Bab 8 Pujian untuk Jashie
Bab 8 Pujian untuk Jashie
“Kenapa kamu memedulikan dia Jashie? Sedangkan dia sudah mengancammu dan membuatmu merasa takut?” tanya Aaron. Ia semakin merasa bangga pada Jashie yang berhati lembut. Ia terlalu memikirkan perasaan orang lain, sedangkan orang itu tidak pernah memikirkan perasaannya.
Jashie benar-benar berbeda dari lelaki lain. Sifatnya yang lembut dan pengertian membuat Aaron merasa semakin sayang pada Jashie – adiknya. Rasa sayang itu tidak bisa terlukiskan lagi di hati Aaron.
Ia mendekap dengan erat tubuh Jashie yang lebih mungil darinya.
“Sikap kakak tadi benar-benar keterlaluan, Kakak sudah bersikap dingin pada Briyan. Padahal sudah sangat jelas Briyan itu berniat baik pada kakak. Tetapi kakak mengabaikannya,” Jashie memanyunkan bibirnya, mengakui ketidaksukaannya atas sikap Aaron tadi.
“Jashie, Kakak tidak suka diperlakukan seperti itu oleh Briyan.” Aaron memegang pundak Jashie,
“Jashie, kamu itu terlalu baik. Kakak tidak suka pada mereka yang sudah membuatmu merasa ketakutan dan tidak nyaman.”
“Iya, Kak, tapi Briyan itu berniat baik pada Kakak.” Jashie manggut-manggut dan berkata pelan.
Aaron tersenyum, semakin mengagumi kebaikan hati Jashie. Ia merasa tak salah menyayangi Jashie, karena Jashie begitu baik kepada semua orang, termasuk pada Briyan yang selalu menakutinya.
***
Jam istirahat telah usai. Semua anak yang berada di kantin dan di taman sekolah berhamburan masuk ke dalam kelas masing-masing, begitupun dengan Aaron dan Jashie. Mereka berpisah jalan karena kelas mereka cukup berjauhan.
Setibanya di dalam kelas Jashie duduk di bangkunya, menantikan kehadiran sang Guru yang akan memberikan pembelajaran pada mata pelajaran kali ini. Jashie membuka buku pelajarannya dan membaca buku itu.
Briyan masuk ke dalam kelas. Ia memandang Jashie dengan penuh emosi karena Jashie. Ia menjadi gagal untuk dapat mendekati Aaron di kantin tadi. Sementara itu, Jashie yang sadar ada sorot mata yang tidak senang terhadapnya hanya bisa menunduk, dan menatap serius pada buku bacaannya tanpa peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya.
Tidak lama mereka menunggu, seorang guru pun masuk ke dalam kelas. Setelah menyampaikan serangkaian materi yang akan di bahas kali ini, guru tersebut membuat sebuah kelompok belajar.
“Di kelompok satu, Briyan, Jashie, Angel, dan Maya.”
Mendengarkan dirinya satu kelompok dengan Briyan, Jashie menatap tak percaya. Namun, Jashei berusaha untuk bersikap positif atas apa yang telah ditetapkan oleh sang guru.
Sedangkan Briyan merasa senang karena dirinya satu kelompok dengan Jashie. Ia tersenyum miring menghadap ke arah Jashie yang duduk di bangku depannya.
“Akhirnya aku memiliki alasan dan kesempatan untuk bertemu dengan Aaron,” Briyan senyam senyum sendiri merasa senang dengan keputusan guru yang membuatnya satu kelompok dengan Jashie.
“Baiklah, sekarang kalian duduk berkelompok!” titah sang guru.
Kelas pun ricuh untuk sementara waktu karena mereka yang tengah membuat meja di ruangan itu menjadi beberapa kelompok belajar.
Saat ini, Jashie duduk berhadapan dengan Briyan. Di sebelahnya ada Maya, dan di sebelah Briyan ada Angel yang sudah duduk di sana. Mereka merupakan satu kelompok di dalam pelajara Biologi kali ini.
Guru memberikan selembar kertas yang mana di dalam kertas itu berisi permasalahan yang harus mereka pecahkan bersama. Jashie masih menunduk dan hanya fokus terhadap selembar kertas di atas mejanya.
“Hay, Jashie. Kenapa kamu menunduk seperti itu? Santai saja, aku tidak akan melakukan apapun padamu kali ini,” ucap Briyan berusaha memastikan Jashie, bahwa ia akan bersikap baik pada Jashie.
Jashie membalas ucapan Briyan dengan tersenyum, meskipun, Jashie masih merasa takut dengan apa yang bisa di lakukan Jashie terhadapnya.
“Baiklah, kita mendapatkan tugas kelompok ini, dan artinya tugas ini harus kita selesaikan bersama,” ucap Angel.
“Iya, kita tidak mungkin menyelesaikan tugas ini sekarang karena jam pelajaran kali ini akan segera habis,” timpal Maya.
“Kenapa kita tidak kerjakan saja dahulu yang kita bisa? Setelah itu jika memang waktunya sudah habis, kita lanjutkan saja di rumah. Bukankah dengan begitu pekerjaan kita akan menjadi lebih mudah dan ringan?” tanya Jashie pada teman satu kelompoknya.
“Kamu benar juga, Jashie!” ucap Angel kagum.
“Jadi apa yang akan kita kerjakan terlebih dahulu, Jashie?” tanya Maya.
“Kita selesaikan saja tugas nomer satu. Di sini, kita di minta untuk membedakan tumbuhan dikotil dan monokotil…,” Jashie menjelaskan tugasnya panjang lebar, sementara itu Angel dan Maya merasa kagum karena mereka bisa satu kelompok dengan Jashie yang termasuk anak cerdas di kelas itu.
“Wah, Jashie, aku sangat senang bisa satu kelompok denganmu, kamu begitu cerdas, aku sangat yakin, kelompok kita akan mendapatkan nilai yang terbaik karena adanya kamu.” Maya tak hentinya memuji kecerdasan Jashie.
Sedangkan Briyan, ia terdiam dan menatap kesal pada mereka yang tengah memuji Jashie dan mengabaikan keberadaannya.
“Kamu benar Maya, Jashie adalah lelaki yang sempurna. Dia terlahir dari keluarga yang kaya raya, punya Kakak yang sangat tampan seperti Aaron, dan juga mempunyai otak yang begitu cerdas. Aku merasa iri denganmu Jashie,” timpal Angel.
Briyan masih terdiam dan hening saat teman-temannya memuji apa yang dimiliki oleh Jashie, mereka seolah mengabaikannya yang juga berada di sana. Baginya, Jashie telah berhasil mendapatkan simpati dari Maya dan juga Angel, membuatnya tidak memiliki arti di antara mereka.
Pujian yang tiada henti dari Maya dan Angel untuk Jashie membuatnya merasa iri dan penuh dengan emosi.
Jam pelajaran pun berakhir, semua tugas masih belum selesai dan guru meminta tugas itu untuk di laksanakan di rumah.
“Di mana kita akan mengerjakan tugas ini?” tanya Angel.
“Bagaimana kalau kita kerjakan tugas ini bersama-sama di rumah Jashie?” Briyan berpendapat.
“Itu ide yang bagus, Briyan.” Maya menyetujui.
“Iya, aku setuju jika kita mengerjakannya bersama-sama di rumah jashie,” ucap Angel.
“Bagaimana Jashie?” tanya Angel memastikan.
“Baiklah, aku setuju. Kenapa tidak saat pulang sekolah ini saja kita kerjakan di rumah?” ucap Jashie menyetujui saran dari teman-teman satu kelompok dengannya.
“Kami sangat setuju denganmu Jashie,” ucap Briyan.
***
Jashie mempersilakan teman-temannya untuk masuk ke dalam rumah. Dari gerbang rumahnya saja semua temannya terkagum dengan tempat tinggal Jashie yang sangat besar dan mewah. Terlebih Briyan yang tidak berkedip sama sekali saat berada di kediaman itu.
“Rumah kamu besar dan bagus sekali ya, Jashie,” kagum Briyan.
“Iya, sepertinya jika berada di dalam rumah itu, rasanya akan sulit keluar dari sana,” tukas Maya.
Jashie senyam senyum pada ketiga temannya. Jashie membukakan pintu dan meminta mereka untuk duduk di ruangan tamu.
“Dari luarnya saja bagus sekali, apalagi di dalamnya,” ucap Angel ikut mengagumi dengan apa yang terlihat di hadapannya kali ini.
“Iya, bagus sekali. Rasanya aku betah berlama-lama di rumahmu, Jashie,” timpal Maya.
“Kalian mau minum apa?” tanya Jashie menawari minuman untuk teman kelompok belajarnya itu.
“Terserah kamu saja,” ucap Angel.
“Kalau bisa yang segar-segar, ya, Jashie!” pinta Maya.
“Kalian semua tunggu di sini, ya, akan aku ambilkan,” Jashie berlalu meninggalkan mereka.
Briyan masih duduk di sofa yang dirasa empuk. Briyan menatap ke seluruh ruangan, di mana ruangan itu cukup luas dan cukup mewah baginya. “Pasti sangat nyaman untuk bisa tinggal di rumah Jashie,” pikirannya berkecamuk membayangkan dirinya berada di posisi Jashie saat ini. Namun, semua itu hanya berada di dalam bayangannya.
Maya dan Angel tiada hentinya memuji apa yang mereka lihat di dalam ruangan itu, tidak hanya memuji rumah dan seisinya, mereka pun memuji kecerdasan dan kebaikan yang dimiliki Jashie.
“Jashie itu anak yang sangat beruntung ya, bisa terlahir dari keluarga seperti ini. Sudah dia kaya, tidak sombong, pintar dan baik hati. Aku semakin kagum dengannya,” ujar Maya tak hentinya mengungkapkan kekagumannya.
Setelah kedatangan Jashie, mereka mulai kembali mengerjakan tugas kelompok bersama. Tugas itupun selesai dengan cepat, dan semuanya karena bantuan dari kecerdasan Jashie. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing.
Selama dalam kegiatan menyelesaikan tugas, Briyan tidak berkomentar sepatah kata pun. Ia hanya diam, dari manik matanya yang terlihat sendu, menjelaskan bahwa ada sesuatu yang mengganjal di dalam hati Briyan.
Bersambung…