# Makan Malam
Jenderal Keenan menatap lurus ke depan. Sesekali dia melihat ke pergelangan tangannya. Sudah hampir petang dan tak ada waktu untuk mencari Laluna.
“Maafkan aku, Luna. Hari ini aku ada urusan penting. Setelah selesai aku pasti akan mencarimu,” batinnya berucap tepat ketika lampu hijau menyala.
Pria itu kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal. Syakilla yang berada di samping mobil Keenan sedikit terpana melihat kecepatan mobil pria tersebut.
“Kencang sekali dia bawa mobil. Tak bisa melihat rambu lalu lintas kah?” kesalnya sambil ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Keenan.
Mobil mereka berpisah tepat di pertigaan jalan menuju ke markas besar dan juga bersimpangan menuju ke rumah Syakilla.
“Syakilla. Nanti malam jangan pergi. Papa ada tamu khusus untuk kamu.”
Baru saja Syakilla menginjakkan ruang utama Aisha mendapat ultimatum dari sang komisaris.
“Memangnya siapa tamu untu Syakilla, Pa. Aku harus bertemu dengan temanku karena kami sudah lama tidak bertemu.”
“Malam ini saja, Killa. Ini penting. Jangan sampai kamu melewatkannya.” Syakilla terdiam.
“O, iya. Apa kamu tadi sudah ke pemakaman Clarissa?” Syakilla mengangguk mendengar pertanyaan papanya.
“Cepat move on, Killa. Sudah beberapa tahun berlalu. Tidak baik kamu terus terbawa peristiwa Clarissa. Usiamu sudah cukup untuk mencari pasangan. Dan kamu tak harus ke luar negeri lagi hanya untuk melarikan perasaanmu tersebut.”
Syakilla menghela napas panjang. “Iya, Pa,” jawabnya sambil berjalan menaiki tangga.
Mungkin betul yang dikatakan oleh papanya tersebut. Orang tua tunggal itu Syakilla acungi jempol karena sudah berhasil menjadi singlet father yang hebat dan keren. Sedang sosok manusia bernama Ibu itu meninggalkannya begitu saja setelah terjadi tragedi bertubi-tubi.
“Dasar manusia tak punya hati!” kecamnya marah.
Di markas besar tepatnya di asrama sosok jenderal itu sudah mulai bersiap. Sehabis mandi pria itu segera mengadakan apel.
“Malam ini kalaian siap siaga. Saya ada urusan penting dengan komisaris. Jaga keamanan markas dan jangan sampai teledor.”
“Siap, laksanakan, Jenderal!”
Serempak prajurit Hyang jemput satu batalion menjawab penuh hormat dan patuh. Jenderal Keenan kemudian membubarkan apel malam tersebut. Pria itu melihat jam dinding dan hampir waktunya dia harus pergi.
Dengan gerakan yang lincah Jenderal Keenan segera menuju ke mobilnya. Tepat ketika ponsel genggamnya menyala. Rupanya kita tampan itu lupa membawa gadgetnya.
“Kemana orang ini? Kenapa teleponku tidak diangkat? Apa dia marah karena tadi aku mematikan ponsel genggamku?”
Laluna merasakan kegelisahan. Entah kenapa perasaannya malam ini tidak enak tentang kekasihnya. Lalu setelah dia gagal menghubungi kekasihnya, gadis muda itu berjalan menuju ke koridor lantai ruang intensif di mana sang nenek dirawat.
Laluna masuk ke dalam ruangan itu dan melihat sang nenek sudah tertidur pulas. Mata Laluna menatap jam dinding rumah sakit.
“Masih jam 7 malam. Apa mungkin jenderal masih sibuk apel? Tapi biasanya dia akan meninggalkan pesan kalau sedang menjalankan tugasnya.” Kembali hatinya berkata.
Berbeda dengan sang jenderal yang sudah memasuki rumah megah Komisaris jenderal tersebut.
“Silakan, Tian. Anda sudah ditunggu baba pak.” Pembantu setengah baya itu menyambut kedatangan Keenan dengan ramah.
“Terima kasih banyak, Bi.” Keenan lantas berjalan menuju ke ruang utama. Di sana terlihat seorang pria setengah tua sudah menunggunya.
“Selamat datang, Keenan. Semoga acara malam ini berjalan lancar.” Belum juga keterkejutan Keenan mendengar apa yang dikatakan pimpinannya tersebut hilang ada sosok lain yang sudah menuruni tangga.
“Kenalkan ini Syakilla. Anak semata wayang ku. Dia akan menemani kita makan malam sambil membicarakan kinerja kami. Syakilla ini baru datang dari luar negeri. Tepatnya di Kanada. Bukan untuk menyelesaikan setuju melainkan berusaha move on.” Spontan Syakilla mencubit lengan papanya.
Komisaris jenderal itu hanya tergelak. Merasakan senang yang luar biasa karena ternyata puteri semata wayangnya itu sudah membaik. Hingga mereka makan malam bersama dan Syakilla terlihat nyaman dengan kedatangan Keenan.
Perempuan itu merasa sangat familiar dengan pria yang ada di meja makannya itu. Dia mencoba mengingat-ingat siapa sebenarnya Keenan. Apa sudah bertemu sebelumnya karena Syakilla merasa tidak asing.
“Apa kita sebelumnya pernah bertemu?” tanyanya sambil menatap Keenan. Saat itu mereka sedang duduk di teras dekat taman rumah.
“Sepertinya belum, Nona Syakilla.”
“Jangan panggil Nona. Panggil saja Syakilla. Akan lebih terdengar akrab bukan?” Jenderal Keenan hanya menatap datar ke arah Syakilla yang tersenyum manis.
“Aku merasa tidak asing dengan kamu. Wajahmu itu sangat familiar. Tapi aku lupa pernah melihat kamu di mana.”
Dengan terang-terangan Syakilla berkata jujur. Namun sepertinya Jemderal Keenan terlihat acuh tak acuh. Saat ini yang ada di dalam pikiran sang jenderal adalah gadis manja yang terkenal dengan kenekatannya.
Pria itu tiba-tiba tersenyum sendiri mengingat betapa menggemaskan nya sosok Laluna. Dia sendiri tak menyangka akan sejatuh cinta ini pada gadis tersebut. Gadis yang dia ketahui bukanlah pasangan kencan buta ya.
Entah apa alasan Laluna menjadi pengganti perempuan yang ada di media sosial tersebut. Bahkan sampai detik ini Jenderal Keenan sudah lupa rupa wanita yang menjadi pasangan kencan butanya.
“Apakah benar jenderal belum punya pasangan? Kata papa jenderal sama sekali tak mau mengenal wanita. Apa gerangan yang terjadi?”
Keenan terhenyak namun pria itu menutupinya dengan sikap cuek nya. Wajah dingin itu yang rupanya membuat Syakilla jatuh hati pada pandangan pertama.
Tanpa menjawab apa yang menjadi kalimat Syakilla, pria itu segera melihat ke pergelangan tangannya.
“Maaf, Nona. Saya harus pamit karena Om ini saya bertugas.” Terdengar kaku pembicaraan mereka karena Keenan masih sangat menghargai sosok Syakilla sebagai anak dari pimpinannya.
Syakilla hanya menghela napas kecewa namun perempuan yang sudah cukup dewasa itu tersenyum lantas mengangguk. Berdiri dan menyalami Keenan sebagai tanda perpisahan.
“Hati-hati bertugas. Selalu siaga dan waspada,” ucapnya memberikan semangat pada Keenan.” Lagi-lagi kita tampan itu hanya terlihat acuh tak acuh.
Tak selang lama Keenan sudah keluar dari kediaman sang komisaris. Pria itu langsung meluncur ke arah rumah sakit. Waktu di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 9 malam.
Dengan kecepatan tinggi Keenan seperti mengejar waktu. Sepuluh menit kurang lebihnya pria itu sudah sampai di perkiraan basement rumah sakit. Berjalan dengan tergesa menuju ke lantai dua di mana ruang intensif yang merawat nenek dari kekasihnya.
Sesampainya pria itu di sana dan membuka pintu, Keenan menemukan Laluna yang sudah tertidur dengan posisi terduduk di hadapan sang nenek. Dengan menggenggam tangan wanita tua tersebut, Laluna terlihat sangat menyedihkan.
“Apa di dunia ini kamu hanya punya nenek kamu, Sayang?” ujarnya bertanya di dalam hati.
Keenan berjalan mendekati sang kekasih lalu mengangkat tubuh itu dan membaringkan di sofa yang sudah disediakan dari pihak rumah sakit.
“Ehhh-hhh!” Tiba-tiba suara Laluna terdengar menggeliat.