Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab.6. Kabur Dari Si Om Bule

"Om ... please stop!" ucap Vanya ketika bibirnya yang sudah bengkak dan kebas terlepas dari jajahan pria asing itu.

Richie menatap ke dalam mata coklat Vanya dengan bingung. "Kenapa? Bukankah Pak Bram sudah memberitahumu kalau aku mau one night stand denganmu malam ini?" tanya Richie dengan sopan.

"Emmm ... Pak Bram siapa ya? Aku nggak kenal Pak Bram, Om," balas Vanya lebih bingung dari si om bule.

"Manager Dark City, Non. Dia tadi mengatakan kamu, sexy dancer yang baru di club," jawab Richie apa adanya sesuai informasi manager club itu.

Mata Richie begitu tergoda oleh sepasang bulatan yang menyembul nyaris tumpah dari tube top silver itu. Dia pun mendaratkan bibirnya di gundukan sebelah kanan dan mengisapnya hingga menimbulkan jejak kepemilikan yang sangat jelas berwarna merah tua di sana.

Sementara Vanya mendesah geli yang anehnya nikmat menurutnya karena kelakuan om bule yang doyan nyosor itu. 'Sosor aku lagi dong, Om!' batin Vanya tak ada akhlak.

"Aahh kamu menikmatinya juga ...," ujar Richie menatap ekspresi wajah Vanya dengan tawa geli. Diapun bertanya, "Berapa umurmu, Nona Manis?"

"Aku ... 21 tahun, Om," jawab Vanya malu-malu.

Richie menaikkan alisnya agak terkejut. Pasalnya usia mereka berbeda 18 tahun. Mendadak dia merasa tua, tetapi dia berkata, "Babygirl, jangan panggil 'Om' ya? Aku masih muda dan bisa memuaskanmu berkali-kali, oke?" Richie berkedip genit pada Vanya yang membuat Vanya cekikikan mendengar ucapan mesum si om bule itu.

"Nama kamu siapa kalau begitu?" tanya Vanya memberanikan diri.

Richie tidak ingin beranjak dari atas tubuh mulus nan molek itu. Dia membelai tubuh Vanya sembari menjawab, "Panggil aku Richie aja. Kamu siapa?"

"Aku Vanya. Senang berkenalan denganmu, Richie. Tapi, sayangnya ... aku harus pulang sekarang. Teman-temanku pasti sedang menungguku di bawah. Aku tidak bekerja sebagai sexy dancer di club ini, nasibku naas di permainan truth or dare dan harus menjadi siluman ular di panggung tadi. Hahaha," ujar Vanya sembari tertawa lepas.

Richie pun ikut tertawa mendengar cerita Vanya. Gadis itu punya selera humor yang bagus, pikir Richie.

Dia pun berguling ke samping tubuh Vanya lalu duduk. Kemudian menatap Vanya yang juga segera duduk di tepi ranjang bersebelahan dengannya. "Maafkan kelancanganku tadi ya, Vanya?" Diapun mengambil ponsel di saku jasnya dan menyodorkannya pada Vanya lalu berkata, "Masukkan nomor kontakmu ke ponselku. Kurasa kita harus berkencan lain kali."

Vanya pun mengetikkan nomor ponselnya ke daftar kontak Richie. Kemudian menyerahkan kembali ponsel itu kepada pria itu.

"Ehm ... apa kau tidak tertarik untuk one night stand bersamaku? Malam yang indah ini, sayang untuk dilewati seorang diri, Babygirl," tanya Richie mencoba merayu Vanya lalu mengecup ceruk leher Vanya dengan lembut.

"HAHH?!" teriak Vanya yang mengagetkan Richie hingga pria itu tersentak menjauhkan dirinya dari Vanya.

Richie menatap wajah Vanya dengan bingung dan curiga. "Ada apa?" tanyanya.

"Ehmm ... kurasa teman-temanku sedang mencariku, Richie. Ponselku bergetar-getar di tasku," jawab Vanya lalu memeriksa tas tangannya yang mungil.

"20 missed calls." Tulisan notifikasi di layar ponsel Vanya.

Richie mengintip tulisan itu dari samping Vanya dan mencebik karena kecewa one night stand dengan gadis yang dia dambakan gagal total.

"Oke, mungkin lain kali, Babygirl," putus Richie lalu bangkit dari ranjang. Dia berjalan ke arah pintu kamar pribadinya itu dan memasukkan anak kunci ke lubang kunci pintu itu.

Vanya pun mengekorinya di belakang. Dia bersiap-siap keluar dari kamar mewah itu. Sebenarnya dia pun masih penasaran seperti apa rasanya bercinta dengan pria yang gagah dan kekar itu. Namun, lebih mengerikan bila pria itu kabur setelah melihat 'belalai kecil' di bagian bawah tubuhnya. Satu-satunya barang ori yang masih belum divermak. 'Hiks!' tangis Vanya dalam batinnya.

Ketika Vanya sibuk dengan pikirannya sendiri, Richie membalik tubuhnya lalu menarik tubuh ramping Vanya ke dalam pelukannya dan melumat lagi bibir Vanya dengan ganas seperti kekasih yang tak ingin melepas kepergian gadisnya.

'Aahh si Om bikin baper deh!' keluh Vanya sembari menikmati ciuman ganas Richie.

Tangan Richie meremas-remas bokong Vanya yang membulat semok. Segalanya tentang tubuh Vanya membuatnya bergairah dan cenderung menjadi liar. Rasanya dia ingin segera menghunjamkan miliknya yang sedang tegang-tegangnya itu ke tubuh Vanya.

Ciumannya menjalar ke leher Vanya lalu turun ke sepasang melon kembar berukuran sedang di dada Vanya.

"Aaahh!" desah Vanya begitu terangsang dengan segala kelakuan Richie. Dia lupa tadinya ingin pulang.

"Tetaplah di sini, Babygirl ...," pinta Richie menatap Vanya dengan mata biru indahnya yang berbalur gairah.

"Maaf, aku harus pulang, Sayang," jawab Vanya lalu kabur membuka pintu kamar itu dan berlari turun ke lantai bawah.

Richie mengerang keras karena kecewa gadisnya kabur. Dia mengacak-acak rambutnya yang tadinya tertata rapi. Dia sangat menginginkan Vanya. Baru kali ini dia merasa berbeda ketika berhadapan dengan seorang wanita. Apa Vanya takut karena perbedaan usia mereka yang 18 tahun itu? pikir Richie sambil berjalan mondar-mandir di kamarnya.

Dia berpikir untuk menawari Vanya pekerjaan sebagai sexy dancer di nightclub miliknya itu. Uang yang banyak pasti akan menarik gadis muda. 'Kebanyakan gadis seusia Vanya masih kuliah bukan? Hmm ... aku harus mencobanya,' batin Richie dengan yakin.

Vanya berlari menuju ke meja sofa tempat genknya berkumpul. Napasnya nyaris putus saking kencangnya dia berlari dengan sepatu boots kulitnya yang setinggi setengah betis.

"Woiii ... dari mana aja lo, Van?!" seru Lusy dengan kesal bercampur lega. Dia tadi berpikir Vanya diculik predator wanita ketika pergi ke toilet.

"Panjang ceritanya, besok aja deh ceritanya. Ayo kita pulang sekarang!" jawab Vanya dengan berteriak mengalahkan suara musik DJ yang semakin malam semakin menghentak iramanya.

Banyak pengunjung nightclub itu yang mulai setengah teler hingga teler dan teler berat. Sebagian berjoget di lantai dansa, sebagian duduk di sofa atau depan meja bar.

"Oke deh, ayo Girls kita cabut berhubung si Vanya udah balik dan nggak kenapa-kenapa," ajak Cindy lalu bangkit dari sofa.

Mereka berenam meninggalkan Dark City nightclub diamati oleh sepasang mata biru dari sudut ruangan.

Mobil Honda Jazz putih milik Vanya berisi dia sendiri bersama Cindy dan Rachel. Sedangkan mobil Honda City hitam milik Lusy berisi Ellen dan Chacha. Mereka berpisah rombongan di parkiran outdoor halaman bagian depan nightclub itu.

Hari sudah lewat tengah malam, jalanan kota Jakarta pun mulai lengang. Tak banyak kendaraan yang masih berkeliaran di jalan. Vanya harus mengantar Cindy dan Rachel terlebih dahulu ke rumah mereka. Keduanya masih mahasiswi, jadi beberapa jam lagi mereka harus berusaha untuk bangun pagi untuk kuliah.

Di genk Bukan Vanila hanya Ellen dan Vanya yang tidak melanjutkan kuliah selulus SMA, yang lainnya kuliah semester 6. Memang Ellen sejak masa SMA kurang berprestasi dan sudah kenal dunia permesuman jadi dia sulit untuk konsentrasi sekolah lagi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel