Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Escape : 3

Galeri Hoxton memiliki lokasi yang sempurna di jantung pusat teknologi, seni, desain, dan perbelanjaan East Central London. Ini adalah dalam jarak berjalan kaki singkat dari LSO St.Lukes, The Barbican Centre dan Clerkenwell.

Pagelaran foto yang terselenggara malam itu terasa memikat dengan karya-karya seniman terkenal. Dan betapa membanggakannya bagi seorang Alec Dorantes, karyanya dapat bersanding dengan karya seniman hebat.

Alec dengan percaya diri memamerkan hasil bidikannya pada Emily Watson. Bagi Alec totalitas Emily membuatnya terlihat berbeda dari model lainnya yang pernah menjadi objek kamera Alec. Bagi Emily rasanya luar biasa, ia tak pernah membayangkan jika foto dirinya akan dilihat banyak orang.

“Sang penari,” desis seorang pria yang suaranya tertangkap telinga Emily.

Emily berputar di atas tumit sepatunya, mencari asal suara, tak ada yang ia yakini sebagai pemilik suara sebelum ia menoleh ke belakang dari balik bahunya yang terbuka. Emily mengenakan gaun terusan dengan belahan gaun yang memamerkan kemulusan kulit pahanya.

Seorang pria berdiri di hadapan foto yang memamerkan sosok Emily. Foto dirinya yang terpampang tepat di salah satu sisi dinding ruang pameran. Pria itu menatap dengan lurus dan terlihat mengagumi pemandangan yang dilihatnya yang membuat Emily bertanya-tanya dalam benaknya, bermunculan banyak tanya saat seorang pria memandangi foto seorang wanita tanpa sehelai benang di tubuhnya. Apa yang ada di kepala pria itu?

“Pria berengsek,” gumam Emily dalam pikirannya saat menatap pria itu dari samping. Membuat Emily gagal mengenali pria itu. Tampilan yang rapi dan berkelas. Emily juga mendapati sosok Alec, ia muncul dan berdiri bersebelahan dengan pria yang ia amati sedari tadi sebelum posisi mereka membelakangi Emily.

“Alec… dia dan pria itu…” Emily berjalan beberapa langkah mendekat tanpa ingin bergabung. Rasa penasaran menggelitik dalam dirinya.

“Aku akan ambil semua foto-foto ini.” Suara itu membuat Emily terbelalak. Ia tak yakin dengan yang didengarnya. “Anda yakin, Sir?” Alec bertanya dengan suara yang sama tak yakinnya dan pria itu terlihat mengangguk. Alec mengedarkan pandangan matanya dan mendapati Emily yang sedang berdiri tak jauh dari tempatnya. Alec hanya tersenyum dengan wajah yang jelas tampak bahagia.

“Baiklah, saya akan proses segera. Terima kasih untuk partisipasinya. Selamat malam,” ucap Alec sebelum meninggalkan pria itu dan Emily langsung membalikan posisi berdirinya, memunggungi Alec. Emily tak ingin terlihat. Memasang telinga untuk bisa mendengar langkah lebar mendekati yang ia yakin milik Alec. Suara sol sepatu di atas lantai marmer. Emily tetap tenang seakan tak terjadi apa pun, meski pun degup jantungnya mulai merambat naik, ia menghela napas dalam, lalu menghembuskan perlahan sampai Alec meraih bahunya.

“Pria itu membeli semua gambarmu, cantik,” bisik Alec mirip desisan ular.

Mata indah Emily membulat saat Alec tersenyum bahagia lalu Emily menoleh ke samping dan keduanya berhadap-hadapan. Alec tersenyum puas, membuat Emily menatapnya curiga, sebelum ia ikut tersenyum. Tampak bahagia terpancar jelas di wajah Alec.

“Tak sia-sia kerjaku, kan?” ledek Emily sambil mengerlingkan sebelah matanya yang indah. Alec tersenyum dengan bibir sedikit terangkat. Ia melirik pria pembeli foto-fotonya dari balik bahu Alec. Pria itu masih berdiri di sana. Memandangi foto lainnya. Emily kembali menatap Alec yang berdiri tepat di hadapannya.

“Aku yakin pria itu hyper seks,” desis Emily sambil senyum-senyum.

“Sssttt...” desis Alec dengan jari telunjuk di depan bibirnya. Emily terkejut dan keningnya mengernyit sambil menatap Alec dengan curiga sampai Alec meraih lengannya untuk mendekatkan kepalanya di samping kepala Emily.

“Kau tahu siapa pria itu?” desis Alec kian pelan, Emily melirik dari sudut matanya sebelum menggelengkan kepala cepat. Lebih tepatnya Emily tak peduli siapa pun pria itu.

“Aku tak tahu, dan tak ingin tahu,” timpal Emily sambil berbalik, melepaskan tangan Alec sebelum matanya terbelalak mendapati apa yang ia lihat. Sosok yang teramat ia kenal. Langkahnya berhenti. “Oh my God, Jack,” desis Emily dengan mata membulat.

Dengan gerakan cepat Emily berbalik untuk beranjak pergi, berputar di atas tumit sepatunya sebelum melangkah dengan lebar.

“Aku harus pergi,” ujar Emily cepat sambil meninggalkan tempatnya dan juga Alec. Meninggalkan sahabatnya dengan terperangah.

“Em!” pekik Alec dan Emily mengabaikannya. Emily langsung berlari ke arah pintu belakang, dan selang sedetik teriakan terdengar, dan kali ini bukan dari Alec. “Em!!!” pekik Jack dari pintu masuk. Suara Jack memekik ke seluruh ruangan membuat beberapa pasang mata menoleh mencari asal suara. Ruangan yang berubah gaduh.

Emily terus berlari melewati semua ruangan hingga menuju pintu keluar seiring detak jantungnya yang berubah cepat secara perlahan dan membuat napasnya terasa sesak. Berlari dan terus berlari, hanya itu yang terbesit dalam pikiran Emily saat itu. Ia mencoba mengatur napas di sela kakinya yang berlari dengan sepatu bertumit.

Dengan ketergesa-gesaannya bahkan ia nyaris menabrak seorang tamu lainnya saat ia berusaha melewati pintu keluar, tubuh Emily nyaris terhuyung mencari keseimbangan, ia mematung sambil berpegang pada dinding, dan rintik hujan menyambut dirinya saat ia berhasil membuka pintu belakang gedung galeri.

“Oh Tuhan,” desis Emily dengan napas terengah-engah.

“Em!!!” teriak Jack dari dalam.

Emily menoleh sebentar hingga suara yang memekik dan bayangan masa lalu yang kembali berpendar membuat Emily menoleh dengan napasnya yang naik turun. Tenggorokannya mulai terasa panas. Ia menatap kakinya yang memerah lalu menoleh ke belakang sekali lagi, terdengar suara orang yang berlari. Derap kaki yang berhamburan.

“Tak ada pilihan lain,” kata Emily pada dirinya sendiri. Ia melepaskan sepatu yang dikenakannya dan meninggalkannya begitu saja secara sembarangan sebelum ia kembali berlari dalam balutan gaun hitam. Menarik gaunnya sedikit ke atas, memudahkan kakinya untuk melangkah. Emily coba menjaga keseimbangan tubuhnya di antara licinnya aspal jalanan. Terus berlari dan terus berlari semampu kakinya.

“Masuklah. Cepat!” Perintah seseorang dari dalam mobil.

Sebuah mobil mewah SUV hitam yang muncul tiba-tiba, berhenti tak jauh dari arah Emily berlari. Mata indah Emily terbelalak. Sesosok pria di balik kemudi yang menurunkan kaca mobilnya. Selintas lalu bayangan semburat wajah, Emily mencoba mengingat wajah pria di dalam mobil. Pria itu melambaikan tangannya untuk memintanya segera masuk ke dalam mobil.

“Ayo cepat, pria itu mengejarmu!” perintahnya dengan suara lantang.

“Em!” teriak Jack.

Emily menoleh ke belakang, sebelum berlari mendekat ke arah mobil. Pintu terbuka lebar di hadapannya sementara Jack kian mendekat. Tak ada waktu untuk berpikir, Emily langsung memasuki mobil dan selang beberapa detik mobil pun meluncur cepat seraya pintu yang tertutup dengan hentakan keras.

“Em! Sial!” Jack memekik dan masih terdengar hingga ke telinga Emily yang tergopoh-gopoh. Napasnya naik turun dengan cepat dan peluh telah membasahi keningnya. Emily mencoba untuk mengatur napas meski terasa berat.

“Aku rasa kau sudah aman.” ucap pria di balik kemudi.

Emily meliriknya sebelum keduanya bertatapan dan ia memalingkan wajahnya ke depan. Emily masih berusaha untuk bisa bernapas. Hanya tersisa sebait kata, PRIA YANG SAMA.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel