Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

Selepas pergantian shift nya, Rebecca berjalan dengan lunglai menuju ruang kerjanya guna menukar seragam kerja sebelum pulang ke rumah dinas yang telah ditempati olehnya beberapa hari terakhir.

"Maaf, dok saya buru-buru!" ucap seorang perawat yang baru saja menyenggol bahu Rebecca hingga membuat dokter wanita itu hampir terhuyung.

"Iya, iya-"

Rebecca tak mengambil pusing, niatnya untuk segera beristirahat sejenak sebelum pulang hampir terjeda dengan insiden kecil barusan.

Tak sampai di situ juga, teman satu profesinya yang bertugas di IGD pagi ini juga tampak seperti dikejar setan.

"Ada apaan, Kak San?" tenya Rebecca dengan mata sekitar 5 watt seusai berjaga dalam semalam.

Sekiranya telah cukup waktu Becca untuk berisi, anak kedua dari pasangan seniman dan juga dosen tersebut melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerjanya.

Dalam perjalanan pulangnya, kedua manik kecokelatan milik Becca sempat menangkap sebuah keharuan dari balik ICU.

Perjalanan Becca memang melewati sebuah ruangan yang diperuntukkan pasien dengan kondisi kritis. Becca menangkap sosok wanita berusia senja yang selama ini ia kenal sebagai nyonya besar pemilik rumah sakit ini.

Beliau menangis sejadi-jadinya di depan pintu ICU. Sempat tergerak hati Becca untuk bertanya. Namun, Becca mengurungkan niatnya lantaran hal ini bukan berada dalam ranahnya.

Secara kebetulan, seorang dokter keluar dari ICU dan segera menghadap wanita paruh baya tersebut.

"Saya baru saja menyuntikkan penisilin, cucu Anda harus segera mendapatkan tranfusi darah," jelas pria berkacamata yang diyakini Rebecca sebagai dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di rumah sakit ini.

"Lalu? Tunggu apa lagi? Segera selamatkan cucuku!"

"Mohon maaf, Bu! stock golongan darah B Rhesus negatif kami hanya sisa satu kantong saja, saya akan meminta PMI pusat mengirimkannya,"

Hati Rebecca tergerak melihat kepiluan keluarga ini, menurutnya wanita tua itu juga bagian dari keluarga rumah sakit ini. Dan sudah sepatutnya Rebecca mengusahakan yang terbaik untuk sesama.

"Permisi, ada apa?" Rebecca berjalan mendekati kedua orang dewasa yang tengah berada dalam fase mendalam.

"Rebecca?"

"Dokter?"

Keduanya menatap Rebecca dengan mimik yang sama. Mimik saling dipenuhi rongga kekhawatiran yang mendalam.

"Cucuku mengidap penyakit Anemia Sel Sabit-" Belum sempat Melati melanjutkan kalimatnya, Rebecca menggenggam kedua tangannya nenek-nenek yang sangat mengkhawatirkan cucunya.

"Aku akan mendonorkan darahku, Bu! dok, aku memiliki golongan darah B Rhesus negatif, silakan ajukan prosedur pengecekan padaku," Rebecca mengurungkan niatnya untuk pulang dan lebih memilih untuk mendonorkan darahnya kepada cucu orang asing baginya.

"Ya Tuhan ... Engkau telah mengirimkan dewimu padaku," Nyonya Melati memeluk Rebecca secara spontan dan mengucap syukur tak hentinya pada Tuhan karena telah memberikan jalan kesembuhan bagi sang cucu.

Penyakit anemia sel sabit atau sickle cell anemia adalah kondisi kelainan genetik yang mengakibatkan bentuk dari sel darah merah menjadi abnormal. Ketidaknormalan bentuk sel ini terjadi karena berkurangnya pasokan darah yang sehat dan kaya oksigen ke seluruh tubuh. 

Saat tubuh berada dalam kondisi sehat, bentuk sel darah merah adalah bundar dan elastis atau lentur, sehingga sangat mudah bergerak di dalam pembuluh darah. Namun, saat seseorang mengalami anemia sel sabit, sel darah merah akan berbentuk, seperti sabit, kaku, dan sangat mudah menyumbat bagian pembuluh darah kecil. Hal tersebut akan mengakibatkan terhambatnya pasokan darah sehat yang kaya oksigen. 

Dokter yang menangani Alicia segera mengajak Rebecca menjalani serangkaian test pra transfusi darah PRC.

Begitu dr Satrio menyatakan Rebecca dalam kondisi prima, Rebecca di bawa ke ruangan khusus transfusi bersama Alicia.

Wajah Rebecca langsung membeku melihat sosok gadis kecil dengan mata bulat yang kini sedang tak sadarkan dirinya. Hati dokter wanita itu tersentuh hingga nyaris membuatnya menitihkan air mata.

Rebecca segera diajak untuk melakukan pengambilan darah, wanita itu tak keberatan sama sekali ketika dokter menusuk pembuluh darah Vena miliknya.

Setiap kali Becca melihat sosok gadis kecil itu, hatinya begitu terenyuh. Sepertinya ada sentuhan lain yang terus menerus menghantui pikirannya.

**

"Terimakasih atas bantuannya, dok!" ucap dr Satrio pada Rebecca, rekan satu profesinya.

"Lupakan saja, aku hanya membantu sebisaku."

Di sudut rumah sakit yang lain, selain Nyonya besar Melati, James sebagai papa Alicia juga tampak begitu mengkhawatirkan keadaan sang putri kecil.

Semua itu terlihat dari gerak James yang mondar-mandir di depan ruangan Alicia. Selain itu Melati juga menjelaskan kepada sang putra jika pendonor yang bersedia memberikan darahnya pada Alicia adalah wanita yang sempat James maki-maki di makam beberapa hari yang lalu.

"Alah paling dia nyari muka di depan mama,"

"Diam kamu, James! Rebecca bukan wanita yang seperti itu. Mama percaya padanya."

Seorang perawat menyampaikan kabar jika proses transfusi segera dilakukan karena pengambilan darah telah selesai dikerjakan.

"Tolong layani dokter Rebecca dengan baik, kurasa dia belum istirahat dari pergantian shift," pinta Melati kepada perawat tersebut.

"Apa yang wanita itu rencanakan? Mendekati mama dan Alicia? Apa dia dan keluarganya berniat merebut anakku?" Pikiran James semakin menjadi, segala kemungkinan kini terombang-ambing memenuhi benaknya.

Hingga membuat James berniat memastikan hal tersebut, dalam langkahnya menemui Rebecca di ruangan pendonor, James melihat sosok wanita yang sering ia maki kini duduk lemas dengan wajah pucat pasi.

James mengurungkan niatnya menemui Rebecca, nalurinya masih tak tega melawan keegoisannya. "Pindahkan dokter itu ke ruangan perawatan!" pinta James pada perawat yang berjaga.

James melakukan hal baik ini bukan demi Rebecca, hal itu ia lakukan semata-mata karena rasa khawatirnya pada Alicia. "Setidaknya kau berguna untuk putriku!"

**

"Aku ingin pulang saja!" Rebecca menolak secara halus begitu ia akan dianjurkan beristirahat di ruang rawat inap VIP. Karena Becca sangat tahu kondisinya. Ia hanya perlu tidur saja.

"Keluarga pasien meminta kami mengatur tempat istirahat untuk Anda, dok!"

Rebecca terpaksa mengikuti kemauan pihak keluarga atas desakan pihak rumah sakit yang khawatir jika terjadi hal buruk di jalan nantinya.

Rebecca ditempatkan di dekat ruangan Alicia yang kini kondisinya semakin stabil setelah menerima darah dari sang bibi.

Tak lama setelah Rebecca masuk ke ruang perawatan, seorang perawat mendatanginya "Dok, ini untuk Anda," Perawat tersebut membawakan sebuah nampan klasik berisikan aneka makanan manis serta susu hangat.

Perawat yang sempat menemani Rebecca operasi itu sangat tahu kebiasaan sang dokter. "Dokter Rebecca mengalami tekanan gula darah rendah jika perutnya kosong, aku pernah melihatnya lemas karen kurang glukosa,"

Karena hal itulah, James meminta perawat tersebut membawakan aneka cemilan manis dan berbagai cokelat aneka jenis untuk Rebecca.

"Apa ada program penggemukan?" cerca Rebecca begitu ia melihat banyak cemilan manis di atas nakasnya.

"Ini semua permintaan keluarga pasien,"

"Bawa saja keluar, aku hanya butuh tidur saja."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel