Bab 16 Mencari Bukti
Bab 16 Mencari Bukti
“Ah! Sial! Aku harus mencari bukti ke mana lagi? Aku benar-benar bingung harus mencari ke mana,” gumam Anggia dalam hatinya.
Anggia tertegun. Ia mengurut-urut dagunya dan menopangkan tangannya kepada meja. Pikirannya melayang, karena ia ingin mengistirahatkan sejenak otaknya dari permasalahan yang ada.
Tetapi, bukannya malah lebih tenang, ia malah lebih panik dan pusing sekarang? Karena, lagi-lagi ia teringat dengan hal yang terjadi kepada Rosa.
Ia benar-benar teringat dengan pertemuan terakhir Rosa bersamanya sebelum ia meninggal. Saat itu, Anggia sebenarnya enggan pergi menemui Rosa. Tetapi, Rosalah yang memaksa Anggia untuk menemuinya di sebuah tempat hingga membuat Anggia mengalah untuk menemuinya. Sesampainya di sana, Rosa memerintahkan Anggia untuk mengunjungi rumah dan pergi ke kamarnya.
“Kamu harus mengunjungi rumahku dan pergi ke kamarku sekali saja setelah aku meninggal,” kata Rosa kepada Anggia dengan lirih saat itu.
“Kenapa?” tanya Anggia kepada Rosa dengan bingung saat itu. Namun, Rosa hanya diam tidak membalas pertanyaan tersebut.
***
“Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kenapa selama ini aku tidak pernah menyadari hal itu? Kenapa selama ini aku egois? Kenapa aku tidak menemani Rosa malam itu? Kenapa ini harus terjadi!!” geram Anggia kepada dirinya sendiri dalam hati.
Anggia menangis sejadi-jadinya. Beribu kata menyalahkan dirinya telah ia ucapkan dalam hati demi menenangkan pikiran dan meluapkan emosinya. Setelah ia puas menyalahkan dirinya sendiri dan terasa tenang, ia langsung berpikir untuk pergi menemui orang tua Rosa. Ibunya Rosa yang kerap dipanggil Tante Ida oleh Anggia.
Anggia langsung mencari nomor telepon Tante Ida dalam kontaknya. Setelah itu, Anggia menghubungi nomor tersebut.
“Halo, Tante! Saya, Anggia, temannya Rosa,” kata Anggia kepada Tante Ida.
“Temannya Rosa? Ada apa?” tanya Tante Ida kepada Anggia.
“Saya mau silaturahmi pergi ke tempat tante,” jawab Anggia atas pertanyaan Tante Ida.
“Mau silaturahmi?” kata Tante Ida kepada Anggia lagi.
“Iya, Tante. Saya hanya ingin mengunjungi tante saja, ingin melihat keadaan Tante sekarang bagaimana,” kata Anggia kepada Tante Ida.
“Ah, Anggia! Kabar Tante baik. Meski ada banyak yang berubah. Oiya, kamu sudah punya pacar sekarang?” kata Tante Ida kepada Anggia.
“Belum, Tante,” kata Anggia kepada Tante Ida.
Menghindari Tante Ida bertanya banyak hal yang akan membuat Anggia kehabisan waktu, Anggia langsung memotong ucapan Tante Ida dan berkata bahwa, ia hendak pergi ke rumah Tante Ida segera.
Setelah itu, telepon dimatikan oleh Anggia. Dengan cepat, dia langsung berganti baju. Setelah itu, bergegas pergi ke sana.
Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, Anggia sampai di depan rumah Tante Ida. Dia pun langsung turun dari motor dan mengetuk pintu rumah Tante Ida.
Tante Ida langsung membuka pintu dan mempersilakan Anggia untuk masuk. Anggia langsung melepaskan sepatunya, kemudian masuk ke ruang tamu. Setelah itu, Anggia duduk di ruang tamu, menikmati camilan yang telah dihidangkan, sambil berbasa-basi.
“Sebentar! Tante teringat sesuatu,” kata Tante Ida kepada Anggia.
“Apa, Tante?” tanya Anggia kepada Tante Ida dengan refleks.
Bukannya menjawab, Tante Ida malah menyuruh Anggia untuk menunggu.
“Kamu tunggu di sini dulu ya," perintah Tante Ida kepada Anggia.
Mendengar kata-kata itu, Anggia tidak bisa berkata apa-apa. Anggia hanya bisa mengiakan dan membiarkan Tante Ida pergi.
Setelah lima menit, Tante Ida kembali kepada Anggia sambil membawakan sebuah laptop. Melihat Tante Ida membawakan sebuah laptop, Anggia benar-benar bingung sampai ia mengernyitkan dahinya.
“Ini! Laptop dari Rosa, katanya suruh diberikan padamu. Tetapi, kamu tidak pernah datang ke sini,” kata Tante Ida kepada Anggia dengan lirih.
Mendengar kata itu, Anggia benar-benar kaget sampai mata Anggia terbelalak.
“Laptop?” tanya Anggia kepada Tante Ida dengan kencang.
“Iya. Laptop. Memang, kamu kira apa?” tanya Tante Ida kembali kepada Anggia.
“Kan enggak mungkin dipinjamkan ke saya, Tante. Mana mungkin ...,” tanya Anggia kembali kepada Tante Ida.
“Sudahlah! Memang, itu pesan almarhum,” jawab Tante Ida atas pertanyaan Anggia.
Setelah menerima pemberian Tante Ida, Anggia pamit untuk segera pulang. Tidak lupa, Anggia mencium tangan Tante Ida sebagai bentuk hormat kepada wanita paruh baya itu.
“Tante, saya pulang dulu, ya?” pamit Anggia kepada Tante Ida.
“Iya,” kata Tante Ida kepada Anggia.
“Nanti kalau ada waktu, saya main lagi, Tante,” kata Anggia kepada Tante Ida.
“Iya. Hati-hati di jalan, ya!” kata Tante Ida kepada Anggia.
Anggia pun pulang dengan sepeda motornya. Sesampai rumah, ia langsung memarkirkan sepeda motornya. Setelah itu, ia melepaskan sepatunya dan menaruh sepatunya di rak. Setelah itu, Anggia duduk di ruang tengah sambil berusaha menyalakan laptopnya. Tidak lama kemudian, laptop Rossa pun menyala. Tetapi, ada kata sandi di dalamnya.
“Sial! Yang tahu kata sandi ini kan hanya Rosa. Rosa sudah meninggal, bagaimana aku bisa membukanya?” keluh Anggia dalam hati.