HMT 5 - HASRAT MEMBURU
Leo dan Tessa masih asik berdansa. Para tamu mulai membicarakan mereka. Banyak yang mengatakan Tessa dan Leo adalah pasangan yang sempurna. Keduanya memiliki fisik yang sempurna dan berasal dari kasta yang sama pula. Bahkan kemesraan mereka itu membuat banyak orang merasa iri karenanya.
Arnold menenggak gelas winenya. Ocehan para tamu tentang Tessa dan Leo sungguh membuatnya sangat muak. Ingin rasanya dia menghantam wajah-wajah mereka dengan botol wine yang berbaris pada meja di hadapannya.
Leonil Stratan Scoth! Apa hebatnya dia? Bahkan istrinya itu sering melakukan masturbasi. Sudah pasti pria tampan berpostur tinggi itu tak punya kemampuan di atas ranjang. Payah! Arnold kembali menenggak gelas winenya.
"Tuan Scoth, maaf mengganggu. Tuan Willbowrn ingin bicara dengan anda." seorang pelayan laki-laki tiba-tiba menghampiri Leo dan Tessa yang sedang asik berdansa.
"Ah, iya, nanti aku akan menemuinya." Leo tersenyum ramah pada pelayan itu.
Si pelayan sedikit membungkuk lantas pergi.
"Leo, apa ini? Kita baru saja berdansa, dan kamu mau pergi begitu saja?" Tessa menatap geram pada pria di hadapannya itu.
Leo tersenyum gemas melihat wajah kesal Tessa padanya. "Darling, jangan marah-marah begitu. Aku dan Tuan Willbowrn sedang ada proyek besar. Baiklah, aku akan membawa Daddy Arnold untuk menemanimu berdansa. Bagaimana?"
Tessa baru saja ingin menahan Leo agar tidak menemui Arnold. Namun Leo tak mendengarkan Tessa, dia hanya tersenyum dan segera menuju pada Arnold yang sedang mengobrol dengan para tamu.
"Leo, astaga." Tessa mengerang kesal melihat Leo datang kembali bersama Arnold. Dia tak ingin berdansa dengan Arnold. Yang benar saja. Tessa melipat kedua tangannya di bawah dada.
"Tessa, Daddy Arnold akan menemanimu berdansa. Bersenang-senanglah." Leo tersenyum pada Arnold lalu menoleh pada Tessa yang berdiri di hadapannya.
Tessa hanya memalingkan wajahnya dari tatapan buas Arnold akan dirinya. Leo menepuk bahu Arnold, lantas berlalu.
"Aku sudah pegal menunggu kesempatan ini," bisik Arnold sembari mencondongkan wajahnya pada Tessa.
"Berdansalah dengan baik, Dad. Jangan membuatku kesal." Tessa menepis tangan Arnold yang asik menggelitik pinggulnya. Fuck! Mesum sekali pria tua ini, Tessa segera memalingkan wajahnya dari tatapan Arnold.
"Dad?" Tessa memekik kaget saat Arnold merengkuh pinggang rampingnya. Kini tubuhnya menempel sempurna pada Arnold.
"Bagaimana, apakah kamu tetap akan menolakku, Tessa?" bisik Arnold.
"Kamu sudah gila, Dad!" Tessa segera mendorong tubuh Arnold darinya, lantas segera berlalu meninggalkan lantai dansa.
"Wangi sekali," ucap Arnold mengendus telapak tangannya sendiri. Telapak tangan yang telah lancang memegang bokong Tessa barusan.
"Pria tidak waras. Aku heran, kenapa Mommy Clara menikahi pria bejat seperti itu? Dia bahkan meremas bokongku di depan banyak orang. Dasar sinting!" Tessa terus menggerutu sembari duduk pada sofa yang ada di sudut ruangan. Di sana agak sepi, karena kebanyakan tamu berkumpul di tengah ruangan dimana pesta dansa diadakan.
"Maaf, kalau aku membuatmu kesal, Nona Willson."
Tessa hampir tersedak winenya saat melihat Arnold dengan santai duduk di sampingnya. Tessa segera memindai tempat itu guna menemukan Leo. Namun dimana suaminya itu? Leo tak nampak dimana pun. Tessa mulai ketakutan karena Arnold semakin mendekat padanya.
"Kamu mencari Leo? Sayang sekali, suamimu itu telah pergi bersama Tuan Charlie Wade. Katanya mereka ada urusan bisnis di luar." ucapan Arnold membuat Tessa membulatkan matanya. Apa? Leo telah pergi? Pergi meninggalkan dirinya? Fuck! Kenapa Leo tidak mengatakan apa pun padanya. Tessa sangat kesal saat ini.
"Jangan marah begitu, aku akan mengemudikan mobilmu menuju pulang. Jangan cemas, Sayang."
Tessa menepis tangan Arnold yang menjawil dagunya. Sial! Kenapa perasaannya sangat tak enak saat ini. Dimana Leo? Tessa segera menghubungi suaminya itu dengan ponselnya. Fuck! Hanya suara operator yang terdengar.
"Ayo Tessa, kita pulang. Daddy akan mengemudikan mobilmu." Arnold tersenyum smirk seraya merangkul bahu Tessa.
"Jangan menyentuhku!" Tessa menepis tangan Arnold darinya dan memberinya wajah kesal. Dia segera masuk mobil tanpa memadamkan rasa kesalnya.
"Kasar sekali, tapi lihatlah selanjutnya. Kamu pasti kecanduan pada sentuhanku, Tessa." Arnold tersenyum miring, lantas mengendus telapak tangannya. Wangi sensual seorang Tessa. Arnold menyeringai dan segera berjalan menuju pada mobil Tessa.
Tessa segera mengenakan seat belt saat Arnold sudah memasuki mobilnya. Arnold menoleh padanya, namun Tessa segera memalingkan wajahnya dari tatapan buas Arnold. Sinting! Tessa mengumpat dalam hati. Arnold tersenyum tipis dan segera melajukan mobil Tessa.
Perjalanan terasa hampa karena Tessa dan Arnold tidak terlibat obrolan. Tiba-tiba ponsel Tessa berdering. Pasti Leo yang menelepon. Tessa segera meraih ponsel dari dalam tas kecilnya. Benar, Leo yang meneleponnya, Tessa sangat lega.
"Darling, apa kamu baik-baik saja? Aku minta maaf tak sempat mengabarimu tadi. Tuan Charlie sangat terburu-buru." suara bass Leo dari ponsel Tessa.
"Kamu dimana sekarang? Aku akan segera pulang. Kita bisa bertemu di rumah, kan?" tanya Tessa mengabaikan ucapan Leo tadi.
"Darling, astaga. Aku sepertinya tak bisa pulang malam ini. Tuan Charlie mengajakku ke Manhattan sekarang juga. Kamu akan baik-baik saja, jangan cemas. Daddy Arnold akan mengantarmu pulang."
Tessa menghela napas lesu mendengar penuturan Leo. Suaminya itu tidak tahu ayah tirinya itu adalah pria bejat yang pernah menciumnya kemarin. Bahkan sekarang pun Tessa sangat takut pada pria di sampingnya itu.
"Darling? Kamu baik-baik saja, kan?" Leo kembali berkata, karena suara Tessa tak terdengar lagi olehnya.
"Aku baik-baik saja, Hubby. Jangan cemas. Matikan ponselnya," jawab Tessa berusaha mengerti akan suaminya yang sibuk.
"Baiklah, aku matikan ponselnya. Aku mencintaimu, Darling!" suara Leo pun menghilang seiring jemari Tessa melipat ponselnya. Crazy! Bagaimana sekarang? Leo tak ada di sampingnya. Tessa mulai ketakutan.
Perjalanan menuju mansion Leo masih cukup jauh. Namun tiba-tiba saja Arnold menepi di pinggiran jalan yang cukup sepi. Tessa mulai cemas dan curiga. Kenapa Arnold menepi di tempat seperti ini?
"Kenapa berhenti di sini? Cepat kemudikan mobilnya. Aku ingin segera pulang!" Tessa menatap geram pada Arnold. Pria itu masih memegang kemudi sembari tersenyum tipis.
"Kenapa kamu galak sekali? Bisakah kita melakukannya di sini? Aku rasa di dalam mobil lebih asik," jawab Arnold sembari menoleh pada Tessa. Bibirnya tersenyum seringai, lantas segera membuka seat belt yang melingkar pada tubuhnya.
"Mau apa kamu, Dad? Jangan kurang ajar! Aku menantumu!" Tessa segera mundur saat Arnold mendekat padanya. Bahkan pria itu melepaskan jasnya di hadapan Tessa.
"Jangan takut, Tessa. Aku akan pelan-pelan melakukannya. Kamu pasti kecanduan, Sayang." Arnold tersenyum seringai dan segera meraih kedua pipi Tessa, lantas menempelkan bibirnya pada bibir ranum Tessa.
"Umh!" Tessa berusaha berontak. Namun Arnold mengunci kedua tangan gadis itu dan segera menindih tubuhnya.
"Dad ..." Tessa melenguh kala Arnold mengecup tengkuk lehernya dengan liar. Kecupan dan gigitan itu sungguh sangat nikmat. Tessa hampir terbuai karenanya.
"Tidak, Dad!" desah Tessa tak karuan. Arnold berhasil membuka risleting pada punggungnya, lantas menurunkan bagian atas gaunnya hingga ke pinggang. Dengan bengis Arnold segera menyerang kedua payudaranya. Tessa mengerang hingga meracau tak karuan.
Sentuhan Arnold telah memantik api gairah dalam dirinya. Perlahan dia pun melepaskan cengkeraman tangannya dari punggung Arnold. Matanya terpejam sembari menggigit bibir bawahnya.
"Kamu menyukainya, Tessa?" bisik Arnold.
Tessa mengangguk tak terkendali. Arnold pun merengkuh tubuh Tessa dengan kejantanannya yang sudah berdiri. "Ayo kita lakukan, Sayang."