Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

13. Deal With The Devil (2)

*Theo POV

.

"Domo arigatou, oyaji.."

.

Tubuhku membeku. Hatiku sakit. Anak yang ingin kukorbankan? Aku miris membayangkan kalimat itu. Namun nyatanya, aku telah melakukannya. Aku hanya sanggup tersenyum pahit. Mataku masih memandangi siluetnya yang perlahan menghilang bersama Orion. Untuk sejenak aku merasa jantungku berhenti berdetak. Aku mendadak limbung, untung aku bisa menguasai diri dan berpegangan pada salah satu sandaran kursi.

.

Barusan dia memanggilku ayah. Justru saat kami tak lagi bersama.

Aku menarik napas lagi.

.

Jangan kira hatiku tidak tersayat pada kenyataan ini. Kenyataan yang kusembunyikan rapat-rapat selama belasan tahun. Namun kini hatiku menyangkal segala logika dan pertahanan yang kubangun.

.

Aku berjalan lambat-lambat memasuki mobil mewah yang terpakir di depan restoran. Sudah ada Andrea yang sudah duduk manis di kursi belakang. Aku menarik napas dan duduk di samping putri kandungku. Aku menatap ke luar jendela, menghindari tatapan permintaan penjelasan dari anak sulungku itu. Aku tidak siap. Dan tidak pernah siap membicarakan tentang Miro, Miroceanic-ku.

.

Bukan Mataangin Jayalangit. Bukan sebuah nama yang khusus diberikan oleh si bajingan yang sebenarnya.

.

"Menculik anak dari kakak mu sendiri, dan mengakuinya sebagai anakmu sendiri, bukankah terlalu kejam, Daddy?!" Suara selembut beledu yang dilontarkan oleh Andrea mengoyak batinku.

Aku mengatupkan rahang. Berusaha menahan emosiku.

"Enam belas tahun kami tersingkir dari perhatiaanmu karena anak itu. Anak yang kau lindungi dengan tanganmu. Anak yang kau hilangkan eksisensinya agar kau bisa memilikinya tanpa berbagi. Lihatlah siapa yang menderita sekarang.."

.

Dadaku ngilu menyangkal semua tuduhan Andrea. Namun nyatanya, semuanya adalah kebenaran. Aku memang mengabaikan keluargaku demi Miro. Aku rela menghabiskan waktuku untuk mengamati ia tumbuh. Secara diam-diam tentu saja. Karena jika sampai dia memanggilku ayah, aku mungkin takkan sanggup melepasnya suatu hari nanti. Suatu hari yang nyatanya adalah sekaang. Mencoba menyelamatkannya ketika kecelakaan maut itu terjadi. Aku bahkan masih membayangkan betapa banyak darah yang merembes di tanganku dan kemejaku. Luka tersayat yang panjang di punggungnya aku tahu dengan jelas bagaimana sejarahnya. Dan juga luka-luka lain. Aku tahu, tapi aku hanya akan menjadi anonim, yang bisa menjadi penolongnya kapanpun. Aku yang menjadi bayangan hitam yang menyelamatkannya dari percobaan pembunuhan para mafia Italy itu. Bagaimana kakak iparku itu sejatinya telah menemukan keberadaan Miro sebelum si bastrad Edgar menemukan putra kandungnya sendiri.

.

Aku ketakutan. Aku kalut membayangkan mereka mengambilnya secara paksa. Aku tak bisa membayangkan kehidupan yang dialami Miro di Italy atau Rusia. Dia akan bernasib sama dengan Galuh. Disingkirkan karena keberadaanya dianggap berbahaya bagi klan.

.

Aku tak bisa. Membayangkan satu-satunya peninggalan Galuh lenyap dari muka bumi ini. Aku tak bisa, membiarkan kenangan Galuh hilang di telan masa.

.

Aku menarik napas lagi.

Aku membohongi Miro tentang identitasnya. Tentu saja aku bukan ayah biologisnya. Tapi salahkah aku yang menyayanginya lebih dari diriku sendiri. Aku mencintai Galuh, dan tidak sulit mencintai Miro sebenarnya, akan tetapi, Miro justru tumbuh serupa Edgar. Yang menolak menjadi pusat perhatian. Yang menentang segala hal berbau mainstream. Ia tumbuh bak spesies langka yang terancam punah. Dia yang menyimpan segala kesedihannya sendiri dan menjadi kuat karena kebencian. Dia yang menanggung segala dosa Edgar di masa lalu. Dia yang mencintaiku karena aku yang membencinya..

.

Aku tak sadar jika air mataku justru meleleh. Dan membuatku terkesiap. Dengan tergesa aku segera mengusapnya. Aku baru sadar jika tanganku telah memeluk bungkusan yang merupakan sepatu lama milik Miro. Demi Tuhan, aku justru tidak pernah memeluknya namun kini justru memeluk sepatu yang bekas ia pakai!

.

"Untuk seseorang yang mampu menyerahkan benda berharganya untuk di tukar denganku, Daddy tampak memalukan. Jangan kira aku tidak tahu apa yang ada di dalamnya.."

Aku menarik napas. Diam adalah jalan terbaik.

"Kau berpura-pura dingin dan juga angkuh. Tapi kau justru tak bisa menutupi seberapa rapuhnya dirimu."cibir Andrea lagi.

.

Aku membiarkan putriku menggiring kami ke dalam topik yang tak pernah terselesaikan selama belasan tahun. Aku mengerti bagaimana sakit hatinya diabaikan. Dan mungkin kini saatnya aku memberinya kesempatan untuk mendengar pengakuanku. Aku mengerti jika ia sakit hati.

"Jika kau benar-benar mencintai kenangan dan juga anak emasmu, kenapa kau justru menikah dengan ibu dan membuat kami terlahir kedunia?"

.

Pertanyaan yang sama, lagi.

Aku mengambil napas untuk menjawab pertanyaan itu.

"Satu-satunya alasan kau terlahir adalah aku ingin memiliki masa depan yang bisa kutatap tanpa keraguan. Karena aku tersesat diantara masa lalu. Hingga kini aku masih berusaha mencintai ibumu, Drea.."

"Enam belas tahun, kau melarikan diri dari kenyataan. Bagian mana yang kau bilang berusaha mencintai ibuku? Aku kehilangan sosok ayah, dan aku hanya memiliki seorang Mommy. Orang yang selalu mendo'akanmu meski kau tak pernah memperhatikannya. Meski kau tak ingin pulang ke rumah dan hanya ingin menghabiskan waktumu bersama anak dari orang yang kau cintai. Bisakah.." suara Andrea mendadak parau, "Kau berhenti melihat masa lalu dan memandang masa depan bersama kami. Bisakah meniadakan Miroceanic dan hanya melihat kami? Aku lelah membencimu Daddy.."

.

Tanganku berkeringat. Jantungku sakit. Begitu banyak kesakitan yang kutimbulkan karena berusaha melindungi masa lalu. Aku hanya ingin terus mengenang Galuh. Apakah itu salah? Hingga tanpa sadar mataku buta akan keadaan di sekitarku. Justru aku makin jauh dari harapan Galuh. Aku berubah, menjadi orang yang Galuh benci. Orang yang buta akan arah. Orang yang tak mampu melindungi orang yang ku sayang.

Aku melukai Annabella, melukai Drea dan Mike. Juga melukai anakku yang lain, Miro.

Aku menatap telapak tanganku yang bergetar. Masih bisakah? Aku mendapatkan cinta kalian? Meski tangan ini pernah bersekutu dan menjadi iblis karena melukai kalian?

.

Drea meraih tanganku, lalu memelukku erat.

"Sudah selesai.. Biarkan Theo hanya menjadi Daddy dari Michaelangelo dan juga Alexei Andrea. Berdamailah dengan iblis dari masa lalu. Biarkan hatimu bahagia dengan merelakan masa lalu. Biarlah yang mati tetap mati.." suara Andrea melembut, membisikkan mantra yang mengantarku sadar. Bahwa kini sudah saatnya aku melepas iblis dalam hatiku.

.

Dan untuk hari ini, aku membiarkan air mataku lolos. Menyandarkan seluruh rasa sakit karena mencintai Galuh dan tak pernah rela ia pergi. Biarkan ini terakhir kalinya aku menangisi sosok yang pernah menjadi ratu dalam hatiku. Mengikhlaskan takdirnya. Mengikhlaskan Miro berada di tangan Edgar..

Karena aku yang sekarang telah berdamai dengan iblis, yang bernama masa lalu..

.

.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel