Ringkasan
Jatuh cinta bisa terjadi pada siapa saja, tidak terkecuali pada istri orang. Itulah yang terjadi pada Alex Spencer, pria pengangguran yang hidup menumpang pada istrinya, Tracy. Pesona Tessa membuatnya jatuh cinta teramat jauh. Sedang, Tesa merupakan merupakan istri Kapten Pasukan Elit Angkatan Darat Salvador, Leo Wilbowrn. Jika dibandingkan dengan Alex, jelas Leo jauh lebih baik dari segi apapun. Hanya saja, Tessa sering kesepian saat suaminya pergi bertugas. Dan kesempatan itu Alex gunakan untuk menjerat Tessa dalam hasrat liarnya. Mampukah Tessa menahan godaan Birahi yang mulai merasuk jiwanya?
HMT 1 - TETANGGA MACHO
*Suami pulang tugas, istri sedang dicumbui oleh suami tetangga!
***
Kota Salvador Barat berada di dataran tinggi dan dikelilingi pegunungan. Samudera Alexandria turut serta melingkupi kota kecil tersebut.
BMW dinas menepi di pelataran sebuah rumah. Tidak begitu besar atau pun kecil, tapi tampak rapi dan nyaman dari luar.
Pasangan muda keluar dari mobil itu. Leo bergegas membuka bagasi mobil dan mengeluarkan barang yang mereka bawa.
Tessa turut serta membantu suaminya. Sambil melempar senyum manis, keduanya berjalan menuju pintu rumah.
"Waw! Ini lebih baik dari yang aku pikirkan!" Tessa memekik senang saat Leo membuka pintu.
Ruangannya rapi dan bersih. Tessa yang cinta kebersihan tampak menyukai rumah itu.
Leo tersenyum puas melihat Tessa. Wanita itu sedang melihat-lihat isi rumah baru mereka.
"Kau suka rumahnya? Kurasa ini rumah dinas terbaik selama aku menjadi tentara."
Sambil melihat-lihat, Tessa manggut-manggut membenarkan ucapan Leo. "Ya, rumah ini jauh lebih nyaman. Aku menyukainya."
"Syukurlah."
Leo tersenyum senang akan jawaban istrinya. Kemudian dia menyeret koper menuju kamar.
Rumah baru. Ada banyak pekerjaan yang menanti tangan gesit mereka.
"Permisi, Nyonya. Apa Anda tahu di mana rumah Pak Alex Spencer?"
Tessa yang sedang membersihkan teras rumah dibuat terganggu saat seorang pria bertanya padanya.
Mata Tessa menilik penampilan pria itu sejenak. Sepertinya petugas dari jasa ekspedisi, pikirnya.
"Aku tidak kenal dengan orang yang kau maksud. Bahkan, aku baru tiba di kota ini," jawab Tessa.
Pria yang berdiri di depan teras tampak sedikit kecewa. "Baiklah jika begitu. Maaf telah mengganggu Anda."
Tessa hanya mengangguk menanggapi. Wanita itu hendak memutar tubuhnya untuk kembali melakukan pekerjaannya.
"Pak! Aku Alex Spencer!"
Suara teleponable itu mengejutkan Tessa. Dia segera menoleh. Dilihatnya seorang pria seumuran Leo yang memanggil dari tepi balkon rumah sebelah.
"Tuan Alex Spencer?! Aku membawa paket Anda!" seru pria petugas ekspedisi. Wajahnya kelihatan senang.
"Bawalah padaku." Alex menanggapi dari balkon.
Tessa yang masih berdiri di teras rumah, masih memandangi dengan bengong.
Alex Spencer. Pria itu memiliki postur tubuh yang bagus. Wajahnya juga tampan. Tessa menelan ludah kasar melihat otot-otot yang menyembul pada permukaan tubuh atletis Alex yang dibalut oleh t-shir hitam ketat.
Juga gambar tato di pergelangan tangan Alex. Gila! Dia sangat macho seperti aktor film action!
Alex menyadari jika Tessa sedang memperhatikannya. Namun, dia tidak begitu tertarik untuk mengetahui siapa wanita muda itu.
Dengan wajah sinis, Alex memutar tubuhnya masuk ke dalam rumah. Jantung Tessa berdegup kencang saat tatapan pria itu tertuju padanya sebelum berlalu.
"Alamat Anda kurang detail, maafkan jika kami baru bisa mengirim paketnya."
"Tak masalah."
Alex mencetak tanda tangannya setelah menerima paket dari petugas ekspedisi. Diam-diam matanya terangkat ke arah rumah sebelah.
Tessa masih berdiri di sana. Wanita itu berpura-pura membersihkan vas bunga saat pandangan Alex tertuju padanya. Pria itu tersenyum miring melihatnya.
"Terima kasih, Pak!"
"Tak masalah!"
Petugas ekspedisi telah pergi. Alex berjalan menuju pintu rumah sambil membawa paket yang dia terima. Ekor matanya melirik pada wanita muda di rumah sebelah.
Tessa membalas dengan tersenyum ramah. Alex tidak peduli. Dengan acuh dia menutup pintu rumahnya.
"Astaga, sombong sekali dia! Belum tahukah jika suamiku seorang Sergeant militer? Dasar bajingan tengik!" gerutu Tessa.
Sikap dingin Alex membuatnya kesal sekaligus penasaran . Di kota lamanya dia dan Leo amat dihormati. Baru kali ini ada tetangga yang begitu ketus padanya. Tessa tidak terima.
"Siapa yang bajingan tengik?" Leo tiba-tiba keluar sambil menenteng senapan.
Tessa terkejut dibuatnya. "Hei, Sayang. Apa kau mau langsung menembaknya?"
"Menembak siapa?"
Tessa menoleh ke arah rumah di sebelah mereka. Di mana pria sombong itu? Dia tidak melihatnya di mana-mana. Pandangan Tessa mencari-cari Alex.
Melihat gelagat istrinya, Leo menjadi heran. "Apa yang kau cari?"
"Bukan apa-apa. Baiknya kita makan dulu. Kau pasti sudah lapar iya kan?" jawab Tessa disertai senyuman garing. Dia lantas menggiring suaminya masuk ke rumah.
"Ya, aku sudan lapar. Kau masak apa hari ini?" Leo tampak sangat senang. Dirangkul bahu istrinya dengan mesra.
"Aku memasak semua yang kau sukai!" jawab Tessa bersemangat. Tangannya mencubit dagu Leo yang lancip sambil tersenyum senang.
"Wah, benarkah?"
Tessa mengangguk sambil tersenyum menanggapi.
Dari tepi garis jendela, Alex memperhatikan. Pasangan muda yang amat bahagia. Dia jadi iri melihatnya.
["Aku ada meeting penting dengan klien. Aku akan pesan makanan untukmu. Katakan, kau mau makan apa?"]
"Aku tidak lapar."
["T-tapi ... Alex!"]
Pria itu menurunkan ponsel dalam genggaman, lantas dilempar gawai mewah itu pada sofa. Alex menjambak rambutnya tampak frustasi.
Istrinya, Tracy baru saja menelepon. Dia tidak bisa pulang tepat waktu dan menemaninya makan malam. Alex sangat kesal.
Ini bukan kali pertama dia harus makan malam seorang diri. Sejak Tracy naik jabatan di kantornya, mereka jadi jarang bertemu.
Tracy akan pergi sebelum Alex terjaga di pagi hari, dan kembali saat Alex sudah berada dalam pelukan mimpi.
Pernikahan macam apa ini? Sebagai suami dan pasangan yang baru menikah, ini sungguh tidak adil bagi Alex.
Sambil duduk di ruangan khusus, Alex mulai mengotori kanpas putih di depannya.
Sejak sekolah menengah, Alex mulai menyukai seni lukis. Hingga memasuki masa kuliah, fakultas seni yang dipilihnya.
Namun, tak ada penghasilan lebih yang dirinya dapat. Bahkan, keluarga istrinya selalu meremehkan Alex.
Mereka mengatakan, dengan kuas dan cat warna itu, Tracy tidak akan bisa membeli rumah dan mobil.
Mereka ada benarnya juga. Buktinya sekarang, jika Tracy bukan pekerja kantoran, entah bagaimana mereka bisa tinggal di rumah ini dan memiliki dua unit mobil.
'Istri bekerja di luar. Sementara suami hanya duduk sambil menggambar. Apa kau tidak malu makan dari kerja keras istrimu, hah?!'
Ucapan menohok ibu mertua masih sering terngiang di telinga Alex. Dicengkeram gagang kuas dalam genggaman. Entah kapan dirinya bisa menjadi pelukis terkenal seperti Leonardo Davinci.
Dengan skil yang dia miliki, sepertinya itu mustahil.
Alex bukan tipe pria yang mau menumpang hidup pada istri. Namun, mau tidak mau begitulah yang terlihat oleh orang luar.
Bayangkan saja, sudah enam bulan lamanya sejak mereka menikah dan menempati rumah ini, tidak ada satu pun lukisannya yang dibeli orang.
Meski tahu begitu, Alex tetap mengembangkan bakat melukisnya. Hasil karyanya tidak begitu buruk. Hanya saja dia belum memiliki nama dan ketenaran saja.
Sambil merenung, Alex memainkan kuas di tangannya. Sebuah sketsa wajah mulai terlihat pada kanpas putih itu. Namun, imaginya buyar karena kemunculan wajah wanita di benaknya tiba-tiba.
Wajah Tessa.
Ah, dia belum tahu nama wanita muda yang menjadi tetangga barunya itu. Tidak penting juga. Namun, cara Tessa menatap membuatnya sedikit gelisah.
Sementara itu di rumah sebelah.
Tessa dan Leo baru saja selesai makan malam. Tessa mencuci piring, dan Leo merapikan meja makan.
Meski Leo seorang kapten tentara yang biasa hidup keras dan disiplin, dia kelihatan amat manis dan ramah. Terutama pada Tessa.
Meski sudah satu tahun mereka menikah dan belum juga memiliki seorang anak. Leo tidak memasalahkan hal itu.
Anak bisa mereka tunggu sambil mengarungi bahtera pernikahan, bukan? Bagi Leo yang amat mencintai Tessa, kebahagiaan istrinyalah yang terpenting.
"Hari ini tanggal suburku. Bisakah kita bermain?" Sambil membilas piring-piring di depan wastafel, Tessa menoleh pada Leo.
Pria itu sedang duduk sambil merokok. Leo menoleh pada Tessa. Sang istri tersenyum manis menggodanya.
Tak ada yang Leo katakan untuk menimpali ajakan istrinya, dia hanya tersenyum seringai meanggapi.
"Aaahh! Sayang ... terus ..."
"Uuurhhh! Ini keterlaluan, Darling!"
Tessa menggerakkan pinggang kecilnya sambil duduk di atas paha Leo. Rambutnya yang panjang menjuntai-juntai ke bawah menyapu wajah horny suaminya.
Sedang Leo, dia terlentang di bawah kendali Tessa. Kedua tangannya memegang masing-masing sisi pinggul nakal itu.
Sesekali diremas juga kedua bongkahan besar Tessa yang bergetar-getar karena hentakkan kuat siempunya.
Keliaran istrinya membuat Leo amat menggila. Matanya terpejam tak menentu dengan bibir yang terus berdesah menikmati permainan.
"Tesssa, ooh!"
"Sayang ..."
Satu jam berlalu. Percintaan panas itu pun telah usai. Tessa menoleh pada Leo yang sudah terlelap. Bibirnya mengulas senyum gemas sebelum beringsut dari ranjang.
Tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. Tessa ingin ke dapur untuk mengambil air. Namun, saat dia melintas di ruang tamu, tak sengaja dia melihat Alex dari jendela.
Pria itu sedang berdiri di balkon rumahnya. Hanya seorang diri. Apa yang dia lakukan malam-malam begini? Apakah Alex tidak memiliki istri? Sambil berdiri dari tepi garis jendela, Tessa memandangi.
Alex menoleh ke arah rumah Tessa. Wanita di tepi garis jendela dibuat terkejut. Tessa buru-buru menyelinap ke samping. Jangan sampai Alex melihatnya yang sedang mengintai.
Sekilas, Alex melihat bayangan wanita dari kaca jendela rumah Tessa. Bibirnya tersenyum tipis.