Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Sekolah Perawat

Mayang terkejut sebentar tapi kemudian mengangguk, merasa sulit untuk menolak permintaan Valdi.

“Boleh, Om,” jawabnya.

Mereka duduk di ruang keluarga yang bersebelahan dengan kamar mereka. Valdi menyalakan TV, memilih sebuah film yang sedang tayang. Mayang duduk di lantai, agak jauh dari sofa tempat Valdi duduk, merasa agak canggung untuk duduk di dekatnya.

Namun, Valdi segera menarik pergelangan tangan Mayang dengan lembut, membuatnya terkejut.

“Duduk di sini, Mayang. jangan di lantai,” katanya sambil menepuk sofa di sampingnya.

Mayang ragu sejenak, tapi kemudian mengikuti arahannya dan duduk di sebelah Valdi. Dia mencuri-curi pandang ke arah Valdi, menyadari bahwa pria itu memang gagah dan tampan. Wajahnya tegas, rahangnya kuat, dengan sorot mata yang tajam namun lembut.

Om Valdi seganteng ini kenapa diceraikan istrinya ya? pikir Mayang, sedikit penasaran. Aroma pheromone yang samar tapi kuat mulai tercium olehnya, membuat perasaannya sedikit bergetar. Ada sesuatu dalam aroma itu yang membuatnya merasa hangat, nyaman, dan… lebih dekat dengan Valdi.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan sebelum Valdi membuka pembicaraan.

“Mayang, kalau ada kesempatan, kamu pengen melanjutkan sekolah ke mana?” tanyanya tiba-tiba, suaranya terdengar penuh perhatian.

Mayang terdiam, merasa pertanyaan itu berat. Dia menggigit bibirnya, berpikir sejenak sebelum menjawab.

“Aku… nggak tahu, Om. Waktu SMA aja aku nggak pernah kepikiran buat lanjut sekolah. Biayanya besar,” katanya jujur, suaranya terdengar rendah.

Valdi menatapnya, mencoba memahami. “Tapi, di dalam hati kecil kamu, pasti ada keinginan, kan?” rayunya pelan, mencoba menggali lebih dalam.

Mayang tampak ragu-ragu, merasa tidak nyaman untuk langsung berbagi impiannya.

“Ya… mungkin ada, Om. Tapi… aku nggak yakin, itu cuma keinginan aja,” jawabnya dengan hati-hati, mencoba menahan dirinya agar tidak terlalu terbuka.

Valdi mendekat sedikit, membuat Mayang bisa mencium aroma lembut dari tubuhnya yang semakin memabukkan.

“Coba cerita, Mayang. Apa yang sebenarnya kamu pengen? Om ingin tahu, jangan ragu untuk cerita ke Om,” desaknya lembut sambil mengangkat alisnya, penasaran.

Mayang akhirnya menghela napas pelan, merasa ada dorongan untuk berbicara.

“Pernah kepikiran sih pengen masuk akademi keperawatan, Om,” ujarnya dengan suara nyaris berbisik, seolah takut impian itu akan hilang jika diucapkan terlalu keras.

Valdi tersenyum lebar, merasa bahwa inilah saat yang tepat.

“Mayang, kalau kamu mau, Om bisa bantu kamu masuk ke akademi keperawatan. Om yang tanggung semua biayanya,” katanya tanpa ragu.

Mayang terkejut, menatap Valdi dengan mata lebar.

“Om… itu terlalu merepotkan. Aku nggak bisa nerima bantuan sebesar itu,” jawabnya, suaranya terdengar gugup.

Valdi menghela napas, tetap tenang. “Ah, enggak kok, santai aja, mau ya?” ujarnya dengan nada perhatian.

“Tapi, Om… aku nggak bermaksud nolak kebaikan Om. Aku cuma merasa ini terlalu berat… Aku nggak mau merepotkan Om,” katanya dengan suara rendah, merasa bingung dan bimbang.

Valdi menatapnya dalam-dalam. “Mayang, Om nggak merasa direpotkan. Om ingin kamu punya keahlian tambahan. Kalau kamu tetap di sini tanpa melakukan apa-apa, itu sama saja Om menyia-nyiakan waktu kamu. Tapi kalau kamu nggak mau, lebih baik kamu pulang saja,” katanya tegas.

Mayang terdiam, merasakan dorongan yang kuat dalam hati Valdi. Ada sesuatu dalam kata-katanya yang menyentuh hatinya. Ia tahu Valdi benar-benar tulus ingin membantunya, tapi menerima bantuan sebesar itu terasa berat. Kenapa Om Valdi sebaik ini?… Kenapa dia begitu peduli? Atau ada maksud lain di balik semua ini? pikirnya, merasa campur aduk.

“Om… kenapa Om baik sekali sama aku?” tanya Mayang akhirnya, dengan suara pelan dan bingung. “Aku takut kalau aku menerimanya, aku nggak bisa membalas kebaikan Om.”

Valdi tersenyum lembut, sedikit tersentuh dengan kejujuran Mayang.

“Mayang, untuk wanita secantik kamu, sayang sekali kalau cuma tamatan SMA. Lagipula, ibu kamu udah nggak ada, kan? Jadi sekarang, Om rasa ini tanggung jawab Om buat bimbing kamu,” jawabnya tulus sambil menggenggam tangan Mayang dengan lembut.

Mayang menundukkan kepalanya, pipinya merona, lalu menatap Valdi dengan malu-malu.

“Makasih ya, Om, aku coba sebaik mungkin nggak ngecewain Om,” ujarnya pelan, suaranya penuh kehangatan dan rasa terima kasih yang mendalam.

Saat itu, Valdi menyadari betapa dekatnya mereka. Jarak antara mereka hampir tidak ada lagi. Dia bisa merasakan napas Mayang yang hangat di wajahnya, dan mata mereka bertemu dalam pandangan yang intens.

“Mayang…” bisiknya, suaranya nyaris bergetar.

Mayang mengangkat matanya, mata beningnya berkilauan di bawah cahaya lampu yang redup. Jantungnya berdegup kencang, hampir tak terkontrol. Dia bisa merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.

“Iya, Om…?” jawabnya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.

Valdi menatapnya dengan dalam, perlahan mendekat, matanya tetap terpaku pada bibir Mayang yang sedikit terbuka.

“Kamu... kamu cantik sekali, Mayang,” kata Valdi dengan suara serak, jarak di antara mereka semakin dekat, dan aroma pheromone yang semakin kuat memenuhi udara di antara mereka.

Mayang merasa tubuhnya memanas, napasnya semakin berat. Ada sesuatu dalam sorot mata Valdi yang membuatnya terpaku, tak mampu bergerak, bahkan ketika wajah pria itu semakin mendekat. Di detik terakhir sebelum bibir mereka bertemu, dia merasakan desakan yang mendebarkan di dalam dadanya, seolah-olah waktu berhenti.

Rasa gugup dan getaran di hatinya membuat Mayang tak bisa menahan kebaperannya. Dengan perlahan, dia menundukkan kepalanya, menghindari pandangan Valdi, dan tanpa sadar menyandarkan kepalanya di dada pria itu. Detak jantung Valdi yang keras terdengar jelas di telinganya, seirama dengan jantungnya yang berdetak semakin cepat.

Tanpa berkata-kata, mereka meresapi momen ini. Keheningan di antara mereka begitu dalam, hanya diiringi oleh suara napas yang saling bersahutan. Perlahan, Valdi merangkul Mayang, merasakan kehangatan tubuh gadis itu di pelukannya, tangannya yang besar menyelimuti punggung Mayang dengan lembut.

Mayang memejamkan mata, merasakan kenyamanan yang aneh namun hangat mengalir di seluruh tubuhnya. Keberadaan Valdi terasa begitu dekat, begitu nyata. Perasaannya semakin kacau, tak tahu harus bagaimana atau apa yang harus dikatakan. Tetapi, dalam pelukan ini, dia merasa aman… dan mungkin sedikit lebih dari itu.

"Perasaan apa ini...?" pikirnya dalam hati. Jantungnya berdebar begitu cepat, lebih cepat dari biasanya. Ada sesuatu yang bergejolak dalam dirinya, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. "Kenapa rasanya aku ingin tetap, di dekatnya…?"

Mayang merasakan desiran hangat di dadanya, seperti sebuah dorongan yang tak bisa ia jelaskan.

"Apakah ini... rasa sayang? Atau cinta? Apa ini yang dirasakan orang lain saat mereka mencintai?"

Semakin lama, perasaan itu makin kuat. Dia mencoba mencari jawaban dalam hatinya, namun yang ia temukan hanyalah keinginan untuk lebih dekat… lebih lama… bersama Valdi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel