Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

HMT 3 - SENYUMAN TESSA

Dua pencuri berhasil diringkus. Polisi mengucapkan terima kasih pada Alex dan memuji aksi heroik pria itu. Tessa tersenyum kagum mendengarnya.

Sambil berdiri bersisian di depan teras, Tessa dan Alex memandangi mobil-mobil polisi melaju pergi meningalkan pelataran.

"Pak Alex, terima kasih atas bantuanmu. Jika kau tidak datang, entah apa yang akan terjadi padaku." Tessa bicara pada Alex setelah mobil-mobil polisi tak lagi kelihatan di ujung jalan.

Alex mengangguk. "Tak masalah. Aku mau kembali ke rumah. Selamat malam," ucapnya pada Tessa, lantas dia segera melenggang pergi menuju rumah sebelah.

Tessa yang masih berdiri di teras memandangi Alex.

Pria itu sempat menatap ke arahnya sebelum kemudian menutup pintu. Tessa memberinya senyuman canggung, dan Alex hanya mengangguk pelan.

Setelah pintu dikunci dari dalam, Tessa berjalan menuju kamar sambil menguap.

Saat melewati ruang tamu, dia menoleh ke arah jendela. Dari sana terlihat balkon rumah Alex.

Namun, sepertinya pria itu sudah kembali tidur. Dia tidak melihat Alex di sana.

Ini memang aneh. Entah mengapa Tessa ingin melihat Alex sebelum dia kembali tidur.

Pria itu menghajar para pencuri dengan gagah perkasa. Sambil berbaring di ranjang, Tessa kepikiran pada Alex dan aksi macho pria itu saat menolongnya.

Tendangan tungkai panjang Alex, tinjunya yang kuat. Bahkan tatapan matanya yang tajam. Tanpa sadar Tessa mengulas senyum mengingatnya.

Paginya saat matahari baru setinggi tombak pasukan Romawi. Tessa dikejutkan saat melihat suaminya di depan pintu rumah.

"Aku dengar ada pencuri. Makanya aku pulang. Aku mencemaskanmu, Sayang."

Tessa yang biasanya bawel hanya diam saja saat Leo merangkum wajahnya dengan cemas. Entah mengapa, hatinya tak begitu senang melihat suaminya pulang.

"Leo, aku baik-baik saja. Tak usah lebay! Mereka hanya pencuri celana dalam. Polisi sudah menangkapnya," ucap Tessa sambil menurunkan lengan Leo dari kedua pipinya.

"Meski begitu, aku tetap saja kuatir. Ah, iya ... Kau bilang Pak Alex yang menolongmu. Di mana dia? Aku harus bilang terima kasih padanya, bukan?" Leo bicara lagi.

Tessa menggeleng tampak bosan. "Aku sudah bilang terima kasih padanya. Kau pergilah bertugas, tak usah menemuinya."

Leo mengernyitkan dahi, heran. "Hei, ada apa ini? Mengapa kau menyuruhku pergi?"

Tessa kelabakan. "Bukan begitu. Tapi kau 'kan sedang bertugas. Nanti bagaimana jika kepala pimpinan mengetahui kau pulang?"

"Tak masalah. Aku sudah meminta izin kok." Leo masih tampak keheranan melihat sikap Tessa yang menurutnya tak biasa.

Ting tong!

Suara bel pintu mengejutkan Leo dan Tessa yang sedang bertatapan di ruang tamu. Keduanya menoleh serempak ke arah pintu.

Alex Spencer?

Mata Tessa membulat penuh melihat siapa yang datang.

Alex dengan t-shirt ketatnya sedang berdiri di depan pintu. Mata Tessa turun pada kotak makanan yang dibawa pria itu.

"Maaf, jika aku mengganggu. Aku bawakan pie buah untuk kalian." Alex tersenyum manis usai bicara seperti itu.

Senyuman Alex yang mengalahkan manisnya rasa pie buah yang dibawanya, nyaris membuat Tessa hilang kesadaran dibuatnya.

"Pak Alex, tak usah repot-repot. Aku sangat berterima kasih padamu. Tessa bilang, kau menghajar para pencuri begitu bringas. Wah, kau jago berkelahi juga ya?"

Leo dengan senyum di wajahnya merangkul bahu Alex, lantas menggiring pria itu masuk rumahnya. Tessa menyambut dengan tersenyum manis. Alex melirik diam-diam.

"Anda terlalu pandai memuji, Pak Kapten. Aku hanya kebetulan lewat saja. Kudengar istri Anda menjerit ada pencuri." Alex bicara dengan santai saat duduk berhadapan dengan Leo di teras samping.

Segelas espresso buatan Tessa menemani ngobrol santai mereka. Leo menepuk bahu Alex sambil tertawa kecil.

Sementara mata Alex melirik pada Tessa diam-diam. Wanita itu sedang memperhatikannya dari balik jendela.

"Kau suka kopinya? Kopi buatan Tessa sangat nikmat dan disukai oleh para tentara di San Alexandria loh!" Leo memicingkan alisnya sambil tersenyum pada Alex.

Pria itu manggut-manggut. "Aku sendiri tidak begitu menyukai kopi. Namun, kopi ini terasa sangat berbeda."

"Itu karena Tessa-ku yang meraciknya. Kau akan menyukai kopi setelah ini ..." Leo tertawa kecil, lantas menyeruput kopinya.

Alex turut tersenyum tipis melihatnya, lantas ekor matanya kembali melirik ke arah jendela diam-diam. Tessa memberinya senyuman termanis.

"Alex, apa kerjaanmu? Kau punya postur yang bagus. Tak tertarikkah menjadi tentara?" Leo bertanya setelah meletakkan cangkir kopinya kembali pada meja. Dia menatap pria di depannya kemudian.

Alex mengecap rasa kopi di bibirnya sebelum menjawab, "Aku seorang pelukis. Menjadi tentara, kurasa aku tidak cocok."

"Mengapa harus merasa cocok? Semua orang bisa menjadi tentara asal ada kemauan. Namun, kau memang lebih cocok menjadi seniman." Leo tersenyum sambil menepuk bahu Alex.

Alex hanya tersenyum tipis menanggapi. Diam-diam dia kembali melirik Tessa. Wanita itu sudah tak ada di balik jendela. Entah kemana dia. Mungkin ke toilet. Mata Alex mencari-cari.

"Aku akan kembali bertugas. Jaga dirimu baik-baik ya? Jika butuh bantuan, kau boleh meminta tolong pada Alex. Kurasa dia bisa diandalkan."

Leo mengusap pipi licin Tessa sambil menatap istrinya dengan lembut. Insident pencuri di rumah membuatnya khawatir pada Tessa. Namun, tugasnya sebagai tentara tak bisa ditunda.

Tessa mengangguk. "Kau jangan cemas. Aku akan baik-baik saja. Pergilah."

Leo tersenyum lega. Dia lantas mengecup kening Tessa, lalu turun ke pipi dan bibirnya.

Cukup lama mereka betciuman. Dari tepi teras balkon, Alex memandangi dengan tatapan geram.

Mobil dinas melaju meningalkan pelataran rumah. Tessa segera memutar tubuhnya hendak masuk rumah. Tak sengaja dia menoleh ke rumah sebelah. Tatapan Alex membuatnya ngeri.

Tak berpikiran buruk, Tessa hanya tersenyum tipis pada Alex lalu masuk rumah.

Pria di teras balkon mengepalkan buku-buku jemarinya. Melihat Tessa dan Leo betciuman begitu mesra, dia tidak suka. Entah apa alasannya. Alex sendiri tidak paham.

"Sayang! Kau di mana?!"

Suara Tracy mengejutkan Alex. Pria itu segera menoleh.

Wanita cantik dalam balutan stelan kantor warna cream tersenyum manis untuknya.

Senyuman itu pernah membuatnya jatuh cinta. Namun, mengapa sekarang terlihat biasa saja. Alex lebih suka senyuman Tessa.

Ya, senyuman Tessa jauh lebih manis dan membuat hatinya bergetar dalam perasaan yang sulit diartikan. Entah apa. Namun, dia menyukainya.

"Sayang, aku pulang cepat hari ini. Bisakah kita keluar untuk makan malam?"

Tracy bergelayut pada tengkuk leher Alex. Dia tersenyum amat manis sambil menyentuh hidung mancung suaminya yang tampan.

Alex yang sedang sibuk dengan cat warna dan kuasnya tampak acuh-acuh saja.

Hal itu membuat Tracy semakin gemas. Segera diraih cat dan kuas dari tangan Alex. Pria itu diam saja saat dia duduk di pangkuannya.

"Alex, aku merindukanmu ...," bisik Tracy dengan manja.

Alex masih bergeming tanpa suara. Hingga saat ciuman Tracy menyapu bibirnya yang kering, dia tak merespons dengan cepat.

Tracy menatapnya heran. Tak biasanya Alex begitu dingin seperti ini. Bahkan, dia tak membalas ciumannya?

"Aku akan bersiap-siap." Alex bicara ke wajah Tracy.

Wanita itu mengangguk dan segera bangkit dari pangkuannya.

Alex dan wajah yang dingin segera melenggang pergi begitu saja. Tracy menatap punggung suaminya dengan perasaan heran.

"Alex ..."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel