Bab 6 - Dijodohkan Juga?
Pagi telah menyingsing. Suara burung burung berkicauan bergantian dengan suara deru ombak. Udara pagi yang sejuk begitu menenangkan jiwa.
Kimmy berjalan menyisiri pantai tanpa alas kaki. Menghirup udara segar yang sangat jarang ia dapati ketika berada di ibu kota. Wanita itu berjalan sendirian. Kedua sahabatnya masih betah berada di tempat ternyaman mereka. Mungkin saja mereka masih berada dalam dekapan suami mereka masing-masing.
Kembali teringat dengan perjodohannya. Apakah nantinya ia bisa bahagia meski mereka menikah tanpa rasa cinta? Slide demi slide adegan di novel yang pernah ia baca muncul di kepalanya tanpa diminta. Sedikit ia merasa ketakutan sendiri. Sebab rata cerita yang ia baca bertemakan perjodohan itu hanya merasakan kesedihan di awal cerita.
"Tapi Aura dan Rebecca menikah tanpa cinta. Aku pikir mereka bahagia tuh?" gumam wanita itu sembari terus mengayunkan langkah kakinya. Menggosok gosokkan kedua telapak tangannya untuk menciptakan kehangatan.
Menghela nafas kasar. "Tapi cerita setiap orang berbeda."
Mata Kimmy menyipit, memastikan jika seseorang yang tertangkap oleh retina hitamnya adalah orang yang ia kenal.
Aku nggak munafik sih. Dia memang sangat keren! Pasti dia punya roti sobek di balik jaketnya itu. Kimmy.
Memukul kepalanya pelan. "Aku bicara apa sih! Ingat Kimmy, kamu itu sudah punya calon suami. Pikirannya nggak boleh nakal!" Mengingatkan diri sendiri. "Tapi cuci mata, nggak papa kan?" Tersenyum ringan, menertawakan ucapannya.
Bibir Kimmy melengkung ke atas saat pria yang melihatnya itu melambaikan tangan padanya. Terlihat pria itu berlari mendekat ke arah Kimmy dengan setelan olahraganya. Ternyata dia sedang lari pagi.
"Sendirian aja Bu Dokter!" sapanya, seraya melepaskan air phone yang melekat di telinganya.
"Iya. Dua manusia itu kayaknya masih tidur." Kimmy cemberut.
"Mereka kan sekalian honeymoon. Biarkan saja. Biar kita cepat dapat ponakan." Kimmy tersenyum tipis mendengarkan ungkapan itu.
"Benar juga," ucapnya membenarkan.
"Eh, kita duduk disana yuk." Meraih tangan Kimmy tanpa sadar, lalu menuntunnya ke kursi panjang yang tersedia di pinggir pantai itu.
Kimmy menahan nafas saat tangannya berada dalam genggaman Ethan.
Nih cowok sadar nggak sih! Sadar nggak dia kalau dia itu sudah hampir meledakkan jantungku. Ini juga jantung, kenapa berdebar sih. Biasa aja dong. Nggak usah ganjen! Kimmy.
Astaga, aku tidak sengaja memegang tangannya. Untung aku tidak kena tinjuan manja nih! Ethan.
Duduk bersandar di kursi panjang seraya melihat hamparan lautan. Menikmati panorama pemandangan alam. Air yang bergerak menghantam pasir cukup indah di indera penglihatan.
"Kamu mau minum apa? Nanti aku telepon penjaga Villa bawa ke sini?"
"Hmm, coklat panas mungkin cocok dengan suasana sejuk seperti ini." Melihat Ethan yang ternyata juga sedang menatapnya. Ethan tersenyum. "Bu dokter memang paling pintar pilih menu yang cocok."
"Ck, kenapa sedari tadi kau memanggilku ibu dokter? Aku ini masih muda tau." Mendelikkan mata kepada Ethan, tak suka dengan panggilan tersebut.
Ethan melemparkan senyuman maut kepada Kimmy, lalu melakukan panggilan.
Jangan tersenyum terus dong! Senyuman mu itu bisa bikin anak perawan ini salah paham. Memerhatikan Ethan yang sedang menelpon.
Saat pria itu berbalik, mata mereka bertubrukan.
"Kau bilang apa tadi?"
"Nggak ada. Nggak ada siaran ulang."
"Idih ngambek!" ejek Ethan. Sedangkan Kimmy hanya memanyunkan bibirnya.
Dia bisa bikin orang senang dan kesal disaat yang bersamaan.
Jangan mainin bibirnya gitu dong bu dokter. Kan jadi pengen khilaf.
"Eh Kim!"
"Hmm."
"Idih, udah kayak si sang penguasa kamu, hmm, hmm."
"Iya Ethan! Kenapa?"
"Nah gitu dong. Aku pikir kamu lupa namaku." Tersenyum samar. "Kimmy!" panggilnya kembali kepada wanita yang saat ini sedang menutup mata, menikmati udara segar.
"Apa Ethan Sandraders?" Terdengar kekehan dari bibir pria itu.
"Gimana rasanya di jodohin sama orang tuamu? Kamu kesal nggak?" Pertanyaan itu membuat mata Kimmy terbuka.
"Kenapa?" tanya Kimmy seraya menegakkan kepalanya.
Apa dia juga dijodohkan?
"Kamu malah balas pertanyaan dengan pertanyaan juga. Aku kan sedang bertanya?" kesal Ethan.
"Yaelah sensi banget sih!" Menjedah ucapannya berpikir. "Hmm ... Kesal sih nggak yah! Hanya saja aku sedikit takut. Tapi yah tetap harus aku jalani. Soalnya aku sudah menerima perjodohan itu."
"Kenapa nggak kamu tolak?"
"Aku tidak mau mengecewakan kedua orang tuaku."
"Tapi kebahagiaanmu, apa kau tidak memikirkannya?"
Hening sesaat.
"Nggak semua perjodohan berakhir dengan perceraian kan?" Kimmy melirik sekilas kepada pria cerewet disampingnya.
"Iya juga sih. Tapi kan kamu belum kenal sama orang itu. Bagaimana kalau dia jelek, bagaimana kalau dia orang jahat atau psychopath?"
"Ish kau itu! Kenapa kau menakutiku?" Menatap Ethan tajam. Tapi itu justru membuat pria itu merasa gemas sendiri.
Aku ingin mencubit pipinya itu. Ethan.
"Siapa yang menakutimu, aku kan cuman berandai saja."
"Berandainya yang bisa membuat orang itu senang. Bukan yang menakutkan seperti itu. Membuat kesal saja." Masih dengan ekspresi kesalnya. Tapi benar juga apa yang dia katakan? Tapi papi sama mami pasti tahulah sifat orang yang dijodohkan denganku kan?
Ethan mengulum bibirnya saat melihat wanita di sampingnya termenung. Pasti dia suka kemakan dengan omongannya.
Tak lama, coklat hangat dan secangkir kopi susu pun telah berada di meja perantara kursi kedua anak manusia itu. Dilengkapi dengan roti bakar coklat keju yang begitu menarik perhatian.
Ucapan mereka tadi pun terpotong karena hidangan di depan mereka lebih menggoda untuk disantap ketimbang membahas hal perjodohan. Tapi Kimmy merasa penasaran.
"Ethan!" Meniru tingkah Ethan.
"Hmm," balasnya.
"Idih, ternyata kau pendendam juga!" Lagi dan lagi Ethan terkekeh. Sepertinya berada disamping Kimmy membuatnya melupakan masalah yang sedang dihadapi.
"Kenapa Kimkim? Apa yang mau kau tanyakan, hmm?" Menyeruput kopinya, lalu melirik Kimmy dengan ekor matanya. Tangannya bergerak mengambil sendok robek untuk menyantap roti di depannya.
Entah kenapa kata hmm itu terdengar sangat keren. Pikir Kimmy.
"Apa kau juga dijodohkan?" Terdengar suara itu pelan, tapi masih di tangkap jelas oleh Ethan.
"Menurutmu?" Jawab santai pria itu.
Anda sangat menyebalkan Ethan Sandraders. Aku ingin menyelupkan mu di lautan ini untuk jadi santapan hiu.
Menghirup napas kasar, mengeluarkan aura marah. Mengambil garpu lalu mengarahkan ke mata Ethan.
Tawa pria itu pecah melihat kekesalan dari wanita di depannya.
Wanita itu bahkan memasukkan roti bakar itu ke dalam mulutnya dengan sangat rakus. Mengunyahnya dengan cepat semari matanya mendelik menatap Ethan.
Kau sangat cantik bu dokter. Bahkan ketika kesal sekalipun.
"Kimkim!"
"Jangan bicara padaku!" Masih mengunyah makanannya. Entah karena lapar atau memang roti itu enak hingga beberapa potong telah masuk ke dalam sistem pencernaannya.
"Idih, tukang ngambek!" Menoel dagu Kimmy lalu menopang dagunya dengan tangan kirinya. Menatap intens Kimmy.
Tatapan itu sangat hangat. Ethan merasa ada sesuatu yang membuat jantungnya berdebar, sama seperti yang sebelumnya pernah ia rasakan dengan orang yang berbeda. Namun ia belum sepenuhnya yakin. Tapi tak bisa memungkiri, ia merasa bahagia dan sangat terhibur dengan kehadiran wanita ini di depannya. Meski baru beberapa hari kenal tapi Ethan merasa sudah sangat dekat dengan wanita itu. Senyuman yang selalu terbit di bibirnya selalu terukir indah tanpa kesengajaan.
Apakah ia sedang jatuh cinta? Entahlah! Ia masih harus memastikannya.
"Kimkim!" panggilnya lagi namun wanita itu hanya diam. Hanya matanya yang bergerak cepat menatapnya.
"Iya, iya nggak usah ngambek gitu. Aku akan jawab pertanyaan kamu tadi deh!".
Kimmy membenarkan duduknya, bersiap mendengarkan cerita pria cerewet yang selalu membuatnya kesal dan senang secara bersamaan.
"Sebenarnya .…"