Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 17 Pertemuan Pertama

Gaju dan ketiga rekannya hanya saling berpandangan mata ketika mendengar dua pekikan Griffin yang berturut-turut terdengar membelah angkasa.

Tak ada keraguan lagi kalau analisa Gaju salah. Mereka mendengar sendiri suara sang Griffin.

Keempat orang itu dengan cepat melesat menuruni lereng Gunung tanpa formasi dan tanpa memperhatikan lagi tentang pergerakan mereka.

Hanya ada satu kata dalam kepala mereka.

Lari.

Mereka sadar sepenuhnya bahwa peluang untuk bertahan hidup melawan Griffin sangatlah minim. Kemungkinan menang dan membantai sang Griffin?

Nol.

Mereka memang sudah dididik menjadi prajurit terlatih sejak dini, tapi bukan berarti mereka tumbuh menjadi prajurit bodoh yang percaya kalau mereka adalah petarung tak terkalahkan.

Mereka tahu kapasitas tempur dan kemampuan bertarung mereka masing-masing. Justru karena itu mereka memutuskan untuk melarikan diri tanpa berpikir panjang.

Tapi,

Kenyataan tak selalu berjalan sesuai harapan semua orang.

Tak sampai hitungan 5 detik, sebuah bayangan besar mahluk bersayap melesat diatas mereka.

Booooommmmmm.

Pohon dan bebatuan yang ada di depan mereka hancur berantakan. Debu, serpihan kayu, dan dedaunan berhamburan ke segala arah.

Mereka berempat menghentikan laju lari mereka dan memasang kuda-kuda siaga.

Sang Griffin datang dan menghadang di depan jalan mereka.

Saat itulah, Gaju dan ketiga rekannya melihat sosok itu untuk pertama kalinya.

Seekor mahluk yang memiliki tubuh berkaki empat, memiliki badan singa dan kepala Rajawali.

Tak seperti gambaran dalam cerita mitos, sang Griffin tak mempunyai dua kaki depan Rajawali dan dua kaki belakang Singa, tapi Griffin yang berada di depan mereka saat ini mempunyai empat kaki Singa di bagian bawah tubuhnya.

Kepalanya adalah kepala Rajawali yang memiliki bulu layaknya burung sampai ke leher bawah. Dia memiliki paruh yang runcing, tajam, sedikit melengkung ke bawah, dan sesuai untuk digunakan mencabik mangsanya.

Sayapnya adalah sayap burung dengan bentangan lebih dari 4 meter, dengan bulu-bulu yang terlihat berkilauan ketika terkena sinar matahari.

Badannya sama seperti singa biasa, tak ada yang istimewa selain ukuran tubuhnya yang sedikit lebih besar, tanpa surai, dengan ekor yang terlihat bergerak memberikan keseimbangan saat dibutuhkan.

Tapi.

Ada sesuatu yang membuat Gaju merasakan bulu kuduknya berdiri ketika melihat Griffin yang berdiri di depan mereka.

Tatapan matanya.

Dari tatapan mata Griffin, Gaju tahu kalau hewan itu, lebih tepatnya, mahluk itu, punya tingkat kecerdasan yang lebih dari hewan biasa. Griffin yang ada di depan mereka mungkin tak bisa lagi dikatakan sebagai 'hewan', dia mahluk yang memiliki tingkat kecerdasan seperti manusia, dan bahkan memiliki emosi.

Hal itu membuat Griffin menjadi musuh yang jauh lebih berbahaya daripada binatang buas biasa yang hanya mengandalkan insting.

Gaju tahu kalau sekarang dia sedang menghadapi krisis terbesar dalam hidupnya.

Aju, Adel, dan Tian merasakan hal yang tak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh Gaju. Mereka hanya diam dan memperhatikan sang Griffin dengan raut muka tegang dan ketakutan.

Gaju mengeluarkan 6 jarumnya, tiga di tangan kanan dan tiga di tangan kiri. Dia tak akan menyerah tanpa bertarung. Dia punya kewajiban untuk mempertahankan dirinya.

Gaju lalu berjalan pelan dan maju ke depan. Langkah kakinya terlihat tegas dan tanpa ragu.

Aju melihat Gaju dan tersenyum.

"Ya, setidaknya kita tewas setelah mencoba," kata Aju pelan, seolah-olah hanya untuk dirinya sendiri.

Aju lalu mengeluarkan dua buah benda yang bentuknya sedikit unik. Sebuah pisau kecil melengkung dan ujung gagangnya berbentuk cincin. Bilah tajamnya ada di sisi depan yang melengkung ke dalam, menyerupai sebuah cakar harimau.

Gaju melirik ke benda di tangan Aju dan dengan cepat sebuah nama muncul di memory-nya. Nama sebuah senjata khas para petarung jarak dekat dari kawasan Asia Tenggara.

Karambit.

"Jadi itu yang kamu buat beberapa hari lalu di Workshop?" tanya Gaju.

"Iya. Ini namanya Karambit, senjata andalan para petarung dengan aliran pencak silat. Aku suka beladiri dan silat menjadi favoritku," jawab Si Keling.

Si Keling yang sekarang sudah berdiri di sebelah Gaju lalu memasang kuda-kuda rendahnya dengan Karambit di kedua tangannya.

Gaju terdiam, semua orang memiliki jalannya masing-masing.

Adel dan Tian hanya memperhatikan soulmate mereka yang sekarang berada di depan mereka.

Sebagai strategist, selama ini mereka berdua tak pernah memikirkan bagaimana atau apa yang akan mereka lakukan dalam situasi close combat seperti ini.

Mereka selalu beranggapan bahwa tugas mereka adalah melakukan analisa dan para fighter yang akan melakukan sisanya. Tapi kini, mereka tahu kalau anggapan mereka salah besar.

Tak selamanya mereka dapat selalu mengandalkan para fighter untuk melindungi mereka. Basic combat training yang mereka dapatkan mungkin dapat menyelamatkan mereka dari musuh yang tak terlalu kuat.

Tapi, saat menghadapi krisis sebenarnya seperti sekarang ini, mereka tak dapat melakukan apa-apa dan hanya bisa menggantungkan nasibnya kepada dua orang yang sekarang berdiri di depan mereka.

Adel dan Tian sadar, jika setelah ini mereka berhasil survive, mereka harus menemukan gaya bertarung masing-masing bagi diri mereka sendiri.

Harus.

Griffin melihat keempat mangsa di depannya dengan tatapan mencibir dan merendahkan.

Apa yang bisa kalian lakukan di depan kekuatan mutlak milikku?

Mungkin seperti itu pesan yang ingin disampaikan sang Griffin kepada Gaju dan rekan-rekannya.

Gaju tersenyum pahit ketika melihat tatapan sang Griffin. Dia mengatupkan rahangnya lalu bergerak maju.

"Aaaahhhhhhkkkkk."

Melihat salah satu mangsanya berinisiatif menyerangnya, Griffin mengepakkan sayapnya dan mengangkat paruhnya ke atas.

"Tian, jangan kehilangan fokus, tetap analisa!" teriak Gaju sambil meloncat ke arah Griffin dan mengayunkan tangan kirinya untuk melempar salah satu jarumnya.

Aju yang melihat Gaju maju menyerang, juga bergerak ke depan dan berniat membantu Gaju.

Sebuah pemandangan luar biasa terlihat sore itu.

Di tengah Hutan yang penuh dengan pepohonan lebat dan rindang, dua orang remaja terlihat menyerang dan menghadapi seekor mahluk mitos yang bernama Griffin.

=====

"Urghhhhh," Gaju terlempar ke belakang dan memuntahkan darah dari mulutnya.

Aju terkapar tak sadarkan diri di bawah sebuah pohon.

Sia-sia.

Semua serangan yang dia lakukan hanyalah sebuah kesia-siaan di depan dominasi sang mahluk mitos.

Jarumnya terpental ketika mengenai bulu dan sayap milik sang Griffin. Bulu burung yang ada di kepala dan leher mahluk itu bukan bulu biasa, bahkan jarumnya sendiri yang terbuat dari campuran logam terkuat yang bisa dia hasilkan dari Workshop milik Komplek seolah tak berguna di depan Griffin.

Sama halnya dengan Karambit Aju, Aju hanya bisa melukai beberapa bagian tubuh singa milik Griffin, tapi sama sekali tak memberikan luka yang fatal bagi mahluk itu. Hanya luka goresan yang tak berarti.

Aju bahkan pingsan tak sadarkan diri setelah terkena hantaman sayap Griffin ketika tadi bertukar serangan dengan mahluk itu.

Kini hanya tinggal Gaju yang terluka disana-sini dan baru saja memuntahkan darah yang berdiri di hadapan creature level 3 ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel