Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Bryan vs Jashie

Bab 9 Bryan vs Jashie

Briyan masuk ke dalam kamarnya. Ia melemparkan tas ke atas tempat tidurnya. Ia menatap pada cermin yang memantulkan bayangan dirinya. Ia mencampakkan buku-buku yang ada di meja belajarnya.

Briyan merasa kesal, ia murka dengan apa yang terjadi pada dirinya sejak ia mulai satu kelompok dengan Jashie. Ia benar-benar tidak terima dengan perlakuan teman-temannya yang kerap kali memuji Jashie. Sedangkan ia, ia terabaikan begitu saja karena apa yang dimiliki oleh Jashie.

Matanya merah. Semua barang yang ada di dalam kamarnya itu telah berserakan ke lantai. Bahkan tas dan bukunya sudah bertebaran di mana-mana. Briyan tidak terima dengan pujian-pujian yang mengarah ke arah Jashie.

“Kenapa harus Jashie yang mendapatkan pujian itu? Kenapa bukan aku? Seharusnya aku yang mereka puji. Karena aku lebih baik dari Jashie, aku lebih cerdas darinya, dan aku juga lebih tampan darinya,” geram Jashie memandang ke arah cermin yang memantulkan cahayanya.

“Kenapa harus Jashie yang mendapatkan semua itu, Tuhan? Kenapa bukan aku?” lirihnya.

“Aku tidak terima jika Jashie yang menjadi pujaan dari teman-temanku, seharusnya aku. Seharusnya aku yang mendapatkan pujian itu dari mereka Tuhan,” lirih Briyan lagi.

Briyan menunduk. Ia menyadari dirinya yang bukan siapa-siapa bila dibandingkan dengan Jashie yang menjadi pujaan di dalam kelompoknya tadi.

“Tuhan, apakah aku salah? Aku tidak menyukai Jashie yang selalu bersikap pura-pura baik dan polos di hadapanku. Tuhan berikan aku sebuah keajaiban untuk berada di posisi Jashie, Tuhan. Aku mohon, biarkan aku yang berada di posisi Jashie, Tuhan. Aku mohon tukar posisi kami Tuhan, agar aku bisa merasakan kesenangan dan kebahagiaan yang ia rasakan, Tuhan!” simpuhnya.

“Aku harus melakukan sesuatu, agar mereka tidak selalu memuji Jashie,” ucap Briyan tersenyum miring menatap dirinya dalam cermin yang ada di hadapannya.

***

Esok harinya. Setibanya di kelas, Jashie langsung duduk di bangkunya, sembari menunggu bel pembelajaran di mulai Jashie membuka buku pelajarannya. Kelas itu sudah diramaikan oleh anak-anak di kelas Jashie yang mendengarkan cerita Maya dan Angel saat mengerjakan tugas di rumah Jashie.

Briyan yang juga baru datang di kelas itu, merasa kesal karena teman sekelasnya terlalu memuji Jashie. Briyan merasa tidak suka, saat teman sekelasnya mulai memuji Jashie dan mengabaikan dirinya. Bagaimanapun, bagi Briyan dirinya lah yang lebih pantas untuk di puji semua orang karena kepandaiannya dalam mata pelajaran olahraga.

“Saat istirahat nanti, aku traktir kalian semua makan di kantin. Kalian mau tidak?” ajak Briyan tidak ingin kalah saing dari Jashie yang sejak kemarin banjir pujian dari teman-temannya.

Bel tanda pelajaran dimulai pun berbunyi. Semua anak kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. Menantikan kehadiran sang guru yang akan memberikan ilmu kepada mereka di pagi ini.

Setelah sang guru ceramah panjang lebar, ia memberikan sebuah tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa. Kondisi kelas saat ini terasa hening dan hidmat. Tidak ada satupun suara gaduh yang terdengar di sana. Semuanya diam dan tenang di dalam mengerjakan tugas yang diberikan sang guru sampai berbunyi bel tanda istirahat. Menandakan bahwa jam pelajaran saat ini telah usai.

“Baiklah, anak-anak sekarang kalian kumpulkan tugas yang ibu berikan sekarang juga,” ucap sang guru. Satu orang perwakilan kelas mengambil tugas yang telah mereka kerjakan dan mengumpulkannya kepada sang Guru.

“Kalian semua boleh istirahat,” ucap sang guru kemudian ia melangkah keluar dari kelas.

Briyan tidak ingin di anggap kalah dari Jashie. Ia berdiri di hadapan kelas, seolah ia akan mengumumkan sesuatu pada penghuni kelas itu.

“Saat ini aku ingin mentraktir kalian semua di kantin.” Briyan mengumumkan.

Semua anak yang berada di sana bersorak sorai, gembira mendapatkan traktiran dari Briyan. Mereka semua berdiri, siap untuk mengikuti langkah Briyan yang hendak mentraktirnya saat ini.

Briyan menyeringai senang. Ia melihat teman-teman yang begitu antusias padanya. Mereka seolah mulai melupakan Jashie serta pujian-pujian mereka terhadap Jashie. Jashie hanya duduk diam dan tertunduk di kursinya.

“Baiklah, kalau begitu kalian ikut denganku! Kecuali yang sedang membaca buku, karena ia takut tersaingi olehku,” ucap Briyan.

Ia merasa senang, berjalan lebih dahulu dan diikuti dengan teman-teman satu kelas dengannya kecuali Jashie. Briyan tidak mengajak Jashie, bahkan saat ia berkata ‘kecuali’, pandangan mata Briyan mengarah pada Jashie yang hanya duduk dan sesekali menatap ke arah Briyan tadi.

Mereka semua meninggalkan Jashie di dalam kelas sendirian. Tidak ada satupun orang yang mengajak Jashie untuk ikut. Jashie merasa sedih. Ia merasa dikucilkan dan disisihkan oleh Briyan.

Tidak lama, Aaron datang menghampiri Jashie yang sendirian di dalam kelas. Ia melihat Jashie dalam keadaan murung. Terlihat tidak bergairah sama sekali.

“Jashie, kamu kenapa?” tanya Aaron prihatin dengan Jashie.

“Aku tidak apa-apa, Kak!” sahut Jashie menyadari kehadiran sang Kakak. Jashie segera menutup bukunya dan memasukkan buku itu ke dalam tasnya.

“Tidak apa-apa, tapi kamu murung seperti ini?” tanya Aaron masih penasaran akan apa alasan yang membuat wajah Jashie terlihat murung.

“Aku tidak murung, Kak. Aku hanya sedang membaca buku pelajaran saja,” ucap Jashie.

“Tidak, ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan dari Kakak,” ucap Aaron berusaha untuk memancing Jashie untuk jujur padanya.

“Aku benar-benar tidak apa-apa, Kak. Dan aku juga tidak murung seperti yang Kakak katakan,” ucap Jashie berusaha untuk memastikan.

Aaron tahu betul bagaimana sikap Jashie. Meskipun seratus kali Jashie mengatakan ia tidak apa-apa, tetapi hati Aaron merasakan ada sesuatu yang telah terjadi pada Jashie saat ini. Hanya saja Jashie enggan mengatakan padanya, akan apa yang telah membuatnya merasa sedih.

“Tadi kakak lihat teman-teman kamu pergi bergerombolan bersama dengan Briyan, mereka mau ke mana?” tanya Aaron menyelidik.

“Briyan membawa mereka ke kantin, karena Briyan akan mentraktir mereka semua, Kak.” Jashie menyampaikannya tanpa menoleh ke arah Aaron, karena Jashie tengah sibuk memasukkan berbagai barang lain miliknya ke dalam tas.

Mendapatkan jawaban seperti itu membuat Aaron merasa paham, akan apa yang menjadi penyebab adiknya bersedih hati. Ia tidak ingin bertanya lagi. Dalam pikiran dan hatinya ia berusaha untuk mencari cara agar Jashie dapat melupakan kesedihannya.

“Ayo!” Aaron menarik tangan Jashie. Ia membawa Jashie pergi dari kelas yang sepi itu menuju suatu tempat.

Kini mereka sudah berada di taman yang menjadi tempat popular bagi mereka, karena mereka kerap kali duduk di taman itu. Tepatnya di bawah pohon yang rindang dan menyejukkan.

Mereka berdua membuang napas karena merasa napasnya tidak beraturan sebab mereka yang baru saja berlari menuju tempat itu. Mereka berdua duduk di bawah pohon nan rindang itu. Meregangkan oto-otot kaki mereka dan mengatur kembali napas yang tersengal.

“Kamu lelah?” tanya Aaron melihat Jashie yang masih mengatur napasnya.

“Iya, Kak. Rasanya lumayan lelah,” sahut Jashie tersenyum.

Aaron lebih merasa nyaman saat melihat senyuman yang terpancar di wajah Jashie. Ia tidak ingin melihat Jashie murung. Itulah sebabnya bagi Aaron untuk membawa Jashie ke taman itu.

“Bagaimana? Napasnya sudah teratur?” tanya Aaron.

“Sudah mulai teratur Kak,” kekeh Jashie.

“Kalau masih belum teratur, sini kakak bantu kamu,” ucap Aaron.

Jashie terkekeh. Ia merasa senang karena Aaron masih peduli padanya, sehingga rasa sedih tadi terlupakan begitu saja di dalam hatinya. Jashie tidak tahu, bagaimana kehidupannya jika tidak ada Aaron di sampingnya. Bagi Jashie, Aaron adalah segalanya.

Begitupun dengan Aaron. Aaron tidak pernah rela jika Jashie merasa sedih atau terluka, sebisa dan semampunya, Aaron selalu berusaha untuk membuat Jashie terhibur, serian dan bahagia.

“Jashie, lihat sini.” Aaron menunjukkan wajah terburuknya yang ia ambil melalui kamera ponselnya.

“Kakak jelek sekali.” Jashie terkikik melihat gambar itu.

“Ayo tunjukkan wajah tampanmu!” Aaron berusaha mengambil gambar Jashie yang tidak kalah jelek wajahnya dari semulanya, dengan mata yang disipitkan, hidung yang di kembangkan dan bibir yang keriting. Keduanya tertawa lepas melihat apa yang tertangkap oleh kamera ponselnya.

Keberadan Aaron membuat Jashie bahagia dan melupakan segala duka, sedih dan resah di dalam hatinya.

Bersambung…

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel