Ringkasan
Menyembunyikan identitas yang sebenarnya menjadi gadis miskin, Almaira Laluna malah ketiban kesialan terus menerus. Hanya untuk bersatu dengan sang kekasih Jenderal yang bernama Keenan Ananta dia harus bertaruh nyawa. Bahkan tak bisanya mereka bersatu bukan karena masa lalu melainkan sebuah fakta yang menyakitkan. Apakah itu?
# Markas Besar
“Arghh!”
“Sssttt! Jangan berteriak. Ini aku.” Sosok Laluna mengerjapkan matanya dengan liar dan vmcepat saat melihat ada bayangan seseorang yang sudah menutup bibir tipisnya.
“Jenderal!” Pria tampan dengan postur tubuh tinggi tegap itu mengangguk.
“Kenapa kamu nekat datang ke sini? Bukankah sudah aku bilang kalau mau bertemu kirim pesan dulu. Kita bertemu di luar. Di sini sangat berbahaya!”
Laluna terdiam. Matanya dengan lalang melihat ke sekelilingnya. Seolah dia sedang mengawasi keadaan di situ. Entah perkataan sang jenderal itu dia dengar atau nggak.
“Kamu dengar nggak sich?” Disentak seperti itu gadis yang baru menginjak usia 19 tahun itu mengangguk dengan cepat.
“De-dengar,” jawabnya tergagap membuat sosok pria tampan itu menatap dengan tajam ke arahnya.
Mendapati tatapan yang tajam menikam itu sosok Laluna kemudian menunduk. Ada rasa takut yang saat ini sedang menyelinap di dalam hatinya. Melihat gadis kecilnya itu tertunduk takut sang jenderal kemudian mengusap dengan lembut rambut hitam legam sang gadis.
“Maafkan aku, Sayang. Tidak bermaksud memarahimu. Sudah tahukan resikonya kalau datang ke tempat ini. Nyawa!” Laluna tersentak namun dengan perasaan takut mengangguk.
Sang Jenderal menghembuskan napas panjangnya lalu enarik tubuh kecil dan mungil itu ke dalam pelukannya.
“Rindukah, sampai nekad ke sini?” Laluna mendongak menatap wajah yang teramat dia kagumi itu. Sangat tampan dan mempesona menurut Laluna. Alangkah beruntung dirinya mendapatkan sosok jenderal muda yang usianya terpaut 11 tahun dengan dirinya itu.
“Sayang.”
“Eh, i-iya,” jawabnya terbata.
“Kamu belum menjawab pertanyaanku.” Baru saja Laluna mau membuka bibir tipisnya tiba-tiba terdengar langkah kaki berlaribeberapa orang.
“Ke mana dia? Perasaan tadi aku lihat dia berlari ke sini?”
“Berani sekali dia masuk ke markas besar kita. Apa dia sudah bosan hidup dan menyerahkan nyawanya cuma-cuma di sini!”
Wajah Laluna memucat seketika mendengar dua orang yang sedang berbicara itu. Yang pasti mereka berdua adalah prajurit dan anak buah dari kekasihnya Jenderal tampan yang saat ini sedang memeluknya.
“Kamu cari ke sana, aku akan cari ke wilayah asrama!”
Kedua orang tersebut sepakat lantas mengangguk. Hal itu membuat sosok Laluna ketakutan. Terlihat jelas dari raut wajahnya. Apalagi jantungnya berdebar sangat kencang. Itu dirasakan oleh sang Jenderal. Karena tubuh mereka saat ini saling bersentuhan. Laluna yang berada dalam pelukan kekasihnya seketika dadanya menyentuh dada sang jenderal. Dan hal itu sangat bisa dirasakan detak jantungnya oleh sang kekasih.
Jenderal tampan itu merasakan sesuatu yang sangat berbeda. Debat jantungnya pun gak biasa. Aliran darahnya terasa berbeda dan berdesir membuat tubuh bagian bawahnya terasa hidup.
“Akh, sial! Kenapa di saat yang tidak tepat kamu bangun,” gumamnya yang membuat Laluna menatap ke arah wajahnya. Seketika kedua bibir mereka bertemu dan terpaut.
Entah siapa yang memulai namun sekian detik baik Laluna dan sang Kenderal sudah saling mengulum dan melumat. Bahkan kalau tidak terdengar suara berisik dari beberapa prajurit yang sedang mencari keberadaan Laluna mungkin kedua orang berlainan jenis itu bisa kebablasan.
“Kamu di sini dulu. Ini tempatnya gelap. Takutnya mereka ada yang memeriksa ke sini. Aku akan keluar untuk mengalihkan perhatian mereka. Dan kamu harus segera pergi ke kamar aku. Sudah tahukan kamar aku di mana?” Laluna mengangguk patuh aku membiarkan kekasihnya melepaskan pelukan mesra itu. Sang jenderal kemudian keluar dari ruang gelap itu.
“Ada apa? Apa kalian sedang berpatroli?” Suara khasnya yang selalu menjadi candu bagi siapa saja yang mendengarnya membuat beberapa prajurit itu menoleh dan memberikan hormat pada atasannya.
“Markas kita kemasukan seorang penyelundup, Jenderal. Penjaga depan kecolongan karena sedang menjalankan ibadah tadi.”
Sang Jenderal menatap beberapa anak buahnya itu.
“Kumpulkan semua prajurit yang malam ini berjaga kita adakan apel untuk menangkap penyelundup itu!”
“Siap laksanakan, Jenderal!” Kemudian mereka semua segera berlari ke tengah lapangan di susul prajurit dan tentara yang lainnya.
Sedangkan sang jenderal menoleh ke belakang sebentar seolah memberikan kode meskipun suasana itu gelap gulita dan dia gak melihat keberadaan Laluna. Namun Laluna tahu akan kode yang diberikan oleh kekasihnya tersebut. Dengan cepat gadis itu merana-fana ruang di sampingnya lantas berjalan seperti orang buta. Hingga akhirnya dia menemukan sebuah kamar asrama yang dirasa itu kamar sang jenderal.
Suasana gelap itu membuat Laluna mengalami kesulitan untuk masuk ke dalam kamar tersebut. Tangannya meraba pegangan pintu yang tak terlihat. Namun dia segera menarik napas lega manakala sudah menemukan handuk pintu tersebut.
“Syukurlah. Akhirnya aku menemukan kamarnya,” batinnya berucap lantas membuka pintu kamar tersebut.
Setelah terbuka Laluna segera melangkahkan kakinya. Tersandung benda yang ada di bawah lantai. Rupanya gadis itu melupakan sesuatu. Bahwa dirinya memiliki senter dan juga ponsel genggam yang berada di tas kecilnya. Seharusnya itu bisa digunakan untuk penerangan.
Namun gadis itu mengabaikan benda-benda tersebut.
Sesaat terdengar suara kekasihnya memberikan perintah pada semua anak buahnya. Terdengar hening setelah kegaduhan beberapa saat tersebut.
Laluna mencoba membaringkan tubuhnya di ranjang yang ada di kamar itu. Mencoba melepaskan lelah dan penat karena berlari menerobos penjagaan ketat para tentara tersebut.
Ceklek!
Alangkah kagetnya Laluna saat mendengar suara pintu terbuka. Dan dia tahu betul yang datang bukanlah kekasihnya, sang jenderal. Dengan cepat gadis kecil itu memerosotkan tubuhnya untuk bersembunyi di kolong tempat tidur tepat ketika sang pemilik kamar asrama itu enyak akan lampu.
Tap!
Terlihat jelas seisi ruangan tersebut. Dan benar saja insting dari Laluna. Ruangan tersebut bukan milik kekasihnya, sang jenderal.
“Aduh! Benarkan aku bilang! Ini bukan kamar jenderal. Aku salah masuk. Bagaimana ini?” tanyanya di dalam hati. Tentu saja dengan perasaan panik.
Dia bersembunyi dengan posisi tubuh tertenglungkup.
Tok! Tok!
“Kapten Tan! Ini saya, Jenderal!”
Dengan cepat pintu kamar itu sudah terbuka.
“Jenderal! Ada apa kok sampai ke kamar saya. Apakah penyelundup itu sudah bisa ditangkap?”
Ada gelengan berat dari kepala sang jenderal.
“Belum. Aku rasa penyelundup itu sudah kabur keluar dari markas kita. Kita kecolongan dan ceroboh kali ini. Aku harap ini tidak sampai ke atasan.”
“Siap, Jenderal! Anda jangan khawatir. Kami akan menjaga rahasia ini!” Sang jenderal mengangguk sambil mengedarkan pandangan. Seolah sedang mencari sesuatu.
Hal itu gak luput dari pengamatan sang kapten. Namun sebagai bawahan pria berkasta kapten tersebut tak berani menanyakan hal tersebut.
“Istirahatlah. Nanti jam 2 back up!”
“Siap, Jenderal!” Kemudian sang jenderal meninggalkan kamar tersebut. Sesekali masih menoleh ke belakang seakan mencari sesuatu.
Namun kapten Tan sudah merasakan kantuk yang hebat sehingga pria itu segera menutup pintu dan menjatuhkan tubuhnya ke pembaringan. Kesempatan itu digunakan oleh Laluna untuk keluar dari kamar tersebut.
DUG!
“Aduh!” ringis Laluna merasakan kesakitan karena kepalanya ke jedot pintu. Seketika itu Kapten Tan terbangun dan menyalakan lampu.