Bab 3 . Bermainlah Dengannya!
Dua tahun berlalu dengan begitu cepat. Pada hari kelulusan, Bibi Mou hadir dan menemaninya. Ellena bersyukur memiliki Bibi Mou di sisinya.
Ellena kuliah di salah satu Universitas A, di kotanya. Beruntung dirinya memiliki nilai sempurna dan menerima beasiswa dari Universitas tersebut. Namun, tetap ada biaya yang harus dibayar meskipun itu beasiswa. Hasil jerih payahnya selama dua tahun, habis untuk membayar semua tagihan itu.
Namun, itu sepadan karena jurusan yang diambilnya yaitu Fashion Design, sesuai dengan cita-citanya yang ingin menjadi seorang perancang busana.
Jadi, dirinya harus lebih bekerja keras. Selain membantu di Dojo dan swalayan, dirinya juga menjadi supir pengganti. Bayarannya sangat memuaskan, karena biasanya anak-anak orang kaya yang membutuhkan jasa itu. Biaya pengurusan SIM terbayar dengan dua kali menjadi supir pengganti.
***
Hari ini, tidak ada permintaan menjadi supir pengganti. Jadi, dirinya langsung kembali ke rumah begitu selesai bekerja dari swalayan.
Sudah pukul 10 malam, tetapi dirinya sudah terbiasa jadi tidak ada masalah.
Ellena membuka pintu rumah dan dirinya disambut dentuman musik yang terdengar jelas. Dirinya berjalan masuk ke dalam rumah dan melihat sekumpulan pria serta wanita berada di ruang tamu.
Para wanita menari meliuk-liuk tubuh mereka di hadapan para pria yang meneguk minuman keras.
Bibi Yihua terlihat turun dari lantai atas, dengan hanya mengenakan gaun tidur dengan kimono terbuka menyampir di bahunya. Bibi Yihua disambut oleh seorang pria muda, mungkin seumuran dengannya. Pria itu memeluk dan mencium kasar Bibi Yihua.
Bukannya marah, Bibi Yihua malah tertawa geli dan membalas ciuman pria muda itu. Ellena seketika merasa mual melihat hal tersebut.
Dengan langkah lebar, dirinya berjalan ke arah pemutar musik kesayangan ayahnya. Biasanya, ayah akan memutar musik klasik dan mereka akan berdansa mengelilingi ruangan ini. Namun, Bibi Yihua malah memutar musik disko yang memekakkan telinga.
Kesal! Ellena mencabut saklar listrik pemutar musik itu. Seketika, suasana menjadi hening dan semua mata tertuju padanya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Bibi Yihua garang, sambil melepaskan pelukan pria muda itu dan berjalan mendekatinya.
"Aku tidak peduli jika Bibi berpesta di luar! Tapi, jangan di rumah ini! Setidaknya, hormati mendiang ayah saya!" ujarnya dengan suara bergetar.
Bibi Yihua menatapnya tajam, dan senyum tipis terpatri di wajah wanita itu. Bibi Yihua menjambak rambutnya dan menariknya ke belakang.
Arrgghh ... !!!
Teriak Ellena kesakitan.
"Ayahmu sudah mati! Orang mati tidak lagi tahu apa-apa! Kau menjadi kurang ajar, setelah tumbuh dewasa!" desis Bibi Yihua.
Ellena tidak dapat berkata apa-apa, rambut panjangnya dijambak begitu kuat. Bahkan, dirinya kesulitan menggerakkan kepala.
"Kau harus diberi pelajaran!"
Lalu, Bibi Yihua yang masih menjambak rambutnya, menariknya ke ruang tamu. Ellena menahan rasa sakit itu dan berjalan tertatih-tatih mengikuti Sang Bibi.
"Bermainlah dengannya!" ujar Bibi Yihua sambil melepaskan cengkeramannya dan mendorong Ellena ke tengah-tengah ruang tamu.
Ellena terjatuh di atas pangkuan salah satu pria yang sangat bau alkohol. Semua pria di sini masih sangat muda, lain halnya dengan para wanita yang terlihat seumuran dengan Bibi Yihua.
"Anda serius?" tanya pria di belakangnya.
"YA!"
Ellena hendak berdiri, tetapi pria itu langsung memeluk pinggang rampingnya dengan erat. Bahkan pria mabuk itu mengendus lehernya.
"Lepaskan! LEPASKAN AKU!" pekik Ellena sambil memukul keras tangan yang melingkar di pinggangnya.
Pria itu tertawa dan berdiri, tetapi masih memeluk pinggangnya erat. Pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Ellena.
"Kau sangat cantik!" bisik pria itu. Tangan pria itu masih tetap memeluknya erat, seakan takut dirinya akan melarikan diri.
Ellena meronta-ronta, semakin dirinya berteriak, mereka semakin tertawa gembira.
Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Pria itu, memeluknya semakin erat dan menempelkan wajah mereka. Hal itu sangat menjijikkan, dirinya harus memutar otak.
Judo! Ya, Judo! Ini saatnya mempraktekkan apa yang selama ini dilihatnya di Dojo. Ellena menatap ke arah pintu depan yang masih terbuka, beruntung dirinya tidak mengunci pintu itu.
Napas pria yang memeluknya semakin memburu dan bau alkohol membuat Ellena mual.
Ellena fokus, lalu melemaskan tubuhnya agar pria itu melonggarkan pelukannya.
"He-eh, kamu menikmatinya?" bisik pria itu saat merasa tubuhnya mulai santai.
Pria itu melepaskan pelukannya dan kedua tangan pria itu berpindah ke pundaknya.
Ellena menginjak keras salah satu kaki pria itu.
ARRGGHH ... !!!
Saat pria itu berteriak kesakitan, dirinya menarik tangan pria itu yang ada di pundaknya dan membanting tubuh pria itu ke lantai.
Ellena melompat naik ke atas tubuh pria itu dan menarik kerah kemeja pria itu. Dirinya harus melihat wajah pria itu dan mengingatnya.
"Aku akan mengingat wajahmu! Jangan sial bertemu denganku di jalan, karena aku akan menghajarmu habis-habisan!"
"Aku tidak memiliki uang, tetapi aku tidak menjual diri seperti dirimu!" ujar Ellena di hadapan wajah pria itu, sangat dekat.
Marco Kang terpana dengan gadis yang duduk di atas tubuhnya. Tatapannya sangat tajam dan kata-kata gadis itu sangat mengganggunya.
Setelah itu, Ellena melompat turun dari tubuh pria itu. Sebelum keluar dari rumah, Ellena menendang meja ruang tamu hingga terbalik dan botol serta gelas minuman pecah berkeping-keping di lantai.
Ellena berlari keluar dari rumah itu. Dirinya, tidak lagi dapat tinggal di sana. Bibi Yihua bahkan ingin dirinya ditiduri pria tidak berguna itu. Ellena yakin, karena kali ini gagal, maka Sang Bibi pasti akan memikirkan kesempatan lain.
Ellena berlari tanpa arah dan tujuan. Air mata mulai mengalir membanjiri wajahnya.
"Maafkan aku ibu! Maafkan aku karena menangis! Ijinkan aku menangis hanya untuk kali ini saja!" Ellena menangis tersedu-sedu.
Langkah kakinya membawa dirinya ke Dojo, tempat di mana dirinya menghabiskan banyak waktu dan merasa aman. Ellena jongkok di depan Dojo dan kembali menangis.
Kembali ke kediaman Keluarga Lee.
Marco Kang, duduk di sofa dan memikirkan kembali nikmatnya aroma tubuh gadis tadi. Jantungnya masih berdebar kencang, saat teringat akan tatapan tajam gadis itu.
"Apakah dia anak tirimu?" tanya Marco Kang kepada Yihua.
"Lupakan gadis bodoh itu! Mari kita pergi ke klub dan lanjut minum sampai mabuk!" ajak Yihua dan naik ke lantai atas untuk bertukar pakaian.
Marco Kang berdiri dari duduknya dan berjalan keluar.
"Marco, kamu hendak ke mana?" tanya salah satu pria lainnya.
"Aku tidak akan bergabung dengan kalian lagi! Jadi, jangan ganggu aku!" ujar Marco Kang ketus dan keluar dari rumah itu.
Marco Kang masuk ke dalam mobil sport hitam miliknya. Menyalakan mesin dan mobil itu melaju kencang.
Tangannya mencengkram erat kemudi mobil. Marco Kang, putra tunggal Perusahaan Kang, kesal karena ayahnya akan kembali menikah. Dirinya mencari tahu latar belakang calon ibu tirinya dan tahu wanita tua itu senang berpesta dengan pria muda.
Jadi, dirinya berencana merekam semua hal yang terjadi malam ini dengan bergabung dengan para gigolo itu. Namun, rencananya gagal total karena kehadiran gadis tadi yang mengacaukan dirinya.
Marco Kang menginjak pedal gas dalam dan mobil melaju kencang, melindas air yang tergenang dan mengakibatkan cipratan air yang tinggi.
Arrrghhh ... !!!
Teriak Ellena yang sedang jongkok di depan Dojo. Gadis itu menghentikan tangisnya, karena tubuhnya basah terkena cipratan air yang dilindas mobil.