Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Terlalu Berharap

Bab 12 Terlalu Berharap

Seperti yang sudah dijanjikan, Levi meminta waktu sejenak untuk berbicara berdua bersama Angel sepulang sekolah.

Pemuda tampan itu menunggu di parkiran dengan tubuh bersandar pada sisi mobil.

Hampir lima menit terlewat ia menunggu di sana dan Angel belum menampakkan batang hidungnya. Sesekali Levi melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Hai, Lev!"

Levi mengangkat wajahnya ketika mendengar suara seseorang yang menyapanya. Akhirnya, orang yang ia tunggu-tunggu kehadirannya sejak tadi muncul juga. Levi menegakkan tubuhnya dari sandaran dan mengulas senyum tipis di bibirnya.

Angel semakin berseri-seri mendapat senyuman dari Levi. Irama jantungnya berdetak tak wajar. Ia akui ia merasa nervous sekarang.

"Jadi... kita mau pergi ke mana?"

Levi mengerutkan keningnya. Tak lama ia tersenyum miring. "Ah, maaf. Sebenarnya aku bukan ingin mengajakmu pergi."

Angel memiringkan kepalanya. Ada sedikit rasa kecewa mendengar pernyataan laki-laki di hadapannya. "Lalu?"

Levi memasukkan kedua tangan di saku celana seragamnya. "Langsung saja. Ada yang ingin aku katakan padamu."

"Tentang?"

Levi menatap kedua bola mata Angel intens. Angel yang ditatapi seperti itu jadi bertanya-tanya apa yang ingin laki-laki itu katakan. Tebersit di pikiran kalau Levi ingin mengungkapkan perasaannya pada Angel. Angel tersenyum membayangkannya.

"Tentang Arin."

Senyum di bibir Angel pudar seketika mendengar dua kata tersebut. Apa ia tidak salah dengar? Kenapa Levi malah membahas Arin?

"A-Arin? Memangnya ada apa dengan dia?"

Levi menghela napasnya. "Aku sudah tau semuanya, Angel. Tentang kejadian di ruangan bekas perpustakaan beberapa hari lalu," ujar Levi, tenang tapi serius.

Angel rasakan tubuhnya menegang di tempat. Batinnya bertanya-tanya bagaimana Levi tahu akan kejadian itu?

"Aku yang mengeluarkan Arin dari ruangan itu."

Angel membulatkan mata mendengarnya. Mulutnya sedikit terbuka saking kagetnya. 'Pantas saja. Jadi Arin bisa bebas karena Levi. Ish, menyebalkan!', batin Angel kesal.

"Sayangnya Arin tidak mau mengatakan siapa orang yang sudah mengurungnya di sana. Namun, aku berhasil mengetahuinya. Sepertinya kau dan teman-temanmu kurang cerdik dalam merencanakan sesuatu, Angel." Levi tersenyum miring.

Angel menautkan alis, tidak paham dengan kalimat terakhir Levi.

"Kalian tidak sadar kalau terpasang CCTV di sekitar sana. Benar, kan?"

Lagi, Angel terkejut dibuatnya. Pantas saja Levi mengetahui kalau Angel-lah pelakunya.. Kekesalan Angel semakin bertambah. Kenapa ia bisa lalai dengan keberadaan CCTV di tempat itu?

"Kuanggap diammu itu 'benar'. Awalnya Mr. Kev ingin melaporkan kejadian ini pada konseling, tapi aku menolak. Apapun masalah yang terjadi antara kalian berdua, selesaikanlah dengan baik-baik. Apa yang sudah kau dan temaan-temanmu lakukan terhadap Arin sudah termasuk tindakan perundungan dan itu jelas dilarang di sekolah. Kuharap kau bisa memperbaiki sikapmu, Angel."

Angel diam tak berkutik sama sekali. Ia bagai pencuri yang tertangkap basah sekarang. Tindakannya sudah terungkap.

"Baiklah, hanya itu yang ingin aku katakan padamu."

Angel menatap Levi tak percaya. "Jadi... kau mengajakku bertemu hanya untuk membicarakan ini? Bukan karena kau ingin mengajakku untuk berkencan?"

Levi menaikkan kedua alisnya, terkejut dengan penuturan Angel. Tak lama ia tertawa. Tertawa geli dengan perkiraan Angel.

"Apa? Berkencan? Angel, Angel, kita saja baru kenal beberapa hari. Mana mungkin aku tiba-tiba mengajakmu berkencan. Yang benar saja."

Angel kecewa berat dengan perkataan Levi. Dadanya terasa sesak. Jadi... ia telah salah kira?

"Sudahlah, aku ingin pulang. Ingat pesanku baik-baik." Levi berjalan mendekati Angel. Wajahnya ia dekatkan ke arah telinga kanan Angel. Angel menahan napasnya, terkejut karena Levi yang tiba-tiba mendekatkan tubuhnya.

"Jangan macam-macam dengan Arin. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Arin...," Levi menjeda kalimatnya.

Angel menelan salivanya mendengar suara Levi yang berbisik jelas di telinganya.

"... akan ku buat kau bertekuk lutut, menyesali perbuatanmu."

Bisikan itu sukses membuat bulu kuduk Angel meremang. Kenapa Levi jadi terkesan mengerikan baginya sekarang? Namun, bagaimanapun, rasa sukanya pada Levi tak akan perrnah hilang.

Levi menjauhkan tubuhnya dan mengulas senyum. "Sampai jumpa!"

Angel masih diam mematung di tempat. Ia masih mencoba mencerna kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh Levi tadi. Ia merasa sangat kecewa. Ternyata dugaannya salah total. Levi bukannya ingin mengajaknya kencan, melainkan menasihatinya atas apa yang sudah ia perbuat pada Arin.

Ingin rasanya Angel berteriak meluapkan kekesalan dan kekecewaannya.

Kedua tangannya terkepal kuat di samping tubuh. Sosok Arin terbayang di pikirannya. Bisa dipastikan, Angel semakin tidak suka dengan keberadaan Arin. Apalagi Arin berhasil mengambil perhatian Levi.

Angel mendesis kesal.

"Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi begitu saja. Awas saja kau Arin!" gumamnya pada diri sendiri.

Di lain sisi, Levi baru saja ingin membuka pintu mobilnya tapi urung karena melihat seseorang yang tak asing di matanya.

Senyumnya terkembang seketika melihat gadis itu. Levi lupakan sejenak keinginannya untuk segera pulang. Ia berlari kecil mengejar gadis itu.

"Arin!" panggilnya agak keras.

Arin yang merasa dipanggil namanya menoleh. Ia temukan Levi yang berlari kecil ke arahnya. Tanpa pikir lama, gadis itu segera mempercepat langkahnya sebelum Levi sampai.

"Hei, Arin! Tunggu!"

Arin tidak menghiraukan sama sekali teguran itu.

"Arindy!"

Arin menghentikan langkahnya ketika Levi memanggilnya dengan panggilan lengkap.

Levi pun kini sudah berdiri di sebelah Arin. "Kenapa kau malah menghindar ketika kupanggil?"

Arin hanya diam, tak merespons apa-apa. Panggilan Levi padanya tadi sukses membuatnya tertegun dan mengingatkannya akan seseorang. Karena hanya orang itu yang memanggilnya dengan 'Arindy'.

"Kau mau pulang?"

Arin masih diam tak menjawab.

"Bagaimana kalau aku antar? Hm?"

Arin berdecak. "Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri."

"Ayolah, niatku baik memberi tumpangan."

"Kalau niatmu memang baik kenapa memaksa? Sudahlah, aku mau pulang."

Arin berjalan melewati Levi begitu saja. Tentu Levi tidak membiarkannya begitu saja. Ia berjalan dan menghadang langkah Arin. Arin menatap Levi kesal karena merasa akses untuknya berjalan terhambat.

"Apa yang kau mau, hah?!"

Levi mengulas senyumannya. "Aku ingin mengantarmu pulang ke rumah."

"Sudah kubilang tidak perlu. Jangan kira karena kau kaya aku bisa dengan mudah menuruti permintaanmu."

Levi terkejut dengan perkataan Arin. "Hei, apa hubungannya dengan itu? Aku ikhlas mengantarmu pulang ke rumah dengan mobilku karena aku mau. Ingat, karena aku ma-u."

Arin memiringkan kepalanya menatap Levi. "Karena kau yang mau, kan? Bukan aku."

Levi tampaknya harus ekstra bersabar menghadapi sifat dingin dari Arin. Bukannya menyerah, Levi malah semakin gencar untuk menaklukan hati Arin. Karena kehadiran Arin tanpa sadar mengingatkannya akan seseorang di masa lalunya. Cinta pertama yang tidak pernah bisa ia lupa. Kirana.

Arin menghela napasnya. Kedua tangannya terlipat di depan dada.

"Lagipula bukannya kau ingin pergi berkencan dengan Angel?"

Levi menaikkan kedua alisnya mendengar pertanyaan Arin. Bagaimana Arin bisa beranggapan seperti itu?

Arin terdiam. Memikir ulang perkataan yang baru saja keluar dari mulutnya. Ia merutuki dirinya sendiri dalam hati. Untuk apa pula ia harus berkata seperti itu?

Tak berapa lama terdengar suara kekehan. Arin menatap aneh Levi yang tiba-tiba tertawa. Apa ada yang salah dengan perkataannya barusan?

Levi terus tertawa hingga memegangi perutnya.

Arin menatap laki-laki di depannya dengan aneh. Di mana letak kelucuannya?

"Kencan katamu? Siapa? Aku dan Angel? Hahaha, astaga! Ada apa dengan kalian?"

Arin semakin mengerutkan keningnya.

Levi berdeham untuk meredakan tawanya. "Aku tidak mengajak Angel berkencan. Aku hanya mengajaknya berbicara. Itu saja. Aish, siapa yang memulai kalau aku ingin berkencan dengan Angel? Ada-ada saja."

"Berbicara tentang apa?"

Levi tertegun dengan pertanyaan Arin. Senyum miring tercetak di wajahnya.

Ia mendekatkan wajahnya ke arah Arin. Reflkes, Arin menjauhkan diri dari Levi.

Levi tersenyum geli. "Kalau kau mau tau, kau harus mau aku antar pulang ke rumah. Hah, cuaca juga sedang mendung-mendungnya. Apa kau mau kehujanan lagi seperti waktu itu?"

Arin menimbang-nimbang tawaran Levi. Sepertinya tidak ada salahnya ia menerima sikap baik Levi.

Arin menghembuskan napasnya. "Baiklah, untuk kali ini."

Levi tersenyum puas dengan jawaban yang diberikan Arin.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel