Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Sebuah Ancaman

Bab 5 Sebuah Ancaman

Esok harinya, saat jam istirahat setelah jam pelajaran berakhir, Aaron mendatangi kelas Jashie. Ia berjalan dengan penuh senyuman di wajahnya karena akan menghampiri Jashie di kelasnya. Di tangannya ada sebotol minuman dan handuk kecil yang akan ia bawakan untuk Jashie. Karena saat ini Jashie baru saja selesai olahraga. Membuat Aaron terus tergerak hatinya untuk mendatangi Jashie.

Aaron mendatangi Jashie yang masih berpeluh karena baru selesai berolahraga. Peluh di keningnya bercucuran membuat Aaron tidak sampai hati melihat kening itu basah karena keringat. Aaron mengelap kening Jashie dengan lembut dan penuh kasih sayang, sembari senyuman di wajahnya terus terpancar pada Jashie. Aaron memberikan sebotol minuman pada Jashie, karena ia sangat tahu Jashie pasti kehausan setelah mengikuti jam pelajaran olahraga pagi ini.

Jashie menyeruput minuman itu yang botolnya masih dipegangi oleh Aaron. Karena rasa haus yang melandanya membuat Jashie menghabiskan minuman itu tanpa tersisa. Aaron yang merasa geli melihat tingkan jashie, tertawa lepas.

Briyan yang berada di sudut ruangan itu mencibir melihat perlakuan Aaron yang begitu peduli dan begitu lembut pada Jashie. Ia mengambil gawainya dan merekam kebersamaan Aaron dan Jashie yang tidak biasa itu, sejak awal Aaron datang ke dalam kelasnya itu. Dengan senyuman miring dan merasa puas menangkap apa yang dilakukan Aaron dan Jashie, Briyan Berbisik-bisik pada Angel yang merupakan sahabatnya.

“Angel, kamu lihat itu si Jashie dan Aaron, mereka berdua itu sudah seperti sepasang kekasih saja, ya.” Briyan mencebik ke arah Aaron dan Jashi yang duduk di bangku paling depan.

“Kamu ini ada-ada saja, Briyan. Mereka itu, ‘kan kakak adik,” sela Angel.

“Iya, lihat saja, mereka berdua begitu romantis. Seharusnya Aaron seperti itu kepadaku,” timpal teman yang duduk di bangku depan Briyan.

“Lihat, itu. Apa ada kakak adik seperti itu? Dan Jashie, ia sudah seperti seorang puteri yang dilayani oleh raja saja,” cibir Briyan. Bibirnya keriting seperti mie rebus saat memperlihatkan sikap Aaron pada Jashie kepada teman-teman yang berada di dekatnya saat ini.

Angel tersenyum mendengarkan ucapan Briyan yang begitu semangatnya menggunjing Jashie dan Aaron. Mengatkan hal yang bukan-bukan tentang mereka pada dua orang temannya yang saat ini berada di dekatnya.

Setelah Briyan rasa cukup dengan rekaman video yang menangkap kemesraan Aaron dan Jashie, Briyan menyimpan rekaman itu dan kembali menyimpan gawainya ke dalam saku celananya.

Briyan tersenyum puas dengan apa yang ia dapatkan dari tindakan gerak cepatnya saat ini. Baginya ini adalah salah satu kesempatan yang bagus bagi Briyan untuk mulai bertindak. Mendapatkan apa yang ia inginkan.

Setelah cukup lama Aaron berada di ruang kelas Jashie, Aaron berjalan meninggalkan Jashie yang masih duduk di tempatnya. Jashie melambaikan tangannya pada sang kakak yang keluar dari kelasnya.

Aaron terus berjalan kembali menuju kelasnya yang berjarak cukup jauh dari kelas Jashie, karena bel tanda istirahat usai telah berbunyi. Mengharuskan Aaron untuk segera keluar dari kelas itu dan kembali ke dalam kelasnya, takut ia akan dimarahi oleh guru yang mengajar di jam saat ini.

Setelah memastikan Aaron sudah jauh dari kelas itu, suasana kelas masih sepi. Anak-anak lain masih senang berada di luar kelas, sembari menunggu guru yang akan datang, dan seketika guru mereka datang, mereka akan lari terbirit-birit saat itu juga. Briyan berjalan menghampiri Jashie dan duduk di bangku sebelah Jashie yang kosong.

“Briyan,” Jashie merasa kaget akan kedatangan Briyan yang tiba-tiba. Jantungnya serasa hendak copot karena tidak menyadari kedatangan Briyan di sampingnya.

“Iya, Jashie. Ini aku, Briyan. Masa kamu sudah lupa.” Briyan terkekeh melihat geliat Jashie yang merasa kaget akan kehadirannya.

“Mana mungkin aku lupa sama kamu, Briyan.” Ujar Jashie.

“Iya juga,”

“Ada apa, Briyan?” tanya Jashie penasaran kenapa Briyan tiba-tiba datang dan duduk di bangku sebelahnya yang kosong itu.

“Apa aku tidak boleh duduk di sini?” tanya Briyan.

“Iya, boleh saja. Bangku ini bebas di duduki oleh siapapun,” Jashie tersenyum, membolehkan Briyan duduk di sebelahnya.

“Ada apa, Briyan?” tanya Jashie lagi, masih menantikan jawaba Briyan atas pertanyaannya yang sama. Jashie menatap Briyan dengan matanya yang sendu, tengan menantikan sebuah jawaban.

“Aku mau meminta nomor telepon Aaron padamu, Jashie,” ujar Briyan mengeluarkan gawainya dari dalam saku celananya.

“Aku tidak bisa memberikan nomer Aaron pada siapapun. Aku takut Aaron akan marah, karena Aaron tidak akan suka jika aku memberikan nomornya pada orang lain,” ucap Jashie menolak. Ia takut jika Aaron akan marah besar padanya karena telah memberikan nomer Aaron pada orang lain yang tidak berkepentingan.

Fikiran Jashie berkecamuk mempertanyakan apa tujuan dari Briyan yang meminta nomor telpon Aaron padanya. Sedangkan Aaron sudah sangat sering berkata dengan jelas pada Jashie untuk tidak menyebarluaskan nomer teleponnya meskipun kepada teman-teman satu sekolahan dengannya.

“Benar kamu tidak mau memberikan nomornya padaku, Jashie?” tanya Briyan memastikan.

Briyan mengaktifkan layar gawainya yang terkunci, menunjukkan video yang ia rekam beberapa menit yang telah lewat.

“Apa jadinya jika aku menyebar luaskan video ini? Aku rasa video ini akan viral dalam waktu satu jam,” ujar Briyan dengan senyuman liciknya.

Mata Jashie melotot menatap pada apa yang ia lihat saat ini. Rekaman video dirinya bersama dengan Aaron, dimana Aaron mengelap keringatnya dan memberikan minuman pada Jashie. Dalam video itu terlihat Aaron yang begitu mesra dan memperlakukannya dengan penuh rasa cinta yang luar biasa.

Sebuah perlakuan yang seharusnya Aaron berikan pada seorang gadis. Namun, ia memberikan perhatian lebih itu pada Jashie yang berwajah imut layaknya seorang gadis.

Jashie merasa murka dengan apa yang telah dilakukan Briyan padanya. Briyan begitu licik karena diam-diam telah mengambil rekaman dirinya tanpa seizinnya. Tidak terima dengan rekaman itu, Ia berusaha untuk mengambil gawai yang berada di tangan Briyan. Namun, Briyan begitu cepat bergerak. Briyan berdiri dan berlari sembari mengangkat tangannya yang menggenggam gawai itu, membuat Jashie yang bertubuh lebih pendek darinya tidak bisa menjangkau tangan Briyan yang ia rasa sama tingginya seperti Aaron.

Mata Jashie mulai merah karena marah, ia terus berusaha untuk kembali merebut gawai milik Briyan guna menghapus rekaman itu. Namun, hasilnya tetap nihil. Briyan lebih tinggi darinya.

“Briyan, aku minta sama kamu. Hapus video itu sekarang juga!” tegas Jashie.

Namun, seberapa tegasnya Jashie tidak terdengar tegas di telinga Briyan. Karena bagi Briyan suara Jashie terdengar begitu lembut dan gemulai. Membuatnya semakin menjadi-jadi untuk mengancam jashie, mengatakan akan menyebarkan video rekaman itu pada teman-teman di sekolahnya.

“Berikan aku nomor telepon Aaron,” pinta Briyan saat Jashie merasa lelah mengejarnya untuk mengambil gawai yang ada di tangannya.

Jashie terdiam cukup lama, mematut pada Briyan yang terus menggodanya dengan iming-iming akan menyebarluaskan video rekamannya itu jika saja ia tidak memberikan nomer telpon Aaron pada Briyan.

Jashie merasa tidak berdaya. Tinggi badannya yang tidak seberapa dibandingkan dengan Briyan membuatnya selalu tidak berhasil untuk mendapatkan gawai milik Briyan, untuk menghapus rekaman video dirinya.

“Briyan, tolong hapus rekaman video itu, please,” pinta Jashie dengan lembut setengah merengek.

Briyan cengengesan, merasa senang melihat Jashie yang menderita karena takut video tentang dirinya tersebar di jagat dunia maya. Yang bisa saja dalam sekejap mata video seperti itu akan segera viral.

“Aku tidak akan menghapus rekaman ini sampai kamu memberikan nomor teleponnya padaku,” ujar Briyan yang masih meninggikan ponsel yang ada di tangannya.

“Aku tidak bisa, Briyan. Permintaanmu itu sangat sulit untuk aku lakukan,”

“Apa susahnya? Kamu hanya tinggal menyebutkan angkanya saja, Jashie. Ayolah! Jangan membuat semuanya terasa sulit,” tukas Briyan.

“Hal itu memang sangat sulit untuk aku lakukan, Briyan. Aku tidak ingin kak Aaron marah padaku karena telah memberikan nomor teleponnya padamu,” Jashie terus berupaya untuk menolak permintaan Briyan. Namun, Briyan terus bersikukuh untuk mendapatkan nomer telepon milik kakaknya itu.

Jashie mengembuskan napasnya yang terasa berat karena tindakan Briyan terhadapnya.

Bersambung…

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel