Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab.8. Aku Bukan Germo

Sekitar pukul 11.00 WIB Vanya meninggalkan salon kecantikan miliknya, Salon Aphrodite by Vanya yang ada di Jakarta Selatan. Dia menyetir sendiri ke mall Plaza Senayan untuk bertemu dengan Richie.

Kali ini Vanya mengenakan skinny jeans biru pudar dengan aksen robek di daerah pahanya sebelah kanan dan lutut kiri dengan atasan kemeja lengan panjang hitam yang ditali bagian depannya di dekat pusarnya. Dia mengenakan high heels 12 cm berwarna hitam beraksen tali rumit yang terbuka. Vanya memang tidak suka sepatu model tertutup karena membuat kakinya berkeringat kepanasan.

"Halo, Vanya. Kamu dimana? Aku di Starbucks," bunyi pesan dari Richie yang baru saja masuk ke inboxnya.

"Wait, sudah di parkiran kok. Sabar ya, otw ...," balas Vanya mengetik cepat pesan itu lalu menekan tombol sent.

Akhirnya, Vanya berhasil memarkir mobilnya lalu masuk ke mall menuju ke gerai Starbucks. Dia memesan segelas mochacino latte dan membayarnya di kasir lalu berjalan mendekati meja Richie.

Pria itu memberi kode Vanya untuk duduk di sampingnya di sofa. Vanya pun menurut dan duduk di sisi Richie.

"Maaf ya telat. Sudah lama nunggunya?" ucap Vanya tersenyum tipis pada Richie. 'Ganteng banget sih ...,' batin Vanya sembari menatap wajah pria itu dari dekat.

Richie tersenyum lebar lalu menjawab, "Nggak kok, santai aja, Vanya. Kamu nggak sibuk 'kan?"

"Ohh ... ehh ... enggak sih, kenapa emangnya, Richie?" tanya Vanya.

"Mau ngajakin ngobrol dulu sebelum makan siang. Kalau boleh tahu kesibukan kamu sekarang ngapain? Kuliah atau kerja gitu ... dimana?" ujar Richie menyelidik.

Vanya bersandar santai di sofa sekalipun lengan Richie melingkari pinggangnya, kesannya sksd banget sebenarnya karena mereka tidak berpacaran. Namun, Vanya senang-senang saja berdekatan dengan Richie. Aroma parfum bercampur kulit Richie efeknya begitu memabukkan indera penciumannya.

Sementara bagi Richie, keberadaan Vanya di dekatnya membangkitkan rasa ingin memiliki gadis itu. Bahkan bila tidak ingat sedang di ruang publik, dia akan menarik Vanya ke pangkuannya dan menjelajahi tubuh seksi itu dengan bibir serta tangannya.

"Ehmm ... aku kerja sih, nggak nerusin kuliah. Jadi aku cuma lulusan SMA. Pekerjaanku di salon kecantikan milikku sendiri, melayani pria dan wanita, namanya Salon Aphrodite. Kenapa kok nanyain ini, Richie?" ujar Vanya dengan santai sekalipun dia kepo juga.

Richie mencerna jawaban Vanya di otaknya. Dia merasa Vanya bukan tipe gadis yang nerd dan mementingkan pendidikan. Tidak masalah sebenarnya karena dia sangat mahir mencari uang dan kekayaannya jauh di atas rata-rata, dia tidak butuh istri yang bekerja juga. Mungkin pedekate dulu lah, bisa-bisa Vanya kabur kalau dia terlalu agresif dan membicarakan pernikahan. Back to business ...

"Jadi aku mau menawarimu pekerjaan di Dark City sebagai sexy dancer. Gajinya per malam 8 juta, apa kamu tertarik, Vanya?" kata Richie sembari memperhatikan reaksi Vanya.

Setelah mendengar ucapan Richie, dia malah bengong menatap pria itu. Tawaran sebagai sexy dancer di nightclub tidak pernah terpikirkan oleh Vanya.

"Van ... kaget?" tanya Richie.

"Eehh ... iya, aku syok malah. Hahaha, kamu bercanda 'kan?" ucap Vanya seraya tertawa pelan.

"Seriuslah, aku nggak suka bercanda soal kerjaan, Vanya," jawab Richie menatap ke dalam mata Vanya dengan mata birunya yang bikin Vanya meleleh dan jantungnya berdebar tak karuan.

Vanya menjilat bibir bawahnya dengan gugup mencoba menengok ke sisi lain.

Tiba-tiba Richie menangkup wajah Vanya dengan telapak tangannya lalu memagut bibir Vanya. Rasanya dia sudah tak tahan dengan segala keimutan gadis itu. 'Berapa lama lagi, Vanya akan mengulur-ulur waktu dan menghindarinya?' pikir Richie gemas. Lidahnya membelai lidah Vanya sementara bibirnya menyedot bibir Vanya sekuat vacum cleaner.

Tangan Vanya menepuk-nepuk dada bidang berotot pria itu. Ciuman ganas Richie membuatnya kehabisan napas. 'Astaga! Perasaan tadi ngomongin kerjaan ... kenapa malah jadi cipok-cipokan begini, ya Lord?!' seru Vanya dalam hatinya sembari mengatur napasnya usai terlepas dari bibir Richie.

"Sorry ... ehh sepertinya aku terlalu terbawa suasana," kata Richie menggaruk-garuk kepalanya. Dia merutuki dirinya sendiri karena terlalu agresif, jangan-jangan Vanya ketakutan kepadanya.

Vanya malah tertawa menanggapi permintaan maaf Richie. "Nope, nggakpapa kok. Aku nggak marah," jawab Vanya. Kemudian diapun menjawab tentang tawaran pekerjaan tadi, "Kalau aku setuju bekerja menjadi sexy dancer, apa aku harus latihan sesuai koreografi? Lalu berapa kali per malam harus tampil di atas panggung?"

Richie senang Vanya mau mempertimbangkan tawarannya. Diapun menjelaskan, "Koreografer ada juga, biasanya sebelum pentas kamu akan diajari gerakan yang bervariasi agar tidak membosankan. Kamu akan tampil jam 23.30 dan 00.15 dengan dua sesi masing-masing 15 menit di atas panggung. Jadi total 30 menit saja per malam. Aku akan antar jemput kamu sendiri kalau kamu dapat giliran tampil karena terlalu malam pulang kerjanya. Ini nggak setiap hari kok, Van. Selasa, Kamis, Sabtu, Minggu saja. Apa kamu mau?"

Sayangnya, Vanya tidak serta merta mengiyakan tawaran Richie, dia berpikir ulang apakah mentalnya sekuat itu untuk menjalani pekerjaan yang sangat menantang sebagai sexy dancer di nightclub yang tentu saja penuh pria hidung belang, seperti dia tahu ... buaya darat, buaya air, daddy shark, dan amphibi semuanya ada di sana. Apa worthed?

Ketika gadis itu terdiam dan berpikir, minuman pesanannya datang. Vanya pun menyedot Mochacino latte itu dengan santai, sementara pria di sebelahnya merasa kepanasan melihat bibir Vanya menyedot minuman itu dan mengendurkan dasi di lehernya.

'Lama-lama tambah gila kayaknya aku!' jerit Richie dalam hatinya frustasi.

Vanya pun menoleh ke arah Richie. "Apa panas?" tanyanya bingung karena ruangan itu menurutnya cukup sejuk, tapi bulir-bulir keringat bermunculan di dahi Richie dan wajahnya pun memerah.

Kemudian dia mengambil tissue dari dalam tas tangan merk Gucci miliknya lalu menyeka keringat di dahi Richie dengan penuh perhatian sembari tersenyum menatap pria itu.

"Terima kasih," ucap Richie sembari tersenyum manis menanggapi perhatian Vanya kepada dirinya. Dia semakin menyukai gadis itu.

"Hey, kamu belum menjawab tawaran sebagai sexy dancer tadi. Yes or No, Vanya?" desak Richie, dia sangat mengharapkan gadis itu menyetujuinya karena itu usahanya untuk pedekate.

"Aku hanya menari, tapi tidak menerima booking order untuk melayani aktivitas yang sifatnya seksual dari pengunjung nightclub. Itu syaratku kalau aku mau bekerja di Dark City, apa kamu bisa menjaminnya?" jawab Vanya dengan tenang, dia harus memastikan dirinya tidak diobral sebagai obyek pemuas seksual di tempat hiburan dunia malam itu.

Sebenarnya Richie belum sempat berpikir tentang hal itu, selama ini justru wanita-wanita di nightclub miliknya menjual diri mereka sendiri. Pernyataan Vanya membuatnya agak terkejut dan menduga apakah gadis itu masih perawan. Hmm ... akan lebih sulit mendekati Vanya.

Akhirnya, Richie pun menganggukkan kepalanya, "Oke. Sesuai persyaratan darimu, Nona Manis. Aku sendiri yang akan menjaminnya. Kau yang menentukan sendiri pilihanmu, ingatlah satu hal ... aku bukan germo, aku nggak menjual wanita untuk mencari nafkah. Dark City itu milikku," ujar Richie dengan tegas.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel