BAB. 3 Berdebat
Bidadari apa maksud Anda, Gilbert? Seru Bude Rani, bingung.
"Itu Bude, siapa dia?" Gilbert menunjuk ke arah Gretcheel yang sedang sibuk.
"Oalah, Den. Itu, Gretcheel bukan bidadari tapi gadis yang cantik dan baik hati," jawab, Bu Rani.
"Oh, namanya Gretcheel, hhmmm nice girl," ujarnya dalam hati.
"Den Gilbert pesan yang biasa kan? Iya Bude, tapi saya mau dia yang membawakan pesanan saya," ujarnya kepada Bude Rani sambil menunjuk ke arah Wilona.
Bu Rani segera menyiapkan pesanan Gilbert, dua pecel ayam di tambah tahu dan tempe serta sambalnya dipisah.
"Wilona," panggil Bude Rani.
"Iya, Bude" ujarnya.
"Tolong antar kan pesanan ini kepada Den Gilbert, itu yang lagi duduk sambil bermain ponsel." Ujarnya.
Gretcheel pun segera melangkah dengan membawa pesanan Gilbert.
"Permisi, Mas. Ini pesanannya." Sontak Gilbert kaget saat Gretcheel menyapanya sambil tersenyum.
"Wah, sungguh lembut tutur katanya," gumamnya dalam hati.
"Senyumnya sungguh menawan membawa kesejukan di hatiku."
"Oh, iya ... iya, terima kasih, ya!" Ujar Gilbert gugup.
Sejenak ada jeda diantara mereka saat Gretcheel menyusun pesanan Gilbert di atas meja.
Namun setelah itu, Gilbert berujar,
"Boleh kah kita kenalan? Namaku Gilbert Xavier." Ujarnya sambil mengulurkan tangannya.
"Maaf,saya banyak kesibukan. Permisi." Seru Gretcheel buru-buru berlalu dari hadapan pria itu.
Gilbert menatap tangannya yang bergantung kosong di udara.
"What? Dia mengabaikan ku? Seketika Gilbert kesal dengan perlakuan Gretcheel.
Gretcheel buru-buru kebelakang, nafasnya tercekat, dia takut kepada Gilbert yang tiba-tiba saja ingin berkenalan dengannya.Padahal mereka sebelumnya belum pernah bertemu. Gretcheel menjadi ingat nasihat neneknya saat di kampung dulu.
"Jangan mudah percaya kepada orang asing yang baru kenal."
Nasihat neneknya itu, selalu terngiang-ngiang dipikirannya dan akan selalu dia ingat sepanjang hidupnya.
Bude Rani mengetahui ketakutan Gretcheel. Dia lalu menghampiri gadis itu dan menanyakan penyebab dirinya seperti itu.
Gretcheel pun menjelaskan jika pemuda yang sedang makan itu mengajaknya berkenalan.
"Oh dia Gilbert. Pelanggan tetap Bude. Biasanya dia nggak makan disini tapi dibungkus. Namun hari ini, tumben-tumbenan dia memilih makan di tempat. Dia pemuda yang baik, walaupun Nak Gilbert itu, anak orang kaya tetapi dia tidak pernah menyombongkan dirinya, terbukti dia makan di warung lesehan Bude yang sederhana ini."
Gretcheel mendengarkan semua penjelasan Bude Rani. Gretcheel juga memberitahukan perihal ketakutannya ini, karena dia ingat nasihat neneknya, sebelum mereka memutuskan untuk merantau agar jangan mudah percaya kepada orang yang baru dikenal.
"Tapi, Bude juga kan baru kenal sama kamu," ujar Bu Rani.
"Sama Bude berbeda, saat pertama saya bertemu Ibu, insting saya berkata jika Ibu adalah orang yang baik," seru, Gretcheel.
Gilbert selesai menyantap pesanannya. Dia lalu berjalan ke arah Bude Rani dan membayarnya.
"Bude, bidadari tadi ke mana?" Ujarnya.
"Maksud Anda, Gretcheel?" Dia pun mengangguk.
"Gretcheel lagi goreng tahu, tuh." Tunjuknya ke arah Gretcheel.
"Bude, saya titip salam ya? Tadi saya ajak kenalan akan tetapi dia malah lari," Gilbert jadi nyengir sendiri, karena usahanya untuk mengajak Gretcheel berkenalan tidak terlaksana.
Namun dia bertekad dalam hati jika dia tidak akan melepas Gretcheel. Gilbert akan terus mengajak Gretcheel berkenalan sampai gadis itu, benar-benar bertekuk lutut di hadapannya.
Karena Gilbert, telah jatuh hati kepada Gretcheel pada pandangan pertama.
Sebulan telah berlalu, mereka merantau di Jakarta. Gretcheel tetap memilih untuk membantu Bude Rani di warung lesehannya.
Berbeda dengan Wilona. Dia lebih memilih tinggal di rumah Bude Rani dan membersihkan rumah.
Karena banyaknya pelanggan baru sejak Gretcheel membantu Bude Rani di warung, membuat sang bude lebih cepat membuka warungnya.
Biasanya, Bude Rani membuka warungnya hanya disaat siang menjelang sore saja. Namun sudah seminggu berlalu Bude Rani membukanya mulai jam sepuluh pagi. Hal itu juga berdampak dengan omset dagangan sang bude yang meningkat pesat.
Seperti pagi ini, keduanya sudah disibukkan untuk mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat pecel ayam.
Setiap subuh Bude Rani bersama Gretcheel berbelanja daging ayam dan bumbu lainnya di pasar.
Saat ini mereka terlihat selesai meracik bahan-bahan untuk membuat pecel ayam. Lalu Bu Rani dan Gretcheel bersiap-siap berganti baju.
Sebelumnya, Bude Rani menasehati Gretcheel agar memakai pakaian yang sopan saat berjualan untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan.
Gretcheel pun mengikuti semua perkataan Bude Rani. Gretcheel selesai berganti pakaian di kamar. Wilona baru saja bangun.
Gretcheel lalu berkata kepada Wilona,
"Na, mau sampai kapan kamu bermalas-malasan seperti ini? Lebih baik kamu bantuin aku dan Bude Rani di warung." Ujarnya.
Wilona langsung menatap dengan tajam ke arah Gretcheel, sambil berkata,
"Apa sih maksud kamu ngomong begitu?"
"Maksudku baik, Na. Biar kamu juga ada pengalaman," ujar, Gretcheel.
"Pengalaman menggoreng ayam gitu? Tanpa diajari aku juga tahu, Cheel! Yang aku butuhkan saat ini adalah pekerjaan! Bukannya menggoreng ayam!" Seru Wilona tak mau kalah.
"Terus, jika kamu kerjaannya tiap hari tidur, apakah kamu akan mendapatkan pekerjaan? Ingat, Na. Kita di sini hanya numpang di rumah Bude Rani, setidaknya kita tahu diri, jangan malah menjadi beban bagi Ibu itu! Kamu juga jangan lupa, apa tujuan awal kita datang ke Jakarta, yaitu untuk merubah nasib kita, untuk merubah jalan hidup kita," ujar Gretcheel panjang lebar.
"Dari awal juga aku nggak setuju kita tinggal di rumah ini!" Seru Wilona, tak suka.
"Lah, kalau kita tidak tinggal di sini, terus di mana kita tinggalnya? Aku jujur saja ya, Na. Tabungan dari nenek itu, untuk menambah biaya kuliah kita nanti. Bukan untuk foya-foya, dan aku harap kamu mau mendengarkan ku kali ini. Satu lagi, kamu juga jangan lupa, jika kamu yang dulu ngotot ingin merantau ke Jakarta. Kami mau jualan dulu, di atas meja ada makanan untukmu." Seru Gretcheel, lalu keluar dari kamar itu.
Setelah berkata seperti itu, Gretcheel pun menuju teras menemui Bude Rani yang sudah menunggunya dari tadi, lalu mereka bersiap-siap mendorong gerobak menuju ujung jalan utama di mana Bude Rani biasa berjualan.
Wilona terdiam dan mengingat semua perkataan Gretcheel, jika dulu ialah yang ngotot untuk ke Jakarta, angan-angannya untuk tinggal di Jakarta terlalu tinggi sehingga saat dia sampai ke Jakarta dan angan-angannya tentang kota Jakarta sungguh berbeda jauh dari kenyataan. Membuat hatinya sedikit kecewa dan memilih untuk tidak melakukan apa pun.
Wilona bertekad dalam hatinya jika dia akan mencari pekerjaan mulai hari ini. Setelah selesai sarapan, Wilona keluar dari rumah dan berjalan-jalan di sekitar rumah Bude Rani.
Sang bude tinggal di pemukiman padat penduduk dan dekat dengan pasar. Banyak orang-orang berseliweran di pasar. Ditambah sinar matahari yang sangat terik membakar kulit Wilona yang putih itu.
Disaat dia hendak menyeberang jalan, tiba-tiba dari arah depan ada motor gede lewat dengan kecepatan tinggi, Wilona berteriak histeris.