat gelagatnya yang seperti ini.
Pintu apartemen berbunyi. Itu tandanya Bulan masuk ke rumahnya. Tiara cepat-cepat menyembunyikan kertas itu di sebalik bantal sofa yang tengah ia duduki. Bulan mengeryit bingung melihat sepupunya itu duduk di sana sambil menonton tv. Padahal biasanya dia akan berada di ruang kerja sambil mengenakan kacamata tebalnya untuk menyelesaikan pekerjaan.
"Baru pulang?" tanya Tiara basa-basi. Membuat Tiara semakin curiga.
"Ka..kau di sini?" tunjuk Bulan takut-takut.
Tiara ikut bingung, "Kenapa? Ini kan rumahku?"
"Bukan. Maksudku sejak kapan seorang Tiara duduk santai nonton televisi?"
Bulan duduk di sebelah Tiara masih mencoba memicingkan matanya untuk meneliti perubahan sepupunya itu, yang malah ditanggapi dingin oleh Tiara yang tak mau memperpanjang pertanyaan konyol Bulan itu.
"Kau sendiri juga terlihat aneh. Tiba-tiba pulang dengan senyum merekah padahal dua hari lalu masih berwajah kusut seperti jeruk nipis."
Bulan nyengir. Suasana hatinya juga sedang baik. Karena masalahnya akan segera selesai besok.
"Tahu tidak --"
"Tidak."
"Ih..aku belum selesai cerita, Tiara!"
Tiara tertawa kecil, "Iya..iya..what?"
"Aku..sudah bertemu dengan pemuda itu! Besok..kami akan live IG dan Youtube buat konfirmasi!"
"Terus?"
"Lah..kenapa tanya terus? Ya iyalah aku senang karena masalahku akan selesai--"
"Kau yakin?" ucap Tiara dingin. Seolah ingin mematahkan kegembiraan Bulan tersebut.
Bulan mencebik, "Kenapa tidak yakin? Banyak kan para artis yang melakukan konfrensi pers dan karir mereka baik-baik saja?"
"Memang iya. Tapi imagemu juga sudah hancur karena tertulis di sana kalau kau suka mabuk-mabukan dan suka gonta-ganti pria. Ingat tidak kasusmu dengan Brian? Kan juga begitu."
Seketika semangat Bulan langsung down. Dia juga pernah melakukan kesalahan yang sama dan bodohnya dia lupa akan hal itu. Bulan jadi pesimis bahwa nama baiknya akan baik-baik saja.
"Menurutku yang harus kau ubah itu sikap dan kebiasaanmu itu. Kenapa suka minum-minum? Aku kan selalu ingatkan untuk jauhi minuman haram itu," hardik Tiara yang langsung seperti menghujamkan pisau ke kepala Bulan.
Bulan sendiri langsung melorot ke lantai mendengarnya. Apa yang dikatakan Tiara memang sudah sering dia dengarkan, namun entah kenapa Bulan selalu lakukan hal yang sama berulang dan berulang. Membuatnya kini memang di cap sebagai gadis yang tak punya pendirian dan liar.
Tiara yang melihat Bulan terdiam jadi ikut merasa bersalah. Mungkin dia sudah menyinggung Bulan hingga membuat sepupunya itu fallin down?
"Ehmm..tapi tak salah juga dicoba. Mungkin ini bisa jadi yang terakhir kali..buatu," ucap Tiara sambil mengelus rambut Bulan yang pirang itu.
Bulan mendongak. Matanya bersinar-sinar. Seperti habis menahan tangis hingga ada selaput airmata yang menjadi kaca di kedua retinanya. Tiara akhirnya bisa tenang.
"Iya. Mudah-mudahan ini yang terakhir. Thanks sudah ingatkan."
"Ok..no problem."
"Oh ya bagaimana keadaa Adrian?"
"Adrian? He is fine. Besok mungkin pulang."
"Humm dia seperti super hero. Sekretaris yang totalitas sekali," puji Bulan berlebihan.
"Itu kan memang tugasnya, dia itu --"
"Dia itu pasti suka banget sama kamu."
Tiara menyemburkan kembali minumannya. Merasa aneh mendengar tentang Adrian yang menyukainya. Bulan seperti tahu apa yang membuat Tiara demikian. Dengan polosnya gadis itu melanjutkan kalimatnya.
"Loh, itu kelihatan banget, kan? Kamu tak merasakannya?" tanya Bulan bingung. Tiara lantas menggeleng dan menyangkal hal itu.
Karena bagi Tiara..itu terdengar tak mungkin.
"Kenapa tidak mungkin? Coba saja tanya dia. Atau kamu tak punya perasaan itu ke dia?"
"No. Kita cuma rekan kerja. Tidak lebih dari itu," jawab Tiara enteng.
Bulan menggeleng, "Wah! Kasihan bang Adrian. Dia pasti patah hati. Jadi kalau pria seganteng Adrian saja tak mengetuk hatimu, kira-kira pria idaman seorang Tiara itu seperti apa?" selidik Bulan sambil menggoda sepupunya yang sebenarnya tampak tersipu malu itu.
Bulan yang melihat itu, lantas menduga-duga, "Ah...dia pasti harus tampan dan kaya. Hemm juga sangat berintelektual."
Tiara menggeleng. Lebih tepatnya gadis itu menatap kertasnya lalu berucap lirih, "No..aku suka pria seperti dia."
Bersambung