Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 16 Jebakan

Gaju dan timnya bergerak naik ke Gunung. Mereka memang memutuskan untuk makan siang tadi di kaki Gunung.

Setelah beberapa menit, mereka berempat merasakan suatu keganjilan di sekeliling mereka. Tak ada suara hewan kecil terdengar atau binatang buas yang menghadang mereka. Seolah-olah Hutan di sekitar mereka hanya berisi flora tanpa fauna.

Mereka yang diajari prinsip survival sedari kecil, tentu sadar ada sesuatu yang salah dengan keheningan yang sekarang ada di depan mereka.

Keheningan di alam liar berarti tanda bahaya.

Semua orang yang mempelajari trik survival di alam bebas tahu hal itu.

"Aju, scout di depan," kata Adel.

Aju menganggukkan kepalanya.

Bahkan bagi seorang fighter seperti dia, kondisi alam tak biasa seperti ini membuat seluruh tubuhnya menjerit memberi peringatan akan adanya tanda bahaya. Karena itu, dia tak bertanya sama sekali dengan perintah Adel.

Aju berlari dengan cepat dan menjaga jarak 20 meter di depan Adel dan Tian.

Gaju juga memperlambat laju larinya dan memposisikan dirinya di belakang. Bertindak sebagai back shield bagi dua strategist yang memiliki kelemahan dalam close combat fighting dibandingkan Gaju dan Aju.

Mereka berempat bergerak dalam formasi itu diantara rindangnya pepohonan dan trek tanah yang mendaki.

Perdu dan semak tak lagi banyak ditemui di lereng gunung yang lumayan terjal ini. Hanya pepohonan rindang yang menghalangi jalan dan pandangan mereka.

Setelah bergerak hampir setengah jam, Aju yang menjadi scout di depan, mengangkat tangannya yang terkepal, tanda bagi rekan-rekannya untuk berhenti bergerak.

Dengan cepat, Tian dan Adel memanjat pohon di dekat mereka dan berdiri di atas dahan.

Aju kembali dan mendekat ke arah mereka bertiga.

"Aku melihat clearing beberapa puluh meter di depan. Bau darah tercium kuat. Ada beberapa patahan dahan di sana. Kurasa bekas pertarungan," kata Aju dengan muka serius.

Hilang sudah karakter keseharian Aju yang terlihat mesum dan tak bertanggung jawab. Dia berubah menjadi sosok fighter yang dapat diandalkan.

"Aku akan mendekat dan melakukan investigasi. Kalian tunggu disini," kata Aju.

Tapi saat Aju memutar badannya, Gaju melesat lebih dulu.

"Kau tunggu disini dan lindungi mereka berdua," kata Gaju dengan suara pelan tapi bernada tegas.

Aju terpaku di tempatnya.

Mereka bertiga hanya melihat sekelebat bayangan Gaju dan tak lama kemudian sosoknya menghilang.

"Tian, kamu yakin akan membiarkan Gaju melakukan scouting?" bisik Adel.

"Humph. Kamu tak mengenal Gaju-ku," jawab Tian pelan.

Aju dan Adel hanya berpandangan mata dan terdiam.

Gaju sudah berdiri di atas sebuah pohon yang berada di dekat clearing.

Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling clearing itu dan bergumam dalam hati, "Tempat ini memenuhi kriteria untuk basecamp permanen."

Gaju lalu memeriksa bekas pertarungan yang ada di bawah sana.

Gaju sedikit mengrenyitkan dahi.

"Ular Daun, Harimau Pohon, Serigala Angin..."

Jejak tapak ditanah, sisa sisik, bulu-bulu yang berceceran, semua itu memberikan petunjuk bagi Gaju yang dapat dengan mudah memberitahu identitas binatang buas yang terlibat pertarungan sengit di tempat ini.

Pandangan mata Gaju lalu beralih ke jejak darah yang menuju ke arah tebing yang ada di sebelah atas.

"Hmmm?"

"Goa? Tempat tersembunyi?"

Gaju lalu berniat meloncat turun dan memeriksa ke arah kemana jejak darah itu menuju. Tapi tiba-tiba saja, tubuh Gaju bergetar dan dia urung melakukannya.

"Ada yang salah," gumam Gaju.

Gaju lalu memperhatikan lagi semua detail dan jejak yang tersisa dari pertarungan yang ada di bawah sana.

Gaju memaksa otaknya untuk bekerja penuh. Gaju juga menggunakan semua kemampuan photographic memory-nya untuk menganalisa semua sisa petunjuk yang ada.

"Ada yang salah," Gaju menggumamkan kalimat yang sama berulang-ulang.

Lalu tiba-tiba, tubuh Gaju bergetar hebat.

"Semua binatang itu tidak saling menyerang. Mereka bekerjasama untuk melawan seorang musuh."

Gaju dengan teliti kembali memeriksa petunjuk yang tersisa dari pertarungan di bawah sana entah untuk yang keberapa kali.

Setelah beberapa menit, Gaju terkejut, dia menemukan jejak seekor binatang yang tak tersimpan dalam memorinya.

"Seekor singa."

"Singa Surai Hitam?"

"Tidak."

"Kalau hanya seekor Singa Surai Hitam, tak mungkin Harimau Pohon dan Ular Daun bersama-sama melawannya."

"Jejaknya juga berbeda dengan si Singa itu."

"Jejak kakinya ringan, jauh lebih ringan."

"Agility?"

"Tubuh yang lebih kecil?"

"Tidak."

"Keempat kakinya lebih jauh jaraknya dibanding Singa Surai Hitam."

"Tubuhnya seukuran Harimau Pohon."

"Bertubuh besar tetapi jejaknya lebih dangkal dibandingkan hewan dengan ukuran tubuh yang sama?"

"Gaju..."

"Gunakan otakmu!!"

Gaju mulai berkeringat dan terus menganalisa semuanya di dalam kepala kecilnya.

"Sayap!!"

"Hewan ini bersayap dan memiliki badan singa!!"

Saat itulah keringat dingin terasa keluar dari punggung Gaju.

"Sial!!"

"Ini jebakan!!"

Tanpa berpikir dua kali, Gaju melesat meninggalkan tempatnya dan kembali menuju ke tempat rekan-rekannya menunggu.

Hanya ada satu nama yang sekarang memenuhi kepala Gaju.

Creature Level 3, Griffin.

Aju, Adel, dan Tian melihat sebuah bayangan bergerak cepat mendekati mereka.

Mereka tahu kalau sosok itu adalah Gaju. Tapi mereka melihat Gaju dengan tatapan aneh.

Anak ini, tak tahukah dia prinsip scouting?

Bergerak dengan tenang dan tidak memberikan peringatan kepada musuh.

Tapi, gerakan Gaju sekarang terlihat sembrono dan sama sekali tak mempedulikan konsep stealth sama sekali.

"Gaju, kenapa kamu..."

Tian bertanya kepada Gaju tapi belum sempat kalimat Tian selesai, Gaju berteriak dengan raut muka tegang.

"Griffin. Ini jebakan!!"

Muka ketiga rekan Gaju langsung berubah seketika.

Tanpa berpikir panjang, mereka juga melesat mengikuti Gaju dan bergerak menuruni lereng Gunung.

Nun jauh di atas sana, suara teriakan seekor Rajawali terdengar memekakkan telinga.

Mata Rajawali yang sedari tadi mengawasi keempat calon mangsanya yang bergerak di bawah sana memperlihatkan kecerdasan seekor binatang yang melebihi tingkat kecerdasan hewan biasa.

Seolah-olah, dia adalah mahluk yang cerdas.

Griffin, bersama dengan banyak mahluk lain yang dikembangkan secara genetik oleh Pulau, mempunyai rasa benci luar biasa kepada mahluk yang sekarang berlari cepat menuruni Gunung itu.

Griffin memiliki ingatan yang kuat dan melebihi binatang buas biasa.

Mahluk di bawah sana adalah spesies yang sama dengan mahluk yang mengurung dan menyiksanya sejak kecil, memenjarakan dia dalam kerangkeng besi dan memberinya makan yang jauh dari kata cukup.

Griffin juga memiliki memori tentang mahluk di bawahnya itu yang menggunakan benda seperti ranting pohon tetapi memiliki sesuatu yang terasa menyakitkan saat menyentuh tubuhnya.

Griffin memutuskan untuk menjebak mahluk-mahluk itu dan terbang ke angkasa, agar buruannya datang ke clearing tempatnya bertarung tadi, lalu dia akan menghabisinya satu persatu.

"Aaaaaahhhhkkkkk."

Kembali terdengar suara pekikkan yang keras dari kepala Rajawali sang Griffin. Lalu mahluk itu menukik dengan cepat sekali, menuju ke arah keempat buruannya yang mencoba melarikan diri.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel