Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Tim Koga

Hollogram Professor melirik ke arah Gaju dan Tian yang semeja dengan Adel lalu berjalan ke arah lain. Meninggalkan Gaju yang melihatnya dengan tatapan tenang dan seolah tak memiliki emosi, Adel yang bernapas tersengal-sengal karena dikuasai emosi, dan Tian yang langsung menarik tangan Gaju seketika itu juga.

"Ini Tahap Ketiga."

"Kalian cerdas. Pasti kalian tak pernah mengharapkan kalau Tahap Ketiga akan lebih mudah kan?"

"Kalau kalian mengharapkan itu, kalian tak layak duduk disini. Kalian lolos Ujian Eliminasi hanya karena keberuntungan!!"

Professor melihat ke seluruh kantin dan semua Kandidat hanya terdiam. Ada yang balas menatap, ada juga yang tak berani dan menundukkan kepala.

"Selama ini, Pulau telah menghidupi kalian, mendidik kalian, memberi kalian kesempatan untuk menjadi kuat dan cerdas, mengajari kalian, dan semua yang kalian miliki saat ini."

"Tapi, itu hanya Pulau lakukan ketika kalian masih anak-anak."

"Kalian kini sudah melalui Ujian Eliminasi."

"Ambang batas antara masa kanak-kanak dan dewasa."

"Dan kini kalian adalah manusia dewasa."

"Manusia dewasa harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri."

"Manusia dewasa harus siap menerima konsekuensi dari perbuatannya."

Professor terdiam dan melihat kembali ke semua Kandidat yang ada disini.

"Mulai sekarang..."

"Tak ada lagi aturan di Pulau."

"Kalian bebas melakukan apa pun yang kalian mau!"

"Tapi kalian juga bertanggung jawab sepenuhnya untuk keselamatan dan kebutuhan hidup kalian sendiri."

"Untuk kebutuhan medis dan kritis, kalian bisa mengumpulkan poin dan menukarkannya. Baca panduannya di mini komputer kalian."

"Kita lihat siapa yang akan bertahan sampai empat tahun lagi."

"Survive!!" kata si Professor sambil tersenyum menyeringai dan bayangannya menghilang.

Tian meraih lengan kanan Gaju yang tiba-tiba saja turun ke samping badan. Wajah Gaju terlihat tenang dan sama sekali tanpa ekspresi. Tapi, ketika Tian melihat ke arah jemari Gaju yang tersembunyi di bawah meja, Tian menutup mulutnya karena terkejut.

Gaju sudah memegang jarum di sela-sela jari tangannya dan dia dalam posisi siaga. Siap menyerang kapan saja.

"Gaju ..." panggil Tian sembari melihat ke arah Gaju.

"Aku hanya bersiap untuk kemungkinan terburuk. Kita lihat aja nanti," jawab Gaju setengah berbisik.

Adel memperhatikan gerak-gerik Gaju dan Tian yang saling berbisik-bisik lalu dia membentak marah, "Kalian ngomong apaan sih?"

Gaju melirik ke arah Adel yang ada didepannya, "Adel, kalau kamu punya kesempatan, apakah kamu akan menyerang kami?" tanya Gaju pelan.

Tian yang duduk di sebelah Gaju memperhatikan Adel dengan seksama ketika Gaju menanyakan itu.

Mata Tian tiba-tiba seperti kehilangan fokus saat melihat ke arah Adel. Tian sedang menganalisa Adel.

Tian melihat semua perubahan fisiologis dari tubuh Adel. Mulai perubahan detak jantung, tempo tarikan napasnya, dan semua gerak-gerik kecil yang ditunjukkan oleh Adel.

Seperti sebuah lie detector, alat pendeteksi kebohongan.

"Aku tak akan pernah menyerang Gaju," kata Adel pelan dan mantap sambil menatap bergantian ke arah Gaju dan Tian.

Adel tahu kalau Tian sedang menganalisanya jadi dia harus berhati-hati saat memberikan jawaban.

"Dia tak berbohong," kata Tian sambil mendengus kesal.

"Sekarang jawab ini!! Kamu akan menyerang aku atau tidak jika punya kesempatan?" tanya Tian.

Adel tertawa.

"Tak perlu menganalisaku. Aku akan menjawab jujur. Dengan senang hati aku akan melakukannya," kata Adel.

"Kau!!!" gerutu Tian.

"Adel. Kamu seorang strategist. Pasti dapat menangkap dengan cepat maksud dari kata-kata Professor tadi dan efeknya ke para Kandidat," kata Gaju.

"Aku tahu. Aku juga bisa menebak maksudmu. Aku bersedia menjadi partnermu," jawab Adel bahkan sebelum ditanya.

Ekspresi Adel saat dia mengucapkan kata 'partner' membuat Tian makin meradang.

Gaju memegang tangan Tian, lalu dia menggelengkan kepalanya, "Sudah dimulai," kata Gaju pelan.

Seorang anak laki-laki terlihat berdiri di atas sebuah meja dan terlihat ingin berbicara.

"Kalian semua!! Kalian dengar kan apa yang dikatakan oleh Professor itu barusan?" teriak anak laki-laki yang bernama Kosong Sembilan dan dipanggil Songlan itu.

Semua anak-anak terdiam. Mereka mungkin tak menganggap Songlan, tapi dia adalah anak buah kepercayaan Koga. Jadi, secara tidak langsung, Songlan adalah corong si Koga.

"Kami berniat untuk menciptakan sebuah sistem yang akan mengatur kita semua. Sebuah aturan baru yang kita tetapkan dan terapkan sendiri. Bukan aturan dari Pulau," kata Songlan.

"Dan Koga yang akan jadi pemimpin kita semua?" potong seseorang.

Semua mata melihat ke arah suara itu berasal.

Koma.

"Bullshit!!!" teriak Koma lantang.

"Silahkan kalau kalian ingin bermain-main seperti ini. Hanya orang lemah yang bergerombol. Aku memilih untuk mempertahankan hidupku sendiri," kata Koma sambil berdiri dan berjalan keluar dari kantin.

Songnam hanya duduk di mejanya dan tak melihat ke arah Koma. Koma juga tak melirik sedikitpun ke arah Songnam. Seolah-olah mereka berdua tak mengenal.

"Gaju?" tanya Tian.

"Aku setuju denganmu," kata Gaju dan membuat Tian tersenyum.

Gaju bukan siapa-siapa.

Dia hanya dianggap orang gila penyendiri di Pulau. Karena itu, Tian yang akan menyampaikan kata-katanya kepada semua anak yang ada disini. Pendapat yang bahkan sudah disetujui Gaju ketika Tian belum menyampaikannya. Karena Gaju tahu apa yang Tian akan lakukan.

"Semoga beruntung dengan strategi kalian. Kami akan mencoba bertahan hidup sendiri. Mungkin suatu saat nanti kami akan membutuhkan bantuan dari kalian," kata Tian dengan suara agak keras dan terdengar bergema dalam kantin.

Semua anak laki-laki sedikit terpana ketika mendengar suara lembut dan feminim milik Tian, apalagi ketika mereka melihat sosok Tian yang sudah berdiri di sebelah Gaju.

Tian bukan Koma yang dengan berani memproklamasikan diri untuk melawan semua orang. Tian masih mencoba untuk tidak membakar jembatan setelah dia melewatinya.

Tian, Adel, dan Gaju lalu berdiri dari meja mereka dan meninggalkan kantin. Tapi, saat mereka bertiga hampir mencapai pintu kantin, sebuah suara membuat langkah mereka berhenti.

"Tian ..."

Mereka bertiga berhenti dan menolehkan kepalanya. Koga berdiri dari tempat duduknya.

"Kalau aku yang memintamu untuk tinggal, maukah kamu berubah pikiran?" tanya Koga.

Tian tersenyum, "Koga, kamu terlalu baik untukku. Bagiku yang cuma gadis biasa ini, Gaju sudah lebih dari cukup," jawab Tian sambil memeluk lengan Gaju dan pergi dari tempat itu.

Semua anak terdiam.

Koma dan Tian tak bergabung dengan grup yang sedang dibentuk oleh Koga. Tapi, sesaat kemudian mereka tersadar, bukankah tadi yang bersama Tian dan Gaju adalah Adel.

Apakah itu berarti Adel juga tak akan bergabung dengan Tim Koga?

Itu artinya Aju juga? Sekalipun dia tak disini, tapi semua orang tahu kalau si Keling itu akan mengikuti apa pun keinginan Adel.

Itu artinya, dari enam Kandidat dengan nilai terbaik, empat sudah menunjukkan sikapnya dengan menolak bergabung dengan Tim Koga. Tinggal seorang saja peraih skor tertinggi yang masih ada di kantin.

Gama, sang Genius.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel