Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Orang Tua

Gaju, Tian, dan Adel makan bertiga dalam satu meja. Sekalipun ini bukan yang pertama kali, Tian tetap tak terbiasa dengan kehadiran Adel yang mengganggunya.

"Aju dimana? Kenapa dia tak kelihatan?" tanya Gaju ke arah Adel.

"Dia memintaku untuk membawakan sarapannya. Sejak kembali dari Hutan, Aju sibuk di Workshop," jawab Adel sambil tersenyum manis.

Tanda tanya terlihat di wajah Gaju, Aju di Workshop? Apa yang dia lakukan? Tingkah laku yang tak sesuai dengan karakter si pemilik Peringkat Ketiga terkuat di Pulau.

Adel tertawa kecil melihat wajah Gaju yang kebingungan.

"Kata dia, melihatmu menghabisi Ular Daun waktu Ujian menyadarkan dirinya kalau kekuatan fisik tak selalu yang utama dalam sebuah pertarungan. Gaju-ku bisa dengan mudah menghabisi Ular Daun yang membuat kami berdua melarikan diri ketakutan. Dia malu dan sedang berpikir untuk menciptakan senjatanya sendiri," kata Adel menjelaskan tentang apa yang sedang dilakukan oleh soulmate-nya.

"Gaju-ku?? Bagus kalau Aju sadar diri. Tapi kapan kamu sadar diri juga? Ini Gaju-ku, bukan Gaju-mu," sungut Tian memotong diskusi antara Gaju dan Adel.

"Gaju sudah membuktikan kalau Gaju memang layak menjadi calon ayah bagi anak-anak kita," lanjut Adel seolah-olah tak mendengar protes Tian barusan.

Plakkkkkk.

Sebuah sandal melayang dan mengarah ke kepala Adel. Tapi, Adel berhasil menangkisnya.

"Kamu, Dada Rata, bisakah memberi kami berdua waktu untuk menikmati kebersamaan kami?" kata Adel pelan dan datar.

Muka Tian makin memerah karena marah, "Makin ngelunjak ni anak," gerutu Tian dalam hati sambil meraih sandal satunya lagi.

Tapi saat itulah Gaju memegang tangan Tian dan membuat si cantik menghentikan gerakannya.

Tian melirik ke arah Gaju dan melihat kalau cowok itu menatap serius ke arah depan kantin. Tempat dimana Koki dan asistennya biasa memberikan makanan bagi para Kandidat.

Ketika Tian melihat kesana, dia juga tertegun.

Sebuah hollogram terlihat seperti berkedip disana dan seakan-seakan sebentar lagi muncul ditempat itu.

Melihat Gaju dan Tian memandang ke arah belakangnya, Adel dengan cepat memutar tubuh dan kursinya.

Mereka bertiga, bukan, semua kandidat yang ada di Kantin, kali ini sudah memusatkan perhatiannya ke sosok hollogram yang kini sudah terbentuk sempurna di tempat itu.

Sang Professor.

Professor tertawa kecil sambil terlihat merapikan rambutnya yang acak-acakan. Sebuah usaha yang sia-sia, karena tetap saja dirinya terlihat berantakan.

Professor terlihat memakai baju taktis yang sering digunakan saat para tentara sedang bertugas di lapangan. Baju taktis dengan motif camouflage yang merupakan kombinasi hijau tua dan muda.

"Bagaimana penampilanku?" tanya sang Professor sembari menampilkan baju taktisnya.

"Aku akui kalau diriku tak terlalu bagus dengan pakaian ini. Tapi aku yakin pakaian seperti ini akan cocok sekali untuk kalian," lanjutnya masih dengan nada bercanda.

Semua Kandidat terlihat tegang ketika mendengarkan kata-kata si Professor. Meskipun dia mengucapkan semuanya dengan nada bercanda, tapi nyawa para Kandidat berada dalam genggamannya.

Gaju dengan tenang memperhatikan si Professor keparat itu. Dia sama sekali tak terlihat menunjukkan rasa apa pun kepada orang tua yang terlihat berdandan nyentrik itu. Tapi hanya Gaju yang tahu betapa dalamnya rasa benci yang dia miliki kepada si Professor.

Sedari awal, Gaju tahu kalau Tahap Ketiga tak akan semudah dan sesederhana Tahap Kedua dimana para Kandidat dibiarkan untuk melatih diri mereka secara mandiri.

Apalagi ketika Pulau sudah secara terang-terangan memaksa para Kandidat saling menghabisi dan membunuh satu sama lain.

Kalau mereka kembali kepada program yang sama seperti Tahap Kedua, itu artinya seperti menyuruh seorang murid SMA mengerjakan soal untuk anak SMP.

Hal itu tak sejalan dengan tujuan awal Pulau untuk menciptakan mesin pembunuh terbaiknya.

"Oke. Oke. Aku tahu kalian semua sangat mencintaiku," lanjut sang Professor yang candaannya terdengar garing dan tak digubris oleh para Kandidat.

"Aku juga mencintai kalian semua. Kalian adalah anak-anakku," kata Si Professor sambil menunjukkan ekspresi terharu.

"Cuih.. Mana ada orang tua yang menyuruh anak-anaknya saling membunuh!!" teriak salah satu Kandidat.

Professor menoleh ke bocah itu.

"Darimana kau tahu apa yang orang tua harus lakukan untuk anaknya?" tanya Professor ke Adel, bocah yang barusan menghinanya.

"Aku membacanya dalam sebuah buku. Orang tua akan selalu menyayangi anaknya. Dia akan melindungi anak-anaknya. Dia akan berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dan kau bukan orang tua kami!!" teriak Adel.

Gaju tanpa sadar memegang tangan Adel untuk menenangkan dia. Tian hanya melirik saja tapi tak berkomentar apa-apa.

Adel terdiam dengan napas terengah-engah. Dia merasa benci sekali ketika Professor mengatakan bahwa dia adalah orang tua mereka.

Adel tanpa sengaja pernah menemukan sebuah buku lama tentang itu dan ketika dia membacanya, dia tahu dan mengenal konsep orang tua dan keluarga. Sesuatu yang tak pernah diajarkan di Pulau.

Sejak saat itu, Adel gemar sekali membaca buku tentang manusia, tentang anatomi tubuh, tentang biologi dan semua yang berkaitan dengan manusia sebagai mahluk.

Lama kelamaan Adel menjadi tertarik dengan konsep genetika dan betapa menakjubkannya proses penurunan sifat genetik dari orang tua ke anak-anaknya. Dua individu yang berbeda lalu bersatu dan berbagi sifat genetik mereka untuk diturunkan kepada generasi berikutnya. Generasi penerus yang akan memiliki sifat genetik gabungan antara sang Ayah dan Ibu.

Bukti nyata penyatuan antara kedua orang tuanya. Sebuah hasil asimilasi sempurna antara dua individu yang berbeda lalu akan membawa sifat genetiknya yang unik. Tak lagi murni seperti milik sang Ayah atau sang Ibu.

Anak, merupakan bukti nyata dari kasih sayang antara kedua orang tuanya.

Sebuah keajaiban yang paling indah di mata Adel.

Sejak itulah Adel tanpa sadar mulai memilih Kandidat terbaik yang akan dia ajak berasimilasi. Dan saat itu juga Tian mendapatkan pesaing terberatnya, karena Gaju lah yang menjadi pilihan terbaik untuk Adel demi impiannya mendapatkan anak-anak yang sesuai dengan keinginannya.

Itu semua yang menyebabkan Adel tidak terima saat Professor mengklaim dirinya sebagai orang tua bagi para Kandidat. Karena Professor, jauh dari bayangan yang Adel miliki tentang sosok itu.

"Apa yang kau baca di buku itu adalah sampah!!" kata sang Professor datar.

"Orang tua memiliki tanggung jawab untuk membuat anaknya menjadi lebih baik. Orang tua juga harus berani bertindak kejam demi mendapatkan penerus dengan sifat genetik yang lebih unggul. Ini namanya seleksi alam. Yang lemah akan mati dan binasa, yang kuat akan terus survive!!"

"Dan sebagai orang tua yang baik. Aku hanya menginginkan yang terbaik dari kalian. Akut tidak membutuhkan anak-anak dengan kualitas sampah. Sama seperti pengertianmu tentang orang tua yang salah kaprah ..." kata Si Professor sambil menatap tajam ke arah Adel.

"... Adel," panggil Si Professor dan sedikit membuat tubuh Adel bergetar.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel