Bab 15 Aura yang Berbeda
Bab 15 Aura yang Berbeda
Malam itu, Brandon dan Hesti menghabiskan sisa hari berdua. Keduanya hanya berada di kediaman Hesti saja. Brandon tidak berniat sama sekali untuk mengajak rekan kerjanya itu untuk pergi ke tempat lain seperti yang biasa dia lakukan jika sedang membutuhkan pelampiasan.
Setidaknya dengan berada di rumah perempuan itu, dia merasa sedikit aman, karena tidak akan ada yang melihatnya saat bersama dengan Hesti. Dia tidak ingin memperkeruh suasana di saat permasalahannya belum selesai.
Brandon tengah berada di sudut kamar Hesti. Laki-laki itu termenung. Pikirannya berkelana memikirkan nasib yang dialami saat ini. Semenjak kejadian itu, semua ketenaran yang dia peroleh menjadi dosen favorit semua gadis, memudar begitu saja. Terlebih saat ini dirinya harus terjebak bersama dengan perempuan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Hesti adalah rekan kerjanya di kampus. Dan siapa pun tahu jika perempuan tersebut memiliki perasaan padanya. Namun, tidak pernah dia tanggapi. Karena baginya, Hesti adalah sosok perempuan yang akan sangat merepotkan untuk dia ajak bersenang-senang.
Hingga pada akhirnya, sekarang ini dia berada dalam satu ruangan bersama dengan perempuan itu. perempuan yang ternyata sangat licik. Menggunakan kemalangannya untuk mendapatkan kepuasaan diri. Dan Brandon benar-benar terpaksa meladeni permintaan itu. Karena jika tidak, maka hidupnya tidak akan terselamatkan lagi.
“Kamu, kenapa? Apa yang kamu pikirkan?” tanya Hesti tiba-tiba memeluk tubuh Brandon dari belakang.
Mendapat perlakuan seperti itu, mau tidak mau Brandon langsung memalingkan tubuhnya menghadap Hesti. Dan, dia sangat terperangah dengan apa yang dilihatnya saat ini. Hesti, perempuan yang dikenalnya setiap hari, kini menjelma menjadi sosok yang berbeda. Perempuan tersebut, benar-benar terlihat sangat menawan dan sexy dengan balutan piyama yang berbahan satin. Rambut yang tergerai semakin membuat aura perempuan yang sudah berusia tiga puluhan tahun itu begitu menggoda. Bibir ranumnya terlihat penuh.
Brandon sungguh terpana dengan pemandangan di depannya itu. Hasrat yang lama terpendam itu pun menyeruak ke permukaan karena perbuatan Hesti.
Sementara itu, Hesti dengan senyum menggodanya mulai melancarkan aksi yang sudah dia tunggu sejak lama. Sejak hatinya hanya terpaut pada satu laki-laki. Laki-laki yang telah menyita semua perhatiannya. Dan bahkan dia pun rela melakukan segalanya untuk membuat laki-laki itu terus bertahan bersamanya.
Ya, dia telah berhasil menjerat Brandon dengan perjanjian yang telah disepakati laki-laki itu. Brandon akan terus bersama dengannya dan akan selamanya seperti itu.
“Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang ini, Brandon?” tanya Hesti dengan mengusap-usapkan tangannya ke dada Brandon. Membuat sensasi yang semakin menaikkan gairahnya.
Dengan menampilkan senyuman miring, Brandon memperhatikan dan membiarkan Hesti terus menggodanya. Dia ingin melihat seperti apa Hesti yang sesungguhnya jika tidak sedang berada di kampus.
“Bagaimana kalau melakukan sesuatu yang menyenangkan?” pancing Brandon.
“Sesuatu yang menyenangkan?” ulang Hesti. “Seperti apa?” Hesti mendongakkan kepalanya untuk bisa melihat ekspresi laki-laki yang tengah dipeluknya itu. Dan tepat saat itu juga, Brandon sudah mengikis jarak mereka. Bibir ranum itu telah dia sesap. Perlahan tapi pasti gerakan itu semakin brutal membuat napas mereka terengah-engah.
Pun tangan kokoh Brandon tak kalah terampilnya dengan bibirnya yang sudah membuat bibir Hesti membengkak. Hingga tanpa sadar keduanya telah menanggalkan pakaiannya. Tak ada sehelai benang pun yang tersisa.
Kegiatan menguras tenaga dan menghasilkan keringat itu berakhir dengan erangan dan desahan yang memabukkan. Baik Brandon dan Hesti telah mencapai puncaknya masing-masing. Mengabaikan sesaat masalah yang menimpanya. Hanya untuk sesaat biarkan raganya merasakan kepuasan yang sudah lama tidak pernah dia rasakan semenjak peristiwa tersebut.
“Aku tidak menyangka, jika kamu akan sehebat ini, Hesti. Jika aku mengetahui ini lebih awal, tentu aku tidak akan berpetualang dengan gadis-gadis itu,” ungkap Brandon setelah dirinya berhasil mencapai puncak.
“Jadi ... apakah ini artinya kita bisa terus melakukannya?”
“Ya, tentu saja. Kamu seperti candu buatku.” Lalu Brandon kembali meraup bibir Hesti denga cepat. Mencecapnya tanpa ampun, membuat gairahnya kembali bangkit. Dan mereka pun melakukannya untuk kesekian kali dalam waktu semalam.
***
Esoknya, Brandon dan Hesti terlihat berangkat ke kampus bersama. Awalnya Brandon tidak menyetujui hal itu. Tetapi, karena Hesti mengancam akan membeberkan apa yang sebenarnya terjadi pada pihak kampus, akhirnya dia menerima permintaan itu dengan sangat terpaksa.
Keluar dari mobil Brandon, Hesti menampilkan senyum bahagianya. Karena mulai hari ini dia yang akan mengendalikan kehidupan Brandon. Laki-laki itu tidak akan bisa berbuat semena-mena terhadapnya. Siapa pun akan dia singkirkan jika ada yang berniat mengganggu hubungannya dengan Brandon, sang lelaki idaman.
“Selamat pagi, Bu hesti ... Pak Brandon ...,” tegur salah satu staff kampus.
“Selamat pagi, Pak. Sedang piket ya?” sahut Hesti dengan senyum sumringahnya.
“Iya, Bu. Hatri ini jadwal piket saya,” jawab staf tersebut. “Ngomong-ngomong tumben, Bu Hesti dan Pak Brandon berangkat bersama.”
Hesti tentu saja semakin menyunggingkan senyumannya merasa puas atas perhatian yang diberikan oleh bawahannya itu. “Iya, Pak. Kami memang sengaja berangkat bersama. Benarkan, Pak Brandon?” ucap Hesti seraya mengelus lengan Brandon membuat laki-laki tersebut menoleh ke arahnya.
“Ahh ... iya, Pak. Kami memang sengaja berangkat bersama hari ini.”
“Ooo ... begitu. Tapi, sepertinya ada yang lain ya, dari penampilan Bu Hesti. Bu Hesti terlihat lebih memancar auranya.”
“Ah, Bapak bisa saja. Aura saya memang seperti ini. Sama seperti biasanya. Tidak ada yang berubah. Mungkin karena hari ini saya bisa berangkat bersama dengan dosen terfavorit kampus ini, Pak. Jadi, auranya menempel pada diri saya,” balas Hesti diplomatis.
Staf tersebut yang mendengar penjelasan itu pun, mengangguk-anggukkan kepalanya paham. “Benar juga ya, Bu. Ini karena pesona Pak Brandon yang sulit untuk ditangkal,” kekehnya membuat kedua orang yang bersamanya pun tak luput memberikan tawa ringan mereka.
“Ya sudah kalau begitu, kami permisi dulu, Pak. Sebentar lagi akan ada kelas. Mari, Pak ...,” pamit Hesti undur diri.
Setelah mendapatkan anggukan sebagai jawaban, Hesti dna Brandon pun meninggalkan tempat tersebut dan bergegasa menuju ruangan mereka. Hingga tanpa sadar dari kejauhan ada sepasang mata yang mengawasi gerak-gerik keduanya. Ekspresinya sungguh membuat siapa pun akan paham jika orang tersebut sedang menahan amarah. Karena terlihat dari kedua tangannya yang mengepal. Hingga buku-buku jarinya memutih. Mengabaikan rasa perih akibat kukunya yag menancap dalam genggamannya.