Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14 Rahasia Bintang

Bab 14 Rahasia Bintang

"Love yourself instead of loving the idea of other people loving you." -- unknown

==

"Sudah makan belum? Kita makan bareng, yuk!" ajak Bulan pada Bintang setelah selesai dengan semua sesi live konfrensi pers mereka.

Sayangnya jika bukan karena ditelepon oleh Tiara untuk datang ke kafe, Bintang mau-mau saja untuk makan siang bersama.

"Thanks ajakannya. Lain kali, boleh?"

"Oh... boleh-boleh. Sibuk yah?"

Bintang tersipu, "Aku baru diterima kerja. Jadi --"

"Oh gitu. Sip..lain kali kalau begitu."

Suasananya entah kenapa menjadi hening bagi keduanya. Tak banyak kata yang terkeluar dari Bintang maupun Bulan. Padahal sebelum berangkat tadi, Bintang sudah 'menyiapkan' wajah dinginnya agar Bulan jera menuduhnya yang bukan-bukan. Tapi setelah bertemu, entah kenapa pemuda Capricorn itu terus sibuk memperhatikan gelagat Bulan yang juga sama saltingnya dengan lawan bicaranya itu. Dia bahkan tak banyak bicara dan sibuk tersipu.

Pertemuan pertama mereka begitu buruk, hingga harus terselesaikan dengan cara konfrensi pers.Tapi mungkin ke depannya akan jadi lebih baik, karena keduanya mulai sering melempar senyum dan pujian saat sedang berbicara.

Bintang pamit dengan gadis yang memiliki gigi ginsul atas itu. Beberapa kali dipandang, tetap saja Bulan terlihat mirip dengan Nabila -- mantan personil idol dari Jepang itu. Secara tak langsung, Bintang dulu pernah mengagumi Nabila.

Haha.

"Punya sosial media?"

Bintang menggeleng, "Telepon saja kalau --" ucap Bintang malu.

"Kalau apa?"

Lagi, Bintang menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal, "Kalau butuh. Pamit dulu. Bye Edo, Gita!"

Kedua rekan Bulan itu melambaikan tangan membalas salam perpisahan Bintang tersebut. Gita yang memang terlahir tak bisa memfilter ucapannya itu dengan mudahnya menyindir Bulan yang masih senyum-senyum sendiri walau Bintang sudah memunggunginya jauh.

"Cie..salting," ejek Gita tanpa melepas pandangannya dari laptop.

Edo ikut menimpali, "Aku jatuh cinta..cinta pada pandangan pertama, eh salah lirik."

"Nyanyi atau nangis, Bang?" ejek Gita lagi.

Edo mencibir, "Ketawa!"

"Apa sih! Sudah edit kontennya?" tanya Bulan melerai pertikaian mereka.

"Sedikit lagi. Bisa ditinggal kok," ujar Gita masih serius menatap layar.

Bulan malah salah fokus. Sebuah pesan grup menginterupsinya. Kumpulam teman sesama youtubersnya mengajak untuk meet up. Bulan semringah sambil membalas pesan mereka.

"Kalian mau makan diluar atau delivery?"

"Ditaraktir kan?" rayu Edo yang matanya sudah berbinar-binar menunggu Bulan menjawab 'Ya'.

Bulan memang terkadang cukup merepotkan mereka. Sikap egois dan suka buat onar itu terkadang buat Edo dan Gita harus menanggung semua. Tapi disebalik itu, Bulan gadis yang baik. Tak pelit akan sesuatu. Termasuk sering membawa mereka belanja ataupun hunting ke luar negeri.

"Oke. Jadi maunya makan di mana?"

#

Bintang harap dia tidak ketinggalan. Pasalnya ini hari pertama dia bekerja dan Tiara sendiri yang menelponnya langsung untuk datang.

Sesampainya di kafe, suasana masih sepi. Hanya ada beberapa pengunjung saja yang datang untuk sekedar minum kopi ataupun mengejar wifi gratis. Kafe pun baru buka pukul sepuluh, karena itu tampak beberapa pelayan masih membersihkan tempat. Aku mencari di mana Tiara menunggu, tapi batang hidungnya saja tak terlihat.

"Mas Bintang hari ini masuk? Bukannya nanti malam yah?" tanya Rianti salah satu pelayan kafe yang baru Bintang kenal kemarin sore. Beberapa pelayan juga sudah berkenalan dengan Bintang. Itu sudah menjadi agenda rutin bagi Bintang sebagai anak baru.

"Iya. Tadi ditelepon buk Tiara. Diminta datang."

"Oh..buk Tiara belum datang mas. Mungkin nanti."

"Mungkin buk Tiara masih urus tentang pak Supardi," celoteh Kartika yang tiba-tiba datang setelah membersihkan meja.

Rianti, gadis berusia dua puluh dua tahun itu ikut berkumpul dengan pelayan lain mendengarkan sebuah cerita yang Kartika bawakan.

"Iya..aku dengar dari kantor, buk Tiara sekarang menjaga kafe ini. Lalu kasus pak Supardi berjalan alot."

"Kenapa?"

"Buk Tiara memberi dua pilihan pada istri dan pak Supardi. Ingin buk Supardi dibiayai penuh pengobatannya, atau pak Supardi tak ditahan."

Bintang juga mendengar semua itu. Dia juga baru tahu jika semua ini terjadi karena istri pak Supardi sakit berat. Beliau terpaksa melakukan penggelapan uang untuk biaya rumah sakit istrinya.

Mendengar hal itu, pasangan suami istri itu berbeda pendapat. Mereka saling mementingkan pasangannya daripada diri sendiri.

"Buk Tiara akhirnya pilih yang mana?"

"Saya pilih kalian bubar dan lanjutkan pekerjaan kalian!"

Suara Tiara melengking di area dapur. Bintang yang tengah berdiri di sana pun terkena imbasnya. Seluruh pelayan tunggang langgang meninggalkan arena gosip mereka dan tak ada yang berani menatap Tiara yang tengah dalam mode singa itu.

"Kamu sudah datang," tegur Tiara pada Bintang yang tengah berdiri canggung di hadapan Tiara.

"Iya."

"Oke..kita pergi ke hotel sekarang --"

"Hotel?" Bintang kaget hingga ia terbelalak.

Seluruh pelayan yang tengah bekerja pun ikut mendelik mendengar ajakan Tiara pada Bintang tersebut. Membuat semua orang salah paham termasuk Bintang.

"Hotel?"

"Iya. Kamu belum baca WA dari saya?" tanya Tiara balik. Bintang mengerjap sambil menunjukkan ponselnya yang masih bernada dering destiny atau suara ayam itu.

Tiara menepuk jidat. Dia tak menyangka masih ada pemuda yang masih jadul seperti Bintang.

"Ya ampun. Aku pikir kamu pakai WA. Ya sudah, kita ke hotel untuk perform kamu di sana malam nanti."

Semua yang ikut menguping lantas ber-oh ria. Membuat Tiara kembali mendelik melihat para pelayannya masih menguping pembicaraannya. Bintang terkekeh sendiri karena ikut salah paham.

"Baik buk."

"Ibuk?" Tiara protes. Membuatnya dua kali lipat semakin mendelik.

Bintang sampai menjauhkan wajahnya karena Tiara mendekat untuk mendiktenya.

"Ma..maaf."

"Panggil nama saja."

"Ta...pi kan --"

"Mau saya pecat?" ancam Tiara tak main-main.

Bintang menelan ludah saja sambil mengangguk. Ia janji tidak akan menyebut embel-embel ibu lagi saat berbicara dengan Tiara. Walau sebenarnya itu sangat sulit untuk diterapkan.

#

Waktu tidak terasa sudah menjelang sore. Persiapan gladi resik sudah selesai dan Bintang sudah menyiapkan beberapa lagu sesuai konsep besok pagi.

Hotel bintang lima ini disewa untuk merayakan hari jadi pernikahan konglomerat dari pulau Bangka Belitung. Biasanya Tiara akan mengarahkannya untuk merayakannya di kapal pesiar, namun karena belakangan laut Natuna dan sekitarnya tengah tak bersahabat, maka Tiara menjamin acara akan meriah di hotel yang juga ia kelola itu.

Bintang masih tak percaya. Ia akan menyanyi di event yang begitu penting ini. Selama ini Bintang tak pernah perform di hotel semewah ini. Apalagi Tiara juga menjanjikan ia bisa tampil di kapal pesiar jika ada kesempatan. Tapi itu juga dilihat bagaimana Bintang tampil esok.

"Jadi..jangan mengecewakanku."

"Siap! Buk --'

Tiara mengacungkan penanya. Bintang nyengir, "Maaf. Tapi kenapa kamu suka bawa benda berbahaya sih?"

"Why? Ini bagus untuk pertahanan diri," jawab Tiara enteng.

Bintang tertawa kecil melihat alasan atasannya itu. Ternyata image glamour Tiara itu berbanding lurus dengan sikap dinginnya. Bagi Bintang, dia memang singa betina yang sangat berbahaya.

"Ayo kita makan dulu."

"Ah..tidak usah. Aku bisa --"

"Ini perintah. Ayo!"

Lagi..Bintang tak berkutik saat Tiara memasang wajah otoriternya untuk memaksa Bintang mengikuti perintahnya.

Mereka akhirnya makan barbeque yang hotel Maheswari andalkan sebagai menu terbaik. Meski bukan yang pertama kali bagi Bintang, tapi ia tetap saja merasa kaku saat memotong daging untuk disajikan di atas wajan panggangan.

Terakhir kali bagi Bintang merasakan barbeque ini adalah saat keluarga Pramudya merayakan kesuksesan fourd court papanya hingga ke luar negeri. Saat itu pesta berjalan begitu meriah sampai papanya mabuk berat.

Bintang yang masih duduk di bangku SMP saat itu hanya bisa tercenung melihat pesta yang merepotkan itu. Tidak ada kebahagiaan baginya. Semua pesta itu terasa kosong. Hanya papanya yang bergembira di atas penderitaan Mamanya yang menangis.

Pesta barbeque..yang pertama dan yang terakhir bagi Bintang. Karena setelah itu, dia kabur dan tak pernah lagi menginjakkan kaki di rumah tersebut.

"Aku lihat di riwayat hidup, kamu besar dan tinggal di Jogja."

Tiara membuyarkan lamunan Bintang. Pemuda itu lantas dengan sigap membalikkan daging dan menyajikannya pada Tiara.

"Iya."

"Humm, di mananya?" tanya Tiara sambil meminta daun selada pada Bintang.

"Di sekitaran Marlboro."

"Oh. Eyang aku juga tinggal di Jogja," ungkap Tiara yang tanpa sungkan melahap daging dengan seladanya dalam porsi besar.

Bintang mengiyakan sambil memotong daging lain untuk dipanggang. Kali ini dengan potongan paprika dan ayam. Tiara memberi isyarat bahwa dia tak suka pedas. Bintang mengerti dan menyingkirkan paprikanya.

"Aku juga cari tahu profil kamu, kalau kamu sebenarnya anak pengusaha."

Bintang berhenti membalikkan daging. Ia kini malah menatap serius Tiara yang tanpa berdosa mengatakan tentang informasi pribadinya itu.

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel