Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Kontradiksi

Tahap Ketiga, Day 4.

Kemarin merupakan hari yang melelahkan bagi semua kandidat, dimulai dari pengumuman yang diberikan oleh Professor, persiapan dan perencanaan mereka sendiri, yang akhirnya mereka mulai menempuh perjalanan ke Hutan.

Malam tadi, grup Gaju dapat beristirahat dengan cukup nyaman.

Gaju membuka matanya dan melihat kedepan. Sinar matahari terlihat bersinar cerah di ufuk timur pagi ini.

Sinar mentari itu, terlihat berkilauan ketika menimpa benang-benang yang sangat tipis, membentuk seperti jaring laba-laba dan menutupi keempat orang grup Gaju itu.

Gaju menjentikkan jarinya dengan cepat, benang yang tipis dan hampir tak terlihat dengan mata telanjang itu terlepas dan langsung menggulung ke arah tangan kirinya.

Gaju lalu berpura-pura kembali tidur.

Suara burung masih berkicau di pagi yang cerah ini.

Adel melihat apa yang Gaju lakukan barusan. Dia peraih skor tertinggi kedua setelah Tian, tak mungkin jika dia tak melakukan rencana back up keselamatan untuk dirinya sendiri.

Mungkin Adel terlihat easy going, tapi sebenarnya dia wanita yang sangat hati-hati sekali. Metode yang dia gunakan untuk pertahanan diri adalah dengan memasang sensor getaran di sekitarnya. Ketika sensor itu menangkap getaran di sekelilingnya yang sesuai dengan algoritma yang ditentukan oleh mini komputernya, maka mini komputer milik Adel akan memberikan sedikit sengatan listrik untuk membuatnya terjaga.

Tian, sama seperti sebelumnya menggunakan sensor gerakan yang dipasang di sekelilingnya dan Gaju.

Itu artinya selain memasang sensor gerak yang dipasang di perimeter yang mengelilinginya. Tian juga memasang sensor gerak yang mengarah ke Gaju.

Tian sudah melakukan itu sejak beberapa tahun lalu. Tian juga tahu kalau Gaju sudah mengetahui tentang hal itu dan dia tak pernah marah.

Itu artinya Gaju setuju. Karena itu, kapanpun mereka tidur, Tian mengarahkan salah satu sensor geraknya kepada Gaju. Kapanpun soulmate-nya bangun, Tian akan membuka matanya.

Tian tahu kalau semalam, setelah mereka semua tertidur, Gaju memasang jaring laba-laba dengan benang metalnya yang kecil di sekeliling mereka. Tian hanya memperhatikan saja Gaju melakukan semua pekerjaannya dengan teliti dan cekatan.

Dan yang membuat Tian tetap tersenyum dalam tidurnya, Gaju tak melakukan mekanisme perlindungan untuk dirinya sendiri tetapi memasang jaringnya untuk keempat orang dalam grup ini. Sesuatu yang membuat Tian sadar kalau Gaju tak sedingin kata-katanya waktu itu yang seolah-olah akan melakukan apapun untuk mempertahankan dirinya.

Kalau Tian sadar akan aksi Gaju dari tadi malam, Adel lain. Dia baru menyadari kalau Gaju mengamankan mereka berempat pagi ini saat dia melepas jaringnya.

Berbeda dengan Gaju, Adel memasang sensor getarannya hanya untuk dirinya sendiri. Saat itulah dia sadar kalau mungkin dirinya masih terlalu egois.

Hanya Aju yang sama sekali tak tahu apa yang terjadi malam dan pagi ini. Dia masih terlelap dengan nyaman tanpa memikirkan apa-apa. Typical seorang fighter sejati yang memiliki kepercayaan diri dengan kemampuan fisiknya.

Gaju mungkin cerdas melebihi semua kandidat karena kemampuan bawaan photographic memory-nya. Tapi dia bukan seseorang yang omnipotent dan omniscient.

Dia tak tahu kalau pagi ini, dua orang gadis mengawasi semua gerak-geriknya sambil pura-pura tertidur.

Setengah jam kemudian, Adel menggeliat bangun.

"Gaju, bangun! Sudah pagi," kata Adel pelan.

Dia tahu kalau cowok berdarah Korea pujaan hatinya itu tak tidur lagi sejak melepas jaringnya tadi.

Tian membuka matanya dan menggerutu dalam hati.

"Sok-sokan bangunin," sungutnya.

Tian lalu menggeliat dan dengan percaya diri mendekat ke arah hammock milik Gaju dan mencium soulmate-nya.

Gaju sedikit kaget. Ini kali pertama Tian melakukan itu. Biasanya dia hanya akan membangunkan Gaju dengan perkataan saja.

Tian lalu, dengan sengaja, mencibir ke arah Adel.

"Huft," Adel membuang napas karena kesal.

Gaju hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua. Hari baru dimulai lagi, tentunya diawali dengan pertikaian anak-anak ala kedua gadis kecil itu.

Mungkin karena kesal, Adel melampiaskannya ke Aju. Dia menendang hammock milik si Keling dan membuat benda itu terbalik.

Aju terjatuh, tapi dengan sigap langsung melompat dan mengambil posisi siaga di atas dahan pohon.

"Adel?" tanya Aju kebingungan karena ulah si Kulit Merah.

"Sudah siang. Kemasi barang-barang, dasar tukang tidur," sungut Adel.

Sambil merasa teraniaya, Aju memberesi barang-barang mereka.

Tak lama kemudian, keempat Kandidat ini sedang menikmati sarapan mereka diatas dahan.

"Kita mau kemana sekarang?" tanya Aju.

"Utara," jawab Gaju pendek.

"Ada apa dengan utara?" tanya Adel.

Gaju tersenyum, dia tahu kalau Adel hanya berpura-pura. Sedari awal, Adel dan Tian pasti sudah tahu dengan tujuan mereka.

Satu-satunya Gunung yang ada di Pulau ini terletak di Utara.

"Adel, kamu tahu kemana tujuan kita kan?" tanya Gaju.

Adel hanya tersenyum.

"Adel, kamu tahu ada apa dengan Utara?" tanya Aju, satu-satunya orang dalam Tim ini yang tidak memiliki kecerdasan yang cukup untuk menebak tujuan mereka.

"Ada gunung disana. Gaju ingin mendirikan basecamp di tempat itu," jawab Adel sambil melirik ke arah Aju.

=====

Gama sedang berada dalam Workshop yang berada di dalam Komplek.

Di depannya banyak terdapat benda yang berbentuk aneh dan tak lazim. Dulu, tanpa sengaja Gama menemukan sebuah buku lama yang menceritakan tentang seluk beluk pasukan bayangan yang bertarung dengan memanfaatkan efek tiba-tiba dan kegelapan malam.

Pasukan bayangan yang tak pernah muncul dalam terangnya cahaya.

Ninja.

Gama sangat tertarik saat membaca buku itu, tak sesuai dengan fisiknya yang memiliki keturunan Negro.

Ide untuk mendapatkan julukan Night Stalker dengan memanfaatkan kulit tubuhnya dan menyerang dari kegelapan berasal dari konsep Ninja yang dia pelajari.

Gama lalu mengembangkan berbagai macam senjata dan racun yang mematikan untuk gaya bertarungnya itu.

Sekalipun Gama sangat tertarik dengan kehidupan dan tak ingin membunuh, tapi sebagai salah satu peraih skor kecerdasan tertinggi, Gama tahu kalau dia harus bisa bertahan hidup di Pulau.

Kemarin, setelah pergi dari Kantin, Gama langsung menuju ke Workshop. Dia berencana untuk membuat semua senjata yang dia ketahui sesuai dengan konsep Ninja yang menjadi favoritnya.

Benda-benda itulah yang sekarang ada di depan Gama.

Dia juga tahu kalau dia tak akan lama lagi bisa berada di Komplek. Dengan dominasi dari Tim Koga, cepat atau lambat mereka akan menguasai Komplek.

Kunai, Shuriken, Jarum, Arm Protector, Chess Protector, Leg Protector, Iron Mask, dan masih banyak benda lagi yang sudah dia persiapkan di Workshop.

Di tangan Gama sekarang terdapat sebuah pedang katana tapi berbentuk lurus dan lebih pendek dari katana biasa. Di bagian yang dekat dengan pangkal pedangnya, seutas tali panjang dililitkan disana.

Ninjato.

Katana khusus milik seorang Ninja.

Gama tersenyum puas melihat hasil kerja semalamnya tanpa beristirahat itu dan menyabetkannya ke samping.

Gama, seorang genius, seorang yang begitu tertarik dengan rahasia kehidupan, tapi sekaligus seseorang yang berusaha menguasai seni membunuh dalam kegelapan.

Sebuah kontradiksi yang tercipta karena eksistensi Pulau.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel