Bab 2 Menyongsong Masa Depan
Bab 2 Menyongsong Masa Depan
“Darina, apa kamu punya rencana ke depan untuk membangun keluarga?” tanya Keenan disela waktu bersamanya dengan Darina.
“Aneh pertanyaannya. Ya adalah Mas,” jawab Darina.
“Boleh aku jadi masa depan kamu nanti? Kamu mau menjadi istriku?” Menatap serius wanita di sampingnya.
Wanita itu nampak terkejut, sekaligus juga bahagia. “Kamu serius denganku?”
Pria itu kembali membuka suara dan menjelaskan keseriusannya seakan muncul dari dalam hatinya yang paling dalam. “Aku tidak pernah seserius ini sebelumnya, aku juga pernah cerita ke kamu soal keinginan ibuku. Tapi kamu juga jangan jadikan itu beban ya?”
“Kalau aku mau dan berniat jadikan kamu masa depanku, kamu mau janji akan jadi teman hidupku sampai aku menutup mata?” Ucapnya sedikit lirih.
“Menurutku menikah itu cukup sekali, tidak ada yang bisa memisahkan tali pernikahan selain takdir Tuhan yang mungkin nantinya lebih menyayangi dan mencintai salah satu di antara kita,” jelas Keenan.
Mendengar jawaban dan penuturan Keenan, Darina tenang. Darina yang dahulu belum merasa Keenan segalanya .Baginya sekarang sudah luluh dan merasa kini saatnya Keenan harus tahu semua yang dia tutupi selama ini.Semoga pria yang sudah membuka hati dan pikirannya ini dapat menerimanya tanpa sarat. Dan dia juga sudah siap jika memang pria itu juga mundur mendengar pengakuannya ini.
Memecah kesunyian kini Darina membuka suara. “Mas, ada hal yang belum kamu tahu akan aku.”
“Apa itu?” tanya Keenan.
Wanita itu ragu, namun ia rasa sudah saatnya kini ia jujur. “Apa pun itu kamu harus menyikapi dengan akal sehat dan pikiran yang jernih ya?”
“Ya, oke. Apa itu?” tanya Keenan yang semakin penasaran.
Pada akhirnya pengakuan wanita itu beralih pada pertanyaan lain dan harus kalah dengan rasa takutnya. “Pernikahan kita, kamu yakin?”
Pria itu sontak tersenyum. “Ada hal yang membuat kamu tidak yakin denganku?”
Darina mengurungkan niatnya karena tidak ingin menyakiti Keenan. Kenyataan ia didiagnosis menderita kanker yang baru diketahuinya ini, membuat semangat hidupnya memang menurun. Kehadiran Keenan memberikan semangat untuknya dan saat ini ia memiliki keyakinan untuk sembuh dari penyakit yang diberitahukan dokter baru gejala awalnya saja. Tubuhnya juga masih sehat, dan ia masih percaya diri akan baik-baik saja dan sehat dari penyakitnya.
Hari pernikahan pun terlaksana sesuai rencana keduanya. Pasangan pengantin yang disatukan dalam pertemuan yang tidak disengaja, saling tertarik dan yakin melabuhkan hati mereka satu sama lain kini tengah berbahagia. Keluarga besar Keenan hadir ke Ibukota untuk merayakan satu fase yang sudah ditunggu-tunggu tentunya. Keluarga besar Dania pun turut hadir memeriahkan acara bersejarah bagi kedua insan yang telah halal hari ini.
Hari-hari pernikahan yang sudah berjalan setahun tidak terasa. Keduanya terbiasa saling bergantung, bagaikan dua raga satu hati. Walau banyak teman, saudara dan tetangga bergunjing tentang mereka yang sampai saat ini belum dikaruniai buah hati keduanya santai menanggapinya. Keenan juga tidak menuntut kepada Darina. Darina sangat bersyukur karena mendapat suami yang pengertian dan selalu percaya penuh padanya.
Darina juga masih aktif berkegiatan di organisasinya dulu yang menjadi tempat ia dan suaminya bertemu. Keenan tidak masalah dengan itu selama hal itu positif dan bermanfaat untuk istrinya. Hari demi hari kesehatan Darina makin memburuk. Darina menutupi kesehatannya dari suaminya selama hampir 2 tahun sejak ia didiagnosis dokter. Namun, rahasia yang ditutupi serapat-rapatnya akan ada hari dimana rahasia itu sudah tidak terbendung lagi.
Keenan mengetahui penyakit istrinya. Keenan sudah memperhatikan istrinya yang akhir-akhir ini selalu berbeda, tidak seperti biasanya Darina selalu pucat, tidak bersemangat dan selalu mengeluh sakit pada perutnya. Darina jatuh pingsan dan Keenan langsung membawanya ke rumah sakit, dengan begitu Keenan langsung mengetahui rahasia yang selama ini ditutupi istrinya.
Istri tercintanya kini terbaring lemah dikasur berselimutkan seprai serba putih khas dengan wangi rumah sakit pada umumnya. Ia tidak percaya bahwa istrinya kuat menjalani hari-hari berpura-pura kuat menutupi semua rasa sakit di dalam dirinya. Keenan marah pada dirinya yang tidak mampu mengetahui kondisi istrinya sejak awal. Istrinya sering mengeluh sakit namun ia hanya menanggapinya dengan seadanya.
Saat itu pun ia berjanji akan menjaga Darina dengan baik hingga sembuh dengan segala usaha agar istrinya dapat kembali sehat seperti sedia kala.“Kenapa kamu tidak bilang soal ini ke aku, Darina? Aku merasa bodoh tidak pernah melihatmu merasakan sakit dan kamu harus merasakan ini sendiri.”
“Mas….” panggil Darina kepada suaminya saat ini.
Pria itu bahagia akhirnya istrinya sudah sadar. “Kamu sudah sadar?”
“Mas, ma−afin aku,” ucap Darina terputus-putus.
Keenan merasa ada yang menyayat hatinya mendengar suara lirih istrinya. “Kamu tidak perlu minta maaf, aku yang salah, aku bodoh tidak bisa tahu kondisi kamu walau kamu sering mengeluh ke aku kamu sakit.”
Wanita masih memperlihatkan senyum terbaiknya walau sudah pucat pasi. “Umur tidak ada yang tahu mas. Maafkan aku tidak bisa menjadi istri yang sempurna buat kamu.”
“Kamu sempurna dengan adanya kamu, aku beruntung memilikimu. Sembuh ya sayang,” jelas Keenan.
Darina teringat satu janji yang ia minta kepada pria di sampingnya ini. “Sepertinya janji kamu yang kamu ucapkan waktu kamu melamar aku akan terwujud mas.”
“Kamu jangan bicara seperti begitu. Perjalanan dan impian kita masih panjang Darina,” kata Keenan lirih.
“Makasih udah mau terima segala kurangnya saya, Pak Keenan. Senang bisa mengenalmu, menikah denganmu, melewati 2 tahun pernikahan dengan hari-hari yang membahagiakan,” ucap Darina pelan seraya senyum.
“Darina, jangan seperti ini!”
Darina bersyukur Tuhan telah memberinya kesempatan untuk bertemu dan merasakan kesempatan bahagia hidup bersama dengan Keenan laki-laki terbaik menurutnya. “Mas, aku selalu takut hari ini akan terjadi. Aku tidak menyangka ternyata aku harus kalah dengan penyakit yang ada di tubuhku ini. Aku takut aku akan meninggalkan kamu dengan kenangan yang menyedihkan, karena itu aku menutupi penyakit ini dari kamu. Aku mau hidup kamu nantinya lebih berwarna lagi, walau sudah tidak ada aku di sisi kamu. Tetap jadi laki-laki bertanggungjawab dan baik seperti yang aku kenal sekarang, kemarin, dan 3 tahun lalu seperti awal kita berkenalan. Jaga dirimu, aku sangat mencintaimu Mas….”
Darina pergi dengan tenang. Meski harus diiringi tangis suami tercintanya yang memenuhi seluruh ruang perawatan ini. Darina tersenyum bahagia, janji egois yang ia ajukan dulu kepada Keenan kini telah dikabulkan laki-laki yang telah menjadi suaminya selama 2 tahun ini.Darina tidak dapat meninggalkan banyak kenangan untuk Keenan. Ia tak sempat memberikan buah hati pada suaminya, ia tak sempat mengukir kenangan indah dengan suaminya, namun ia meninggalkan rasa cinta yang begitu dalam di hati Keenan yang akan menjadi kekosongan terbesar untuk diri suaminya itu. Cintanya sudah pergi, belahan jiwanya kini tak ada lagi Keenan kini bagaikan manusia tanpa jiwa yang hanya dapat berdiam diri tanpa ekspresi.
Darina kini telah pergi, kini Keenan sudah sah berstatus duda. Hampir 5 bulan kepergian istrinya, Keenan masih juga belum pulih. Ia masih merasa Darina ada di sisinya, menemaninya lembur, menyiapkan makanan dan keperluannya, tertawa akan hal kecil yang ringan namun lucu.
Keenan menjadi semakin tidak waras. Keenan ditinggal seorang diri tanpa adanya buah hati yang dapat menjadi pelipur rindu sang istri, Darina. Pekerjaan, penampilan, segala kehidupan normalnya terhenti. Ia hanya menjadi manusia tanpa jiwa yang hanya bisa termenung dan menangis lalu menangis lagi. Kesepian semakin menyeruak, ketika ia sadar istrinya telah pergi membawa semua kenangan dan cintanya. Keenan hanya berpasrah semoga waktu akan menyembuhkan lukanya.
Kehilangan bukanlah hal yang diinginkan oleh manusia, meski kematian dan jodoh hanya Tuhan yang tahu bagaimana manusia akan menemui kedua hal itu, tanpa manusia satu pun yang tahu hal itu.