6
Ryon mengeluarkan Sheenaz dari penjara. Ada banyak alasan kenapa Ryon peduli pada Sheenaz. Wanita itu pernah membantunya, wanita itu baik padanya dan wanita itu menarik perhatiannya. Ryon tak tahu apakah dia menyukai Sheenaz atau tidak tapi sejauh ini Ryon cukup nyaman bicara dengan Sheenaz. Sangat jarang baginya bisa nyaman bicara dengan wanita selain Calla. Dan Sheenaz adalah satu-satunya wanita yang bisa membuatnya tersenyum setelah Calla meninggalkannya beberapa tahun lalu.
"Segera panggilkan tabib!" Ryon memerintahkan prajurit. Ia membawa Sheenaz ke dalam ruang beristirahatnya.
"Aku baik-baik saja, Jendral." Sheenaz mengatakan ini untuk yang kesekian kalinya.
Ryon mendudukan Sheenaz di tempat duduk, "Kau tidak terlihat baik-baik saja, Sheenaz. Darah bahkan masih mengalir dari lukamu." Ryon melihat ke punggung Sheenaz yang berdarah. "Kau harus lebih teliti lagi dalam bekerja. Jangan memancing kemarahan Yang Mulia Ratu dan usahakan jangan pernah bersinggungan dengannya."
"Ada apa dengan Yang Mulia Ratu? Apakah dia benar-benar kejam seperti yang para pelayan katakan?" Sheenaz mendengar cukup banyak dari rekan sesama pelayannya. Yang Mulia Ratu Calla adalah ratu yang kejam.
Ryon tak bisa menjelekan mantan kekasihnya meski kenyataannya mantan kekasihnya memang wanita yang kejam. Benar, Calla sangat kejam pada Ryon. Di saat Ryon sedang benar-benar mencintai Calla, wanita itu malah menggoda raja. Benar, Ryon tak ada apa-apanya dibanding raja jadi Ryon tahu dimana letak kekurangannya.
"Aku tidak bisa mengatakan apapun tentang itu. Cukup jaga dirimu baik-baik. Istana adalah tempat yang kejam dan aku sudah memperingatkanmu."
Sheenaz menganggukan kepalanya paham. Dia memang sudah diperingati oleh Ryon mengenai istana tapi Sheenaz tetap ingin memasuki istana. Ada satu hal yang sangat ingin Sheenaz lakukan tapi sekarang hal itu bertambah menjadi 2 hal. Membunuh Raja dan mendapatkan hati Ryon.
Calla sedang mendengarkan kabar dari mata-mata yang Calla kirim untuk mengawasi perang yang dipimpin oleh Ellijah.
"Dia mendengarkanku dengan baik. Berjayalah Amethys." Calla senang mendengar bahwa Ellijah menang di pertempuran. "Perintahkan Ten Tigers untuk kembali. Ah, bagaimana dengan pencarian Amber?"
"Ampuni hamba, Yang Mulia. Pencarian Nona Amber masih belum membuahkan hasil." 3 tahun sudah Calla mencari Amber tapi sampai detik itu dia belum menemukan keberadaan adiknya. Calla sudah memeriksa catatan tahanan pada tahun dimana dia kehilangan adiknya, dan disana Calla tak menemukan jika adiknya pernah dibawa ke tahanan. Sampai detik ini Calla masih berpikir jika adiknya masih hidup. Hanya keyakinan itu yang membuatnya masih berdiri di singgasananya sampai detik ini. Alasan Calla menjadi ratu bukan semata-mata demi kekuasaan tapi untuk menemukan adiknya. Kekuasaan hanyalah alasan ke 3 yang ia milikki di kerajaan ini.
"Teruskan pencarian. Pergilah temui Ten Tigers, sampaikan pada mereka juga 7 hari lagi aku ingin bertemu dengan mereka di markas."
"Baik, Yang Mulia." Mata-mata Calla memberi hormat, melangkah mundur beberapa langkah lalu berbalik dan pergi.
Calla masih menatap danau buatan di depannya, "Amber, dimana kau, sayang? Tetaplah hidup untuk Kakak. Kakak pasti akan menemukanmu."
Ellijah kembali dari perang. Kedatangannya disambut penuh suka cita oleh rakyat Amethys dan juga seluruh penghuni istana.
Di tangga menuju ke aula utama sudah ada Calla dan semua menteri yang menunggu kehadiran Ellijah. Calla tersenyum, tersenyum meski dia tahu jika Ellijah datang membawa seorang wanita yang akan menjadi saingannya.
Ellijah turun dari kuda, sebuah tandu berhenti di dekat kuda Ellijah. Seorang pelayan membukakan tirai tandu, setelahnya keluar seorang wanita cantik yang mengenakan pakaian indah.
Ellijah meminta tangan si wanita, setelahnya mereka melangkah bersama menapaki satu demi satu anak tangga hingga mereka sampai di depan Calla dan para menteri.
"Selamat datang kembali, Yang Mulia. Selamat atas kemenangan anda. Berjayalah Amethys." Calla menyambut kedatangan Ellijah.
Ellijah menatap Calla dingin, tatapan yang sudah biasa Calla terima, "Terimakasih, Ratuku. Ah, mari aku perkenalkan dengan Putri Adeera." Ellijah membalas manis karena dia punya hal lain untuk menyakiti Calla.
"Putri Adeera, ini adalah Yang Mulia Ratu Calla." Ellijah berseru pada wanita cantik di sebelahnya. "Dan Ratuku, ini Putri Adeera, istri sahku. Selir tingkat 1 yang aku anugrahkan gelar selir istimewa." Ellijah bahkan langsung menganugrahkan gelar tanpa mau menunggu masuk ke aula utama.
Istri?? Calla tersenyum menutupi rasa marahnya. Bahkan Ellijah sudah menikahi wanita itu.
"Ah, selir istimewa, selamat datang di Amethys." Calla sudah biasa bersikap baik seperti ini di depan semua orang. Tak peduli orang tahu atau tidak aktingnya tapi Calla akan tetap bersikap seolah dia wanita yang sangat baik.
"Terimakasih karena menyambutku dengan baik, Yang Mulia Ratu." Adeera membalas seruan Calla dengan sama manisnya. Sebentar lagi aku akan mengambil tempatmu. Adeera tak sebaik penampilannya. Dia menginginkan posisi Calla. Siapasih yang tidak mau menjadi ratu kekaisaran Amethys? Memiliki suami setampan dan seperkasa Ellijah serta menjadi ratu dari segala ratu dibawah kekaisaran Amethys. Tentu saja Adeera memimpikan itu.
"Yang Mulia Ratu, kami harus beristirahat. Aku akan menemuimu nanti."
Calla kembali melihat ke arah Ellijah, "Ah, silahkan, Yang Mulia. Kalian pasti lelah dari perjalanan." Calla selalu bersikap seolah dia istri yang baik. "Pelayan, segera antar Selir istimewa ke tempatnya." Calla memerintahkan pelayan untuk mengantarkan Adeera ke tempatnya.
Ellijah dan Adeera pergi, Calla hanya memandangi dua orang itu sejenak lalu membalik tubuhnya dan meninggalkan tangga itu.
"Yang Mulia, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Shellen mulai lagi. Terlalu cemas.
Calla tetap melangkah dengan tenang. Tenang adalah hal yang paling pas untuk menyembunyikan kegusaran dan kemarahannya saat ini. "Santai saja dulu, Shellen. Biarkan Selir istimewa beristirahat hari ini."
"Yang Mulia." Shellen heran kenapa Calla sangat tenang seperti ini. "Mereka sudah menikah, Yang Mulia. Bukan tidak mungkin mereka sudah melakukannya. Bagaimana jika dia hamil? Yang Mulia akan kehilangan posisi Yang Mulia."
Calla memiringkan wajahnya, tersenyum pada Shellen yang ia anggap sebagai pengganti Amber, "Kau begitu mencemaskan aku, Shellen. Aku sangat-sangat berterimakasih." Calla sekarang bercanda pada Shellen. Hanya dengan Shellen, Calla bisa seperti ini. Setelah kehilangan, bukan lebih tepatnya meninggalkan Ryon, hanya Shellen tempatnya menunjukan wajah aslinya.
"Astaga, Yang Mulia."
Calla kembali memasang wajah seriusnya, "Aku akan memastikan posisiku aman, Shellen." Calla bersuara yakin.
"Yang Mulia Raja memasuki ruangan!"
Calla meletakan kembali cawan ia genggam. Ternyata Ellijah benar-benar datang mengunjunginya. Dengan senyuman manisnya, Calla menyambut Ellijah.
"Selamat datang di kediamanku, suamiku."
Ellijah memandang Calla jijik, "Well, kau merayakan pernikahanku sendirian, Calla." Ellijah beralih ke minuman memabukan yang Calla minum.
Calla tertawa geli, "Benar, aku sedang merayakannya. Aku sangat bahagia suamiku menikah lagi."
Ellijah mendengus, nyatanya dia tak bisa berpura-pura jika dia hanya berdua saja dengan Calla.
"Sandiwaramu itu benar-benar menjijikan, Calla!"
Calla tertawa lagi, "Akupun merasakan hal yang sama untuk sandiwaramu tadi, Yang Mulia. Tapi, untuk saat ini aku sedang benar-benar ikut bahagia untuk pernikahanmu."
Mana mungkin Ellijah bisa percaya pada kata-kata Calla, wanita licik seperti Calla mana mungkin senang melihatnya bahagia. Ellijah yakin jika Calla sedang memikirkan sesuatu tentang Adeera.
"Cih." Ellijah berdecih jijik, "Siapkan pesta penyambutan Selir Istimewa. Dan kirim pelayan ke kediamannya." Sejujurnya Ellijah bisa memerintahkan pelayan utamanya untuk menyampaikan ini pada Calla tapi Ellijah tak akan melewatkan kesempatan ini. Kesempatan untuk melihat raut gusar di wajah Calla.
Calla mengepalkan tangannya, tak pernah seorang ratu ditugaskan untuk menyiapkan pesta penyambutan seperti ini karena semuanya pelayan yang akan mengerjakan. Calla tahu Ellijah sengaja melakukan ini padanya agar dia marah. Calla menenangkan dirinya, ia tersenyum seperti biasanya, "Apapun perintahmu aku pasti akan melakukannya, Yang Mulia."
"Aku suka melihat wajah tenangmu itu, Calla. Dan aku harap kau terus memasang wajah itu hingga akhir." Ellijah berkata sarkas lalu keluar dari ruangan Calla.
"Akh,, sialan!!" Calla memaki keras. Calla kembali duduk di tempat duduknya, menggenggam cawan yang masih terisi air lalu melemparkannya dengan semua kemarahan yang tak bisa ia bendung lagi. "Ellijah, kau benar-benar membuatku muak!" Ini adalah puncak kemarahan Calla pada Ellijah dalam waktu hampir 2 bulan ini.
Calla tersenyum sinis sekarang. Otak liciknya sudah memikirkan sesuatu. Dia pasti akan menghancurkan Adeera. Calla mungkin tak bisa membunuh Adeera sekarang tapi dia bisa membuat Adeera sama menyedihkannya dengan dirinya.