Bab 11 Seorang Bintang
Bab 11 Seorang Bintang
Bagaimana rasanya mendapat jackpot? Mungkin itu yang dirasakan Bintang saat ia selesai menandatangani kontraknya. Bintang seperti masih tak memperkirakan hal ini, ternyata ada hikmah dibalik semua kejadian.
Walaupun kejadian itu cukup menegangkan baginya, tapi Bintang tenang bahwa yang ia lakukan bukan sebuah keapesan. Kali ini paling tidak Bintang mendapat imbalan dari menolong orang lain. Bukan malah caci maki seperti kejadian tempo hari.
Bintang bergegas ke counter ponsel. Mengisi saldo telepon selulernya sebelum ia memberikan kabar gembira pada sang adik. Wajah bahagianya dilihat Tiara dengan aneh. Bagi gadis itu, dia belum pernah melihat senyum semekar dan sebebas itu. Tiara lantas teringat akan masa-masa masih di bangku sekolah saat ia baru mewujudkan mimpi. Tiara yang suka melukis itu ingin sekali memiliki galery lukis sendiri di masa depan. Dengan mimpinya itu, Tiara sempat menelurkan beberapa karya yang ia selesaikan selama belajar di akademi.
Namun, mimpi buruk itu muncul. Tiara kala itu harus merasakan kesedihan ketika papanya menghancurkan semua mimpi-mimpinya.
Menjadi pewaris? Atau ibunya takkan terselamatkan.
*Kilas balik*
"Kamu tahu kan? Mama tidak akan bertahan hidup dengan kanker itu?"
Tiara menunduk menatap semua lukisan yang ia buat hangus terbakar di tangan dingin milik papanya itu. Tiara lantas menoleh pada sang Mama yang terlihat lemah di kursi rodanya sambil memanggil dirinya dengan lambaian tangannya.
Tiara bersimpuh di depan mamanya untuk meminta perlindungan. Tapi, papanya lebih dulu menariknya menjauh dari sang mama tercinta.
Sejak hari itu, tak pernah ada lagi mimpi bahkan senyuman di bibir Tiara. Walau itu sudah terjadi bertahun-tahun lamanya, tapi Tiara tidak akan pernah lupa bagaimana dirinya sebelum menjadi seperti sekarang
*Kilas Balik Selesai*
"Buk, ada telepon dari pak Adrian."
Tiara menyeka airmatanya lantas masuk ke ruangannya. Meninggalkan Bintang yang kini tengah manggung menghibur para pengunjung.
#
"Iya dek! Mas dapat kontrak nyanyi di kafe terkenal di Batam. Bahkan mereka juga memiliki hotelnya juga! Selama beberapa kali, mas juga akan manggung di hotel itu!" seru Bintang saat menceritakan semua kabar baik yang ia terima hari ini. Setelah sebelumnya menelepon Divo juga atas keberhasilannya mendapat kontrak.
Sayangnya saat Bintang mengajak Divo bergabung, teman berbadan tambunnya itu menolak karena juga sudah diterima menyanyi di tempat lain. Bintang senang karena mereka akhirnya bisa memulai karir di tempat yang bagus. Walaupun terpisah jarak dan waktu, Bintang berharap mereka bisa bekerja lebih keras hingga mencapai kesuksesan kelak.
"Rina senang mendengarnya, Mas! Semoga ini bisa jadi jembatan mas untuk mendulang karir yang lebih baik lagi," ujar adiknya Bintang yang bernama Rina itu.
"Kamu lagi di mana dek? Suaranya terdengar bising sekali."
"Oh ya. Aku sedang di luar, Mas. Jalan kaki ke -- aduh!"
Bintang selesai dari merapikan penampilan hingga suara sang adik yang ada di seberang telepon menginterupsi euforia kakak beradik ini menggapai sesuatu. Bintang mendengar sang adik mengaduh hingga tak lama kemudian percakapan mereka berakhir. Baru saja Bintang mencoba menghubungi Rina kembali, Bintang dikejutkan dengan suara perempuan yang tengah marah-marah di lorong dekat toilet kafe.
"Jangan hubungi saya lagi! Atau saya akan melaporkan kamu ke kantor polisi!"
Bintang yang juga sejak tadi mencoba menghubungi adiknya itu pun sedikit teralihkan dengan keadaan sekitarnya, terutama yang datangnya dari seorang gadis berambut pirang yang tampaknya tak asing bagi Bintang.
Setelah mencoba mengingat suara itu, akhirnya Bintang tahu siapa pemilik suara tersebut. Namun, saat Bintang akan mendekat, ia terkejut melihat sekumpulan orang mengerubunginya. Gadis itu terkepung di kerumunan -- sepertinya wartawan -- yang mendesaknya hingga gadis tersebut lari dan masuk ke dalam mobil.
Keadaan menjadi sengit karena mereka saling dorong dan memaksa sang gadis untuk tidak masuk dan menutup pintu mobilnya. Mungkin karena panik, yang terjadi justru sang gadis tak bisa membawa mobilnya pergi karena terkepung.
Bintang coba mendekat dan mencaritahu apa sebenarnya yang terjadi. Setelah mencuri dengar dari salah seorang wartawan, Bintang akhirnya tahu siapa gadis yang memaksanya untuk bertanggung jawab atas insiden di parkiran hari itu.
"Apa susahnya konfirmasi tentang pria yang dia cium?"
"Selebgram sekarang sangat sombong. Tidak heran banyak juga yang berkecimpung ke dunia prostitusi."
Bintang mulai menaruh iba. Gadis yang bernama Bulan itu adalah selebgram yang ternyata tengah menghadapi kontroversi karena dirinya. Karena tak tahu harus berbuat apa, Bintang sempat terpikir untuk meninggalkannya begitu saja karena kejadian yang sebenarnya dia Itu murni ketidaksengajaan.
Tapi baru saja melangkah untuk meninggalkan kerumunan itu, Bintang teringat dengan kata-kata sang gadis, ""Hei mas! Kamu seharusnya bersyukur karena motor buruk kamu itu sudah saya tebus untuk semua kerugian yang terjadi. So, sekarang urusannya adalah kamu dengan saya. Tentang urusan kita yang berakibat buruk pada karir saya."
"Lihat dia! Langsung bersembunyi --" bisik seorang wartawan wanita yang sepertinya sangat senang melihat gadis itu ketakutan.
Bintang melihat jelas bagaimana Bulan kini tengah menutupi wajahnya karena malu.
"Ayo mbak Bulan klarifikasi di sini. Agar urusannya cepat selesai," ujar seorang kameramen yang memaksa hingga ingin merusak pintu mobil.
Yang lain pun sama hingga melontarkan kata-kata yang tidak sopan. Membuat Bintang dengan reflek menarik tangan wartawan pria tersebut untuk berhenti.
"Mas. Bukannya ini tindakan kriminal? Polisi saja akan membiarkan tersangka untuk mendapatkan haknya untuk diam dan mengalihkannya ke pengacaranya. Jika terjadi kekerasan saat melakukan investigasi itu namanya sudah tindakan melanggar HAM."
Semuanya terdiam. Tapi ada juga beberapa yang masih mendesak untuk mendapatkan informasi.
"Kamu siapa? Kenapa ikut campur?"
"Mas juga ikut campur dalam urusan pribadinya. Dia masih menolak untuk konfirmasi itu tandanya kalian ikut campur dalam urusannya. Dia memang sosok figur, tapi apakah dia tak boleh melakukan kesalahan? Apa cara kalian ini benar, memaksa dan memaki orang hingga ingin merusak kendaraannya?"
Kali ini Bintang tak bisa untuk tidak sedikit menaikkan nada suaranya karena mereka yang masih belum mengerti. Setelah mendengar hal itu dan diancam oleh Bintang dia akan melaporkan semuar wartawan yang ada di situ, akhirnya mereka pun mundur.
"Kalau ada yang mencoba untuk merekam, maka kalian dikenakan sanksi UU ITE karena menyebarkan informasi bohong dan merekam serta mengambil foto tanpa ijin!"
Satu persatu para wartawan mulai mematikan kamera mereka. Diantaranya juga sudah mulai pergi dan meninggalka kerumunan. Karena dirasa aman, Bintang mengetuk pintu mobil Tiara agar ia mau keluar. Bulan perlahan membuka pintu sambil mengenakan topi untuk menutupi wajahnya.
"Tidak usah ditutupi. Kamu bebas sekarang," ungkap Bintang meyakinkan.
Bulan reflek mengalungkan tangannya pada lengan Bintang yang terbuka. Tanpa perlu terburu-buru dan merasa takut, mereka berdua masuk ke kafe untuk menghindari para wartawan yang masih mengawasi mereka.
Bersambung