Bab 8. Visiting
Alea berdecak kesal kala melihat dua orang berpakaian hitam kembali mengikutinya diam-diam. Padahal, ia sudah berusaha untuk tidak tampil mencolok dengan melangkah sesantai mungkin seperti mahasiswa lainnya namun, kedua lelaki berpakaian hitam itu juga tak menyerah.
“Alea,” dan panggilan tersebut membuat Alea menghela napas lega. Setidaknya Venny mampu membuat kedua pria itu dengan segera menyembunyikan diri dan ini saatnya Alea untuk kabur.
Alea tersenyum manis, ia melambaikan tangan sebelum menarik Venny menjauh dari dua orang lelaki yang selalu mengintainya. Membuat bulu kuduknya terkadang meremang.
“Kau tersenyum?” tanya Venny tak percaya sambil memperhatikan gerak sahabatnya yang sangat mencurigakan. “Dan sekarang kau menarikku terburu-buru. Ada apa, Alea? Apa yang terjadi?”
Ketahuan ya?
Mendesah pelan, Alea menghentikan langkahnya setelah dirasa cukup jauh dari pengintainya itu. “Tidak ada,” sahutnya lugas karena ia adalah orang yang paling pintar menyembunyikan perasaannya. “Kenapa kau memanggilku?”
Menatap curiga pada Alea sejenak, Venny lantas tersenyum lebar. “Hari ini aku berencana untuk melancarkan misiku mendekati Keylo.”
“Benarkah?”
Venny mengangguk antusias dengan perasaan yang tentu saja tidak sabaran, mengingat ia akan bertemu dengan William nantinya.
Ah, betapa ia merindukan lelaki itu...
“Good luck then.” Alea mengepalkan tangannya sambil memberi semangat.
“Aku berencana mengajakmu,” tukas Venny cepat. “Aku ingin kau menemaniku.”
Alea melipat bibirnya ke dalam sebelum menggeleng pelan. “Maaf, aku tidak bisa menemanimu hari ini.” Ya, dia memang tidak bisa menemani Venny mengingat ada dua penguntit yang harus di urusnya. Lagipula, sore nanti Alea berencana untuk ke rumah sakit menjenguk gadis kecilnya.
“Aku kecewa,” sahutnya tak suka. Membuat Alea merasa tidak enak hati.
“Maafkan aku, hm?” rajuknya yang biasanya akan berhasil, namun tampaknya kali ini tidak. “Venny ayolah... Aku hari ini berniat untuk mengerjakan tugas Radiologi sekaligus mengunjungi Gina. Lain kali aku berjanji akan menemanimu.”
“Promise?”
Alea mengangguk cepat. “Promise, beibh.”
“Baiklah. Kalau begitu aku duluan, bye,” dan dengan segera Venny meninggalkan Alea kembali seorang diri. Membuat Alea segera berlari ke mobilnya agar tidak lagi diikuti.
•••
“Kau sudah sampai?” suara maskulin itu mengejutkan Venny yang baru saja memarkirkan mobilnya di carport kediaman Henderson.
Willy memakai kaos abu-abu gelap lengan panjang yang ditarik hingga tiga perempat dan celana baggy yang dikenakannya sehabis jogging. Terlihat begitu karismatik dan tentu saja sangat tampan.
Nyaris saja Venny terjatuh karena kepalanya mendadak sakit sehingga menyebabkan dirinya limbung. Dan Willy dengan cepat menangkap tubuh mungil tersebut. “Berhati-hatilah.”
“T-terima kasih,” sahutnya merasa grogi sekaligus malu karena merasa ia sudah bertindak bodoh di depan pria yang disukainya sejak lama.
Willy mengangguk kecil, “Ayo, masuk. Keylo ada di dalam.”
Venny mengikuti langkah lebar William dari belakang. Ia menatap punggung Willy dengan tatapan memuja, mengingat betapa kokohnya punggung itu lalu pandangannya turun pada lengan yang terbalut oleh kaos. Menampilkan setiap lekuk otot-otot tangannya yang kuat. Ah, betapa inginnya ia berada dalam pelukan lengan itu.
“Son, ada tamu untukmu,” suara Willy memecahkan setiap lamunan mesumnya. Ia segera melirik pada lelaki kecil yang begitu mirip dengan dosennya itu.
Dahi Keylo terlihat berkerut, “Bukan Mommy?” tanyanya kecewa pada sang ayah yang membuat Willy langsung meringis tak enak. “Aku ingin bertemu Mommy.”
“Son, tidak boleh seperti itu!” tegurnya sedikit keras, dan Keylo semakin menatap ayahnya tak suka. “Bagaimanapun, dia sudah—”
“Ehm,” Venny berdeham pelan, sengaja berniat meledakkan ayah dan anak tersebut. “Aku ingin berbicara dengan Keylo, apakah boleh?”
Menghela napas pelan, Willy mengangguk sambil bergumam. “Aku akan meminta pelayan membuatkan minum.”
“Terima kasih,” sahut Venny cepat sambil meletakkan tas tangannya di atas sofa yang tersedia. Melihat Willy menjauh, perlahan Venny mendekati lelaki kecil yang hendak didekatinya itu. “Halo, Keylo...”
Melihat tak ada tanggapan dari lelaki kecil tersebut, Venny tidak menyerah. Ia mengeluarkan sebungkus coklat dari dalam tasnya lalu mengulurkannya, “Kakak dengar dari Mommy, Keylo suka coklat, ‘kan? Nah, Kakak bawa coklat untuk Keylo.”
“Mommy?” gumamnya pelan sambil mengambil coklat dari tangan Venny.
Venny mengangguk dan mencoba untuk berbesar hati, bahwasanya Keylo sudah menganggap Alea sebagai ibunya. Walau sebenarnya ada rasa sakit yang tak terbatas di sudut hatinya.
“Iya, Mommy.”
Melirik ke sekitar, Keylo mengerutkan dahi. “Dimana Mommy?” tanyanya lalu wajahnya berubah murung saat tidak ada tanda-tanda seorang gadis yang menjadi Mommy-nya beberapa waktu ini masuk ke dalam rumahnya.
Tak lama, pelayan sampai mengantarkan minuman diikuti Willy yang sedikit banyaknya mendengar percakapan keduanya. Ia mendekati anak lelakinya dan berujar pelan. “Son, apa yang selalu Daddy ajarkan ketika kita menerima pemberian orang lain?”
“Terima kasih, Daddy.”
Willy mengangguk pelan, “Dan apa kau sudah berterima kasih kepada Kak Venny?”
“Belum, Daddy,” Keylo menundukkan wajahnya sebelum menatap menyesal pada Venny yang kini tersenyum kecil melihat bagaimana Willy mengajari putera satu-satunya itu. “Terima kasih, Kakak.”
“Sama-sama, Sayang.”
Dan bagaimanapun juga, Venny akan lebih mengakrabkan diri dengan Keylo karena pada dasarnya ia hanya memerlukan keyakinan untuk memikat lelaki kecil itu sebelum memikat hati ayahnya.
•••
“Siapa yang akan menjelaskan tentang landasan teorinya?” tanya Rexa sambil memperhatikan paper yang berisi dengan tugas untuk dipresentasikan pada minggu depan. “Karena aku akan menjelaskan bagian metode penelitiannya.” Kedua bola matanya melirik Alea waspada, “Tidak denganmu, Alea. Kau hanya akan menjadi moderator!”
Alea langsung memilih untuk menatap sosok teman perempuannya yang sangat pendiam. “Bagaimana denganmu, Claire?”
“Baiklah. Aku akan menjelaskan landasan teorinya.”
Rexa mengangguk puas. “Oke, berarti sudah jelas, bukan?”
Alea memutar bola matanya malas. Jika ia satu kelompok dengan Rexa, pasti dirinya yang akan dijadikan moderator. Kenapa? Karena Rexa tidak ingin Alea kembali mendapatkan pujian dosen. Licik, bukan? Tentu saja. Toh, dosen juga sudah mengenal otak encer Alea. Ingin menjadi apapun ia, Alea tidak akan mempermasalahkannya.
“Terserah padamu, Rexa.”
Rexa tersenyum lebar sambil menepuk pundak Alea beberapa kali. “Serahkan saja pada kami. Aku dan Claire akan melakukannya sebaik mungkin. Nah, mari kita bahas tentang landasan teorinya terlebih dahulu sebelum masuk pada dosisnya.”
Pembahasan itu terjadi dari bibir ketiga gadis cantik tersebut. Namun, pikirannya masih terus waspada pada dua orang yang mengikutinya beberapa waktu ini. Alea menunda keinginannya untuk menjenguk Gina dikarenakan takut bahwa dua lelaki itu mengetahui dan menyakiti Gina.
“Detektor sinar x memiliki sistem ionisasi chamber. Beberapa spesifikasi dalam detektor sinar x itu meliputi efisiensi absorpsi quantum, respon temporal cepat dan dasar dalam Computer Tomoghrapy Scanner.” Alea menjelaskan pada Claire perihal pencitraan dalam radiologi dan salah satunya adalah CT Scanner. “Ingat Claire, sistem CT Scan ini biasanya membagi obyek dalam irisan dengan ketebalan 0.5 sampai 10 mm. Dan disetiap slice-nya menyerap radiasi dalam bentuk dosis radiasi. Kau bisa lihat rumus sebagai luasan scanning terhadap tebal irisan objek di halaman tujuh. Kau—”
“Alea tenanglah,” sela Rexa cepat sambil melirik Claire yang kini menahan senyum gelinya. “Kami akan melalui presentasi ini dengan baik. Kau tidak perlu khawatir dan menjelaskan serinci itu.”
Menghela napas pelan, Alea mengangguk. “Maafkan aku.”
“Tidak apa-apa,” Claire menyahut paham. “Kau pasti masih trauma dengan Pak William, bukan? Ku dengar nilaimu turun?”
“Jangan membahasnya, Claire. Aku benar-benar membencinya.”
“Sayang sekali,” Rexa memasang wajah cemberut. “Padahal, aku ingin sekali membahasnya mengingat akhir-akhir ini kau terlihat dekat dengan dosen kita itu.”
Lagi-lagi, Alea hanya bisa bungkam dengan hati yang jelas kacau. “Jangan termakan omongan Grey, Rexa. Kau tahu sendiri dia seperti apa. Sudah, sebaiknya kita lanjutkan pembahasan ini. Aku tidak ingin terjadi kesalahan walau hanya sedikit karena jika presentasi ini berhasil setidaknya akan meningkatkan nilaiku!”