Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9. Rescue Her

Alea memilih kembali ke apartemen setelah pertemuannya dengan Gina tadi sore di rumah sakit sehabis ia mengerjakan tugasnya. Beruntungnya bahwa gadis kecilnya itu baik-baik saja sampai saat ini. Dan Alea tidak akan pernah berhenti berharap agar dia bisa membawa Gina tinggal bersamanya setelah gadis kecilnya itu dinyatakan sehat-sehat saja.

Saat hendak melangkahkan kakinya menuju apartemennya, disana, Alea melihat Venny berdiri tepat di depan pintu apartemennya. Alisnya terangkat sebelah sebelum kembali melangkah mendekati sahabatnya yang terlihat begitu suram. Bukankah seharian ini Venny menghabiskan waktu bersama Willy dan puteranya? Lalu kenapa gadis ini terlihat begitu sedih?

“Ah, Alea,” gumamnya ketika mendengar langkah kaki Alea. Venny tersenyum tipis. “Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu.”

“Apa itu?”

Venny kembali tersenyum dan menarik lengan Alea, “Sebaiknya kita masuk saja dulu. Nanti, aku akan menceritakannya padamu.”

Alea semakin mengerutkan dahinya. “Apa pertemuanmu tadi berjalan tidak baik?” tanyanya sambil meletakkan tas lalu memilih ke dapur untuk mengambil sekaleng softdrink.

Venny mendesah lelah ketika ia menghempaskan pantatnya pada sofa di ruang tanu apartemen Alea. Memijat pelipisnya dan menyandarkan kepalanya pada sofa berwarna putih tersebut. “Keylo menanyakanmu,” gumamnya pelan diiringi desahan kecewa sekaligus cemburu. Cemburu karena dalam sekejap Alea sudah mampu merebut perhatian Keylo. Dan benar saja suaranya terdengar hingga ke telinga Alea yang hendak memberikan softdrink kepada sang sahabat.

Venny meraih softdrink dari tangan Alea yang terpaku di tempat. Ia tersenyum tipis, “Kau tenang saja, aku tidak akan salah paham hanya hal kecil seperti ini. Tapi, aku ingin kau membantuku mencuri hati lelaki kecil itu, bagaimana?”

“Aku akan membantumu. Tapi, sebelum itu kau harus tahu cara mendekati anak kecil karena selama kita berteman, aku tidak pernah melihatmu akrab dengan anak kecil siapapun. Kau terlalu kaku pada mereka, Venny. Itu yang membuatmu sulit mendekati mereka.”

Penjelasan panjang lebar Alea membuat Venny mengerutkan dahinya tampak berpikir. Benar. Selama ini dia memang tidak pernah dekat dengan anak kecil manapun karena baginya mendekati anak kecil itu adalah hal rumit dan juga membutuhkan banyak kesabaran. “Mungkin kau benar. Dan sekarang, aku memintamu membantuku!” titahnya seakan tak ingin dibantah.

•••

Pagi ini, Alea kembali melangkah di koridor bersama dengan Venny yang terus melamun sepanjang perjalanan sementara ia bingung bagaimana cara mendekatkan Venny dan Keylo mengingat lelaki kecil itu sudah pasti akan bersikap tidak acuh. Tak jauh di depan mereka, William berjalan ke arah yang berlawanan sehingga membuat ketiganya bertatap muka sekilas karena lelaki itu segera memalingkan wajah dan tersenyum pada sosok dosen perempuan single bernama Sarrah. Dosen muda, cantik, dan tentu saja langsing.

“Is he ignoring us, Alea?” tanyanya tidak percaya.

Venny dengan cepat membalik tubuhnya untuk melihat interaksi William dengan sosok perempuan yang Venny putuskan mulai detik ini akan menjadi musuhnya. Beda halnya dengan Alea yang terkekeh geli.

“Mungkin dia tidak melihat kita, Venny,” sahutnya tenang sambil meneruskan langkah.

“Tidak mungkin dia tidak melihat kita!” seru Venny sambil berusaha mengejar langkah sahabatnya itu. “Jelas-jelas sebelumnya dia melihat kita berdua sebelum melihat nenek sihir itu.”

“Sudahlah, jangan berpikiran buruk. Bisa saja Sir William dan Miss Sarrah membahas tentang final akhir kita, bukan?” Alea menatap Venny sumringah sebelum menarik tangan sahabatnya untuk segera masuk ke dalam lokal. “Sebaiknya kita segera masuk sebelum Sir William memberikanku hukuman kembali.”

Saat Alea dan Venny hendak melangkah masuk ke dalam lokal, tiba-tiba saja ponsel Alea berbunyi. Ia merogoh saku celana jeans-nya dan mendapati nomor David tertera sebagai id panggilan. Tak menunggu lama, Alea segera mengangkatnya.

“Dimana kau?”

“Di kampus, David. Ada apa?”

“Gina pingsan. Bisa kau kemari?”

“Apa?” Mata Alea membelalak seketika. “Apa maksudmu, David?”

“Datanglah ke rumah sakit jika kau ingin tahu, Alea. Aku menunggumu.”

Panggilan terputus begitu saja. Alea segera berlari menjauhi lokal menuju parkiran mobil. Ia bahkan meninggalkan Venny yang terpaku sendirian tanpa penjelasan, karena punggung Alea sudah tak terlihat lagi di matanya mengingat betapa kencangnya gadis itu berlari. Hingga ketika seseorang menepuk kepalanya pelan dari belakang, barulah Venny sadar dan menoleh menatap sosok William yang menatapnya bingung.

“Ada apa? Kenapa tidak masuk? Menungguku? Maaf, tadi aku ada perlu dengan Sarrah. Dia ingin mengembalikan stetoskop milikku yang di pinjam kemarin malam.”

Mau tidak mau Venny mengangguk. Ia bahkan tidak berharap akan penjelasan tersebut, tetapi Willy sudah cukup membuat perasaannya tenang dan lega.

“Ayo, masuk.”

“Wil, ah Sir, Alea....” Apakah ia harus menceritakan tentang kepergian Alea tiba-tiba saat ini?

“Ada apa dengan Alea? Bukankah dia sebelumnya bersamamu?”

Venny mengangguk. “Dia memang bersamaku tapi baru saja pergi setelah mendapatkan telepon dari David.”

“David?” tanya Willy sedikit geram karena bisa-bisanya gadis nakal itu kembali kabur darinya dan memilih untuk menemui David! Lihat saja jika mereka bertemu, Willy tidak akan membebaskannya dengan mudah.

“Ya, Sir.” Venny menyahut sopan sambil mengangguk tipis mengingat mereka sedang di area kampus. “Tampaknya telepon David benar-benar penting bahkan wajah Alea terlihat pucat dan langsung berlari meninggalkanku begitu saja.”

Dan jika memang David memiliki informasi yang begitu mengejutkan, kenapa lelaki itu tidak mengabarinya? Memang apa yang David katakan hingga Alea terlihat pucat seperti apa yang dikatakan oleh Venny?

Dan rasa penasaran itu terjawab setelah Willy menerima panggilan dari Ibunya yang mengatakan bahwasanya Gina pingsan. Lalu, baik William maupun Venny segera menyusul Alea ke rumah sakit, meninggalkan pelataran kampus.

•••

“G... Gina,” Alea menangkup keseluruhan wajahnya yang berderai air mata. Sesampainya di rumah sakit, Gina sedang ditangani oleh dokter dan juga suster yang berjaga sehingga ia tidak dapat melihat gadis kecilnya dengan segera.

David terus memberikan semangat dan juga pelukan yang ia harap mampu meredakan rasa kekalutan sepupunya. Melihat Alea seperti ini, seakan kembali mengingatkannya pada masa-masa silam dimana saat itu Alea menangis sejadi-jadinya karena ditinggal pergi oleh sang ibu. Dan yang mampu menenangkannya saat itu ialah sosok ayahnya. Ayahnya yang kini sudah menikah kembali sehingga Alea membenci ibu tirinya yang menggantikan tempat ibu kandungnya.

“Al, Gina akan sedih jika melihatmu seperti ini. Kau harus kuat didepannya. Ada aku disini.” David selalu mampu menenangkan Alea. Bahkan ketika dulu Ibunya meninggal, David adalah satu-satunya lelaki yang dia percayai. Tak lama setelahnya, pintu itu terbuka lebar menampilkan sosok dokter Jerry yang baru saja selesai menangani Gina. Segera, Alea dan David menghampiri lelaki itu. “Bagaimana keadaannya, Dok?”

“Keadaannya sangat lemah. Tata pola makannya berpengaruh pada kesehatannya. Ini merupakan keajaiban jika anak berusia 6 tahun bisa bertahan selama ini dengan penyakit separah itu hingga hari ini.” Pria paruh baya itu menghela nafas. “Gina mungkin tidak bisa bertahan lebih lama lagi, Dav,” gumamnya pada sosok David yang pernah menjadi juniornya dulu.

Alea memundurkan kakinya selangkah. Tangannya bergerak refleks menutup mulutnya yang menganga tidak percaya akan berita yang baru saja dikatakan oleh Dokter Jerry. “Tidak mungkin!” bisiknya pelan sembari menggeleng. “Gina kuat. Dia pasti mampu bertahan.” Matanya menatap Dokter Jerry berkaca-kaca. “Bukankah selama ini ia sudah bertahan? Lalu, kenapa dia tidak bisa bertahan lagi?”

“Alea—”

Alea mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah David. Bermaksud agar lelaki itu tidak mengatakan sepatah katapun. “Gina harus selamat,” tukasnya cepat. Menatap marah pada Jerry yang bahkan tak bisa mengatakan apapun. “Gina harus selamat!” tekannya sekali lagi sebelum beranjak pergi dan berlari menjauhi rumah sakit.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel