Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Tak Terurus

Bab 3 Tak Terurus

Malam yang sejatinya teman dalam gelap semakin gelap terasa. Mentari pagi yang hangat tidak berdampak untuknya pula. Sudah hampir enam bulan setelah mendiang istrinya diambil kembali oleh Tuhan. Keenan belum juga pulih dari rasa sedihnya. Rasa kehilangan akan kepergian istrinya tidak dapat ia hilangkan meski sudah berusaha bersikap dan beraktivitas normal.

Berbagai cara sudah Keenan lakukan untuk melupakan Darina. Mengambil cuti Panjang untuk sekedar menenangkan pikiran pun sudah dilakoninya. Namun, apa daya ternyata kenangan bersama istrinya terlampau indah dan tidak bisa ia lupakan sedetikpun.

Darina yang ia kenal lewat kegiatan sosial. Darina memang bukan wanita yang cantik dengan penampilannya. Namun, dengan sifatnya yang ceria, tangguh, ramah, dan sopan membuatnya cantik dengan berbeda.

Masa cuti panjang Keenan kini sudah berakhir. Hari ini Keenan kembali mencoba beraktivitas seperti biasa datang ke kantor tempatnya bekerja. Pria itu tidak menyadari akan ada kenangan yang akan ia ingat selama perjalanan menuju kantornya yang juga merupakan tempat-tempat indah kenangan indah bersama istrinya.

Tidak sampai setengah perjalanan menuju kantornya pria itu sudah tidak sanggup melanjutkan perjalanannya. Ia menepikan mobilnya, kembali terhanyut akan kepedihan ditinggal pergi sang istri. “Darina, mengapa kamu meninggalkanku sendirian…”

Pria itu tidak sanggup. Ia tidak bisa melanjutkan perjalanannya. Keenan memutuskan untuk kembali ke rumah. Mungkin dengan kembali beristirahat di rumah sejenak akan mengembalikan semangatnya lagi.

Kendaraan beroda empat yang ia kendarai melaju dengan pelan di jalan besar Ibukota. Ia sadar betul kondisinya, karena itu ia hati-hati mengendarai kendaraannya dan melaju dengan kecepatan aman baginya dan pengguna jalan lain. Bergelut dengan pikirannya, ia tidak menyadari bahwa telponnya sedari tadi berbunyi.

“Hallo, Bu.” Menjawab panggilan dari ibunya.

Sejak kepergian menantunya ibunya tahu bahwa Keenan sangat terpukul dan terpuruk dalam kesedihan. “Bagaimana kabarmu, Nak?”

Keenan bergumam. “Sudah jauh lebih baik, Bu.”

“Kamu sudah makan, Nak?” tanya ibundanya.

“Sudah, Ibu tidak perlu khawatir. Aku sedang di mobil, sudah dulu ya Bu?” kata Keenan.

“Oh begitu. Ya sudah. Ibu hanya khawatir dengan kondisi kamu. Secepatnya ibu ke rumahmu ya, Nak?” sahut ibunya.

“Tidak perlu, Bu. Keenan baik-baik saja.”

Mobil yang ia kendarai tadi, kini sudah terparkir rapih di garasi rumah. Pemilik mobil sudah kembali duduk di tengah rumah bergelut dengan sepinya. Cinta memang sangat kuat. Cintanya kepada sang istri telah mengalahkan segalanya. Hidupnya seakan berhenti tidak berjalan. Walau tanpa sadar hari-hari kini telah berganti. Pagi menjadi siang, siang menjadi malam, malam kembali pagi. Dengan begitu hari-hari Keenan habis dengan rasa sedihnya yang sudah tidak dapat dikatakan normal lagi.

Keenan salah satu yang menjaga kesehatannya. Ia salah satu pria yang tidak pernah merokok, minum minuman keras, dan tidak pernah bersinggungan dengan dunia malam. Pria ini selalu positif, dan menghabiskan waktu dengan membaca atau sekedar berolahraga ringan.

Keenan yang sudah kehabisan cara untuk melupakan mendiang istrinya, meminta saran dari temannya. Pria itu akhir-akhir ini sering berkumpul dengan teman-teman yang memiliki kebiasaan tidak baik. Dimas, yang selama ini ia kenal ternyata membawa pengaruh buruk untuknya.

Cara pelampiasan yang disarankan Dimas sebenarnya tidak baik. Namun, Keenan yang sudah kehabisan cara mencoba saran Dimas. Keenan sering keluar malam, menghabiskan waktu di tempat hiburan malam yang menyuguhkan keramaian dan kesenangan dunia. Keenan sekarang tidak dapat lepas dari rokok. Ia terbiasa minum minuman keras yang memabukkan ketika kenangannya sedihnya muncul.

Mabuk menjadi cara paling efektif yang dapat membuat Keenan lupa akan kesedihannya. Dimas yang awalnya hanya bercanda memberi tahu cara ini, tidak habis piker ternyata Keenan yang dikenalnya alim kini berubah total.

Raka, juniornya yang dulu menjadi perantara informasi Keenan dengan Darina sudah tidak mengenali kini siapa atasannya ini. Ia selalu menemani Keenan semenjak meninggalnya Darina, namun sudah tidak didengar lagi oleh Keenan.

Raka menegur Keenan yang sekarang sudah tidak profesional dalam pekerjaan. Saat ini Keenan hanya duduk di depan meja kantornya dengan santai sambil menghisap nikmat rokoknya. “Pak, saya tahu dan sangat tahu kondisi Bapak. Tapi, jangan seperti ini Pak. Perilaku Bapak yang seperti ini akan mencoreng nama baik perusahaan dan memberikan pengaruh buruk untuk semua karyawan.”

“Kamu tahu apa soal kehilangan, Raka?” sahut Keenan santai.

“Saya tidak tahu kenapa Bapak jadi seperti ini? Jujur saya sudah tidak mengenal Pak Keenan lagi. Tapi saya mohon Bapak segera sadar dan kembali menjadi diri Bapak seperti yang sebelumnya. Selamat siang, Pak.” Raka meninggalkan Keenan sendiri yang sibuk bergelut dengan kesibukannya.

Pagi kini berganti siang, dan saat ini bulan sudah menunjukkan dirinya. Saat ini adalah waktu bagi Keenan untuk kembali ke dunia malamnya yang menyesatkan. Keenan mengambil telponnya untuk sekedar menanyakan posisi Dimas teman yang dipercayanya saat ini.

“Dim, di mana kamu sekarang?” Berjalan masuk menuju klub malam terkenal di Ibukota.

Pria yang sudah ada di dalam ruangan klub itu menjawab. “Masuk saja Bos, ruangan biasa ya? Sudah banyak yang menunggu kamu nih.”

Keenan segera masuk ke tempat yang dijelaskan Dimas. “Oke, saya masuk sekarang.”

Malam ini pun juga Keenan habiskan untuk sekedar mabuk-mabukan. Ia merasa lebih baik setelah mabuk dan melupakan apa yang terjadi padanya saat ini. Lelah akan pekerjaan yang sudah tidak ia nikmati, sepi di rumah yang ia tinggali sendiri. Sempat ia berpikir bahwa akan lebih ramai dan menyenangkan jika ada seorang anak ada bersamanya. Namun, nasi sudah menjadi bubur mereka tidak sempat menikmati hal itu Tuhan sudah mengambil nyawa sang istri untuk selamanya.

Pagi ini seperti biasa Keenan selalu telat datang ke kantor. Akhir-akhir ini Keenan berprilaku seakan kantor ini milik nenek moyangnya. Datang dan pergi di jam yang tidak menentu dan datang dalam keadaan tidak rapih.

Raka sudah geram dan kesal dengan perilaku Keenan. Raka yang sudah mengenal ibu dari Keenan segera memberikan informasi akan keadaan putranya.

“Punten, Hallo Bu.” ucap Raka.

“Ini dengan Nak Raka teman Keenan di kantornya, betul?” Tanya ibunda Keenan.

“Iya Bu Betul. Ibu bagaimana sehat?” Tanya Raka.

Perasaan setiap ibu memang tidak dapat dibohongi, kekhawatiran ibu Keenan saat ini sudah diketahui betul oleh Raka. “Sehat Nak. Apa kamu tahu bagaimana kondisi Keenan, Nak?”

“Ada yang ingin saya sampaikan Bu tentang Pak Keenan.” sambung Raka.

“Apa itu Nak, bagaimana?” Tanya ibu Keenan.

Mengabaikan kesopanan untuk menjaga rahasia Keenan Raka pun menjelaskan semua apa yang terjadi, perubahan perilaku dan kondisi terkini dari atasannya itu pada ibunya. Semoga dengan begini Keenan akan kembali menjadi dirinya yang dulu.

Bak tertindih beban, dada ibunda sangat sesak mendengar dan mengetahui kondisi anaknya kini. Tidak berpikir panjang hari ini ia harus ke Ibukota menemani anaknya melewati masa sulit untuk pulih dengan cara yang benar tidak seperti ini. Sakit rasanya mengetahui anaknya kini telah hancur berkeping-keping, sampai membuat anaknya menjadi orang lain.

Kedatangan sang ibu tidak diketahui oleh Keenan. Keenan pulang sangat pagi, bahkan matahari sudah muncul ke permukaan untuk menyapa penghuni bumi dengan sinar terangnya. Ia sangat kacau, tidur di sofa ruang tengah, tidak berganti pakaian, tidak membuka seperangkat alas pelindung kaki, dan yang paling parah ia masih mabuk. Bagaimana ia pulang dengan kondisi begini mengendarai mobil. Bagaimana ia mengalami kecelakaan dan mencelakai orang.

Sang ibu yang baru saja tiba sangat terkejut bukan main melihat secara langsung keadaan anaknya. Anaknya yang sudah ia besarkan menjadi anak yang baik, kini terlihat sangat berbeda. Rumah seperti bukan lagi rumah, karena sudah berantakan tidak tertata seperti tidak berpenghuni.

Walau sedang sakit ibunya dengan telaten merapikan kekacauan yang ada pada rumahnya. Membenarkan posisi tidur Keenan yang sembarang di sofa, dan melepas alas kaki yang awalnya masih bertengger di kakinya.

Ibunya kini sedang sibuk memasak. Menyiapkan makanan kesukaan putranya yang kini terlihat kurus tidak terurus. Ibunya berencana untuk tetap tinggal di rumah ini selama Keenan masih belum pulih. Rasa sedih melihat putranya kini tidak terasa mampu membuat air matanya turun dengan sendirinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel