Bab 10 Kera
Tien baru saja bangun dan melihat ke arah Gama. Semalam, dia memang menemani soulmate-nya ini di workshop.
Tien juga melihat Gama membuat semua benda yang aneh dan unik itu. Tapi dia sama sekali tak tahu apa kegunaan benda-benda itu.
"Gama, kamu tak tidur tadi malam?" tanya Tien.
Gama menggelengkan kepalanya dan tak menjawab. Bersikap dingin karena ingin menjaga image-nya sebagai seorang Genius Gila. Image yang dia ciptakan saat mengikuti Ujian Eliminasi.
"Setelah ini apa rencanamu?" tanya Tien.
"Aku akan ke Hutan. Aku menduga kalau Tian dan Adel pasti memutuskan untuk tinggal disana," jawab Gama.
"Kenapa? Bukankah lebih aman dan nyaman disini?" tanya Tien kebingungan.
Dia memutuskan untuk mengikuti Gama dan tidak bergabung dengan Tim Koga karena dia tahu Gama akan melindunginya.
Tapi kalau Gama memutuskan untuk masuk ke Hutan dan mereka menghadapi kondisi kritis, akankah si Genius Gila di hadapannya ini tetap melindungi dirinya?
Tien ragu.
"Kenapa? Kamu takut?" tanya Gama.
Tien diam tak menjawab.
"Kalau kamu takut. Kamu bisa memilih untuk tinggal di Komplek kan? Tak ada lagi aturan di Pulau. Soulmate tak harus selalu bersama. Kamu juga lihat kan Pengurus tak mengambil tindakan apa pun kepada Songnam?" tanya Gama.
Tien menundukkan kepalanya dan terlihat berpikir.
Gama tersenyum dalam hati. Dia berhasil membuat Tien ragu-ragu.
Gama tak keberatan Tien mengikutinya ke Hutan. Tapi dia tak mau seorang pasangan yang terlalu mengandalkan pasangannya untuk bertahan hidup. Mereka harus saling membantu, bukan yang satu membebani yang lain.
"Pikirkan baik-baik. Aku baru akan ke Hutan siang ini," kata Gama sambil menyarungkan ninjato miliknya ke sarung yang dia buat dari metal juga.
Gama lalu memasukkan benda yang ada di depan mejanya satu persatu ke dalam kantong-kantong kecil di bajunya.
Dia juga memakai semua protector yang dia buat ke tempatnya masing-masing.
Gama tahu dia bukan fighter. Kemampuan fisiknya terbatas. Dia ingin menggunakan pelindung itu untuk mengkompensasi kelemahan fisiknya.
Setelah Gama selesai, dia justru tak terlihat lagi seperti Ninja tapi mirip seorang samurai dengan semua baju perangnya. Termasuk topeng besi yang dia kenakan di wajahnya.
Gama berjalan menuju cermin yang ada di dalam Workshop dan melihat bayangannya sendiri.
Tangan yang dilindungi arm protector, kaki yang dilindungi leg protector, dada, perut sampai topeng oni setengah muka yang menutupi wajahnya yang gelap.
Kali ini hanya benar-benar gigi dan kedua matanya yang terlihat.
Gama menyeringai puas dengan tampilannya.
Tien memperhatikan semua gerak gerik Gama dan hanya menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti kenapa si Genius Gila itu suka sekali dengan semua benda yang sekarang dipakainya.
Bruakkkkk.
Tiba-tiba, pintu Workshop terbuka.
Tiga anak berdiri disana. Gasa dan dua orang yang berdiri di belakangnya.
Gasa adalah kaukasian. Remaja bule dengan rambut pirang dan mata birunya. Tubuhnya berotot dan kekar, menunjukkan kalau dia adalah seorang fighter.
"Gama?" tanya Gasa dengan raut muka terkejut ketika melihat sosok yang masih berdiri di depan cermin itu.
"Huh, kenapa kau disini? Tak bisakah kau masuk dengan baik-baik? Salah apa pintu itu kepadamu?" kata Gama dengan nada dingin.
Si Genius Gila telah menunjukkan dirinya.
Gasa terlihat agak kaget dengan teguran Gama. Tapi dengan cepat dia bisa menguasai diri. Dia tak lagi Gasa yang dulu. Gasa yang hanya punya kemampuan sedikit diatas rata-rata.
Gasa kini adalah pemimpin Defense Team dari Tim Koga.
Dia punya jabatan penting. Dia bukan lagi Kandidat tanpa nama.
"Gama, aku sekarang Defense Team Leader dari Tim Koga. Aku yang ditunjuk oleh Koga untuk bertanggung jawab terhadap keamanan semua tempat di dalam Komplek ini," kata Gasa dengan suara yang sedikit bergetar.
Ini kali pertama dia mencoba membusungkan dada di depan seorang top scorer.
"Koga, Koga, Koga..."
Gama menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menyebut nama itu berkali-kali.
"Kau pikir aku takut dengan Koga? Bagiku, dia hanya kera yang mengandalkan fisik tanpa mempunyai isi kepala. Sejak kapan manusia takut kepada kera?" cibir Gama.
Gasa memasang raut wajah kaget.
Dia harus akui kalau mindset para peraih top scorer memang berbeda. Gama, si Negro hitam yang sekarang berdiri di depannya, tanpa merasa takut menyebut nama Koga dan menyamakan dia dengan seekor kera.
Gasa melirik ke sekelilingnya dan melihat Tien di salah satu sudut ruangan. Lalu dia kembali melirik ke arah Gama.
"Kamu!! Kamu cuma punya kecerdasan yang tinggi melampaui kami semua. Tapi, dengan nilai PA yang hanya 2.4, kamu bukan apa-apa dalam pertarungan frontal," kata Gasa dengan penuh percaya diri.
"Huh? Apakah menurutmu seperti itu? Coba buktikan!" kata Gama enteng.
Muka Gasa memerah, lalu dia mengatupkan rahangnya dengan kuat. Dia memiliki nilai fisik 2.6, 0.2 angka lebih tinggi daripada si Hitam di depannya. Dia yakin kalau dia mampu mendominasi Gama dalam pertarungan satu lawan satu.
Gasa melompat ke depan dan memperpendek jaraknya dengan si Hitam.
Gama hanya diam dan berdiri di tempatnya.
Ketika Gasa sudah berada di depan Gama, dia mengayunkan kepalannya ke tubuh Si Hitam yang sekarang masih tetap berdiri di tempatnya. Gama bahkan tak memasang kuda-kuda sama sekali.
Gasa tersenyum, "Dasar bodoh. Kau memang genius tapi pernahkah kau menerima pukulan dengan kekuatan 260kg secara langsung. Bahkan batu sekalipun akan hancur," gumam Gasa dalam hati sambil melayangkan pukulannya.
Booooommmmmmm
Suara keras terdengar dalam ruangan itu.
Efek dari kepalan tangan Gasa yang berdaya ledak lebih dari seperempat Ton.
"Armor menerima impact dengan beban sebesar 256kg."
"Reduction effect bekerja dan menyebarkan impact ke seluruh bagian Armor."
"Nilai impact yang disalurkan ke tubuh host sebesar 25.6 kg."
"Reduction effect bekerja optimal dengan rasio 1:10."
"Armor tidak mengalami kerusakan apa pun."
Kalimat pemberitahuan terdengar berturut-turut dari earphone yang terpasang di telinga kiri Gama.
Pemberitahuan yang dia terima dari mini komputer yang menganalisa armor yang sudah lama Gama design dan diwujudkannya semalam.
Gama tersenyum menyeringai ketika mendengarkan semua pemberitahuan yang dia terima barusan.
Dia berhasil.
Dia berhasil membuktikan kalau otak dapat mengalahkan fisik.
Gasa merasakan sakit yang luar biasa pada kepalan tangannya yang mengenai tubuh Gama.
Tubuh Gama yang seharusnya terasa lembut ketika dipukul seperti kapas berubah menjadi sebuah benda keras luar biasa.
Dan yang lebih mengagetkan lagi, Gama tetap bergeming tak bergerak sama sekali dari tempatnya berdiri. Dia justru menyeringai ke arah Gasa.
Seringai yang terlihat sangat mengerikan di mata keempat orang yang berada di ruangan ini.
Ditambah lagi dengan topeng oni yang dia kenakan. Gama berubah menjadi sosok monster mengerikan.
"Kamu? Bagaimana bisa?" Gasa berkata kebingungan dengan suara bergetar.
"Karena... Aku genius..." jawab Gama dengan seringai yang tak hilang dari bibirnya.