Bab 8 Binatang Buas
Tia tertawa.
"Songnam, menurutmu apa tugas utama tim explorer yang aku usulkan?" tanya Tia datar.
"Mencari resources untuk tim dari Hutan kan?" tanya Songnam.
"Itu salah satunya," jawab Tia.
"Kamu cerdas, harusnya kamu tahu lebih dari itu, atau kamu hanya pura-pura tak tahu?" tanya Tia.
Songnam terdiam.
"Resources memang yang terpenting untuk kita. Tapi ada yang lebih penting lagi. Mapping," lanjut Tia karena Songnam hanya terdiam.
"Kita butuh mapping kontour dan terrain yang ada di sekitar Komplek. Sedikit demi sedikit. Terus menyebar semakin meluas. Termasuk juga mapping potensi bahaya yang mungkin kita hadapi dari Hutan," lanjut Tia.
"Kita semua tahu kalau mahluk buas yang ada di Hutan sebagian besar adalah teritorial. Mereka menempati area tertentu. Untuk mengenali habitat mereka, untuk mengenali ciri mereka, apakah menurutmu kemampuan analytical Gasa cukup?"
"Belum lagi untuk menuangkan semua informasi yang diperoleh saat eksplorasi. Mana daerah yang memiliki resources, mana daerah yang merupakan danger zone. Semua informasi ini kita butuhkan dari tim explorer. Kamu mau mempertaruhkan keselamatan seluruh tim demi egomu sendiri?" tanya Tia mengakhiri penjelasan panjangnya.
Semua orang terdiam.
Kini mereka tahu bahwa mungkin tim yang paling mereka butuhkan dan terpenting untuk Tim Koga adalah Explorer Team.
"Tapi, aku hanya Advisor. Tugasku memberikan saran dan pemikiran pada tim ini. Keputusan ada di tangan Leader," lanjut Tia dan melempar bola panas ke Koga.
Koga tersenyum.
"Tak ada lagi diskusi. Kita ikuti rencana dari Tia. Kalian semua paham?" tanya Koga.
Kedua belas orang itu lalu menganggukkan kepalanya dan hanya bisa berdoa. Semoga mereka tak terpilih menjadi anggota tim Explorer yang dipimpin Songnam.
=====
"Professor, apakah seperti ini akan baik-baik saja sesuai Program kita?" tanya seorang Pengurus kepada Professor yang mengamati beberapa layar lebar di ruang kontrol yang ada dalam Komplek Pengurus.
"Biarkan saja," jawab Professor pendek.
"Bagaimana dengan soulmate Kosong Lima yang justru ikut bergabung dengan grup Kosong Tiga?" tanya si Pengurus lagi.
"Hehehehehe. Dia yang membuat keputusan. Biarkan dia sendiri yang nanti melihat akibat dari ulahnya," jawab sang Professor.
"Grup? Kelompok? Hanya karena kalian lemah maka kalian berkelompok. Tak ada yang namanya saling melindungi. Kelompok dan aturan hanya dibuat untuk menguntungkan si pemimpin dan kroninya. Bocah-bocah naif," gumam sang Professor.
Dia terlihat berpikir sebentar lalu melirik ke arah grup yang berisi empat orang dan sedang terlihat mempersiapkan tempat bermalam mereka di atas pohon.
"Tiga monster dan satu enigma, buktikan kepadaku kalau prajurit terbaik itu memang bisa diciptakan dengan Program ini," kata sang Professor.
"Karena kalian berempat berpotensi untuk merusak keseimbangan yang ada dalam Pulau. Aku akan memberikan hadiah untuk kalian," lanjutnya lagi.
"Lepaskan mutated creature level 3 ke dalam Hutan," perintah sang Professor tak lama kemudian.
Sang Pengurus terlihat kaget.
"Professor?" muka sang Pengurus dipenuhi tanda tanya.
"Kamu tak mendengar kata-kataku? Lepaskan mereka," perintah sang Professor lagi.
Sang Pengurus hanya menganggukkan kepala lalu melihat ke arah anggotanya yang bekerja dalam ruang kontrol itu.
"Mulai prosedur rilis mutated creature level 3. Laksanakan dalam hitungan ketiga," perintahnya kepada para anak buahnya.
"Tiga... Dua... Satu... Release!!!"
Dalam waktu yang bersamaan di beberapa tempat.
Permukaan tanah yang awalnya rata tiba-tiba terbelah. Belahan tanah itu bergerak ke samping perlahan-lahan dan memperlihatkan sebuah kandang yang terbuat dari besi.
Di dalam kandang itu terdapat seekor mahluk yang merupakan perpaduan antara Singa dan Elang, memiliki badan Singa tetapi kepala seekor Elang. Binatang aneh itu juga mempunyai dua sayap yang ada di samping tubuhnya. Pecinta cerita fantasy pasti dapat mengidentifikasi mahluk aneh ini.
Griffin.
Kandang besi itu lalu pelan-pelan keluar dari dalam tanah dan naik ke atas. Bagaikan mahluk yang memiliki kecerdasan. Sang Griffin berdiri dengan empat kakinya dan melihat ke arah langit dan alam terbuka di sekelilingnya.
Pintu kandang besi itu terbuka perlahan-lahan dan sang Griffin berjalan pelan keluar dari kandang itu.
Ketika dia berdiri di luar kandang dan kini menikmati kebebesan, Griffin menolehkan kepalanya ke arah kandang besi itu lalu dia mendongakkan kepalanya ke atas.
"Aaaaaaakkkkk," lolongan Elang yang memekakkan telinga terdengar membahana.
Wusssshhhhhhhh.
Sekelebat bayangan lalu menghilang dari tempat itu, meninggalkan kandang yang kosong dan pelan-pelan masuk kembali ke dalam tanah. Tak meninggalkan bekas sama sekali.
Kejadian yang sama terjadi di beberapa tempat lain yang ada di dalam Hutan.
Semua kandidat tidak mengetahui kalau Hutan ini tak lagi sama seperti sebelumnya.
=====
Gaju, Tian, Aju, dan Adel terlihat sibuk mempersiapkan tempat tidur mereka di atas pohon.
Memang memilih tidur di ketinggian masih memiliki resiko yang lumayan, tapi resiko itu jauh lebih kecil dibandingkan jika bermalam di bawah sana.
Gaju selesai memasang hammock milik Tian dan dia meloncat ke dahan di sebelahnya untuk memasang miliknya sendiri.
"Gaju, apa yang kamu pikirkan?" tanya Tian.
"Hmm? Maksudmu?" tanya Gaju.
"Tian mengenalmu, ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu kan?" tanya Tian.
Gaju menarik napas panjang.
"Tian, semua yang diajarkan oleh Pulau mempunyai tujuannya masing-masing. Ini juga tahap ketiga. Entah kenapa aku selalu terpikir tentang pelajaran Klasifikasi Binatang Buas yang dulu diajarkan saat tahap pertama," jawab Gaju.
"Maksud Gaju?" tanya Tian.
"Harimau Pohon dan Ular Daun, mereka hanya diklasifikasikan dengan anncaman bahaya level 4. Masih ada 3 level lagi di atasnya. Mungkinkah hewan dengan level bahaya lebih tinggi ada dalam Hutan?" gumam Gaju.
"Hmmm," Tian terlihat berpikir keras.
"Kalau kamu berpikir begitu. Berarti ada Naga dong di dalam Hutan ini?" lanjut Tian sambil tertawa kecil.
Gaju juga tersenyum.
Naga, binatang buas yang diklasifikasikan dengan ancaman bahaya level 1, terlihat mustahil untuk hidup di dalam Hutan yang ukurannya hanya separuh dari Pulau ini.
"Lupakan, mungkin aku terlalu paranoid," jawab Gaju.
"Oke. Selamat tidur. Kita lanjutkan besok pagi," kata Tian sambil tersenyum manis.
Dua remaja itu lalu masuk ke dalam hammock masing-masing yang saling berdekatan dan memejamkan mata. Tapi suara bentakan mengagetkan mereka berdua.
"Keling!! Bagaimana sih? Dari tadi belum selesai juga pasang hammock-ku?"
Gaju dan Tian tersenyum kecut.
"Adel, pelankan suaramu! Kau ingin memberitahukan kepada seluruh Hutan kalau kita tidur disini?" gerutu Tian.
"Humph," balas Adel yang mungkin sudah kelelahan untuk berdebat dengan Tian setelah melakukannya seharian.
Gaju berdiri lalu dengan lincah meloncat ke dahan milik Adel.
"Sini, biar kubantu," kata Gaju.
"Makasih," jawab Aju dengan cepat.
Adel tersenyum manis dan berdiri di sebelah Gaju sambil menunggui Gaju memasang tempat tidurnya.