Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2

Aku menatap kosong paras cantik Karolina yang berubah seperti paras hantu wanita.

Matanya tampak berkilau penuh kehebohan dan mulutnya yang dilapisi lipstik tampak seolah ingin menelanku hidup-hidup.

Tidak, seharusnya tidak seperti ini.

Aku menggeleng-gelengkan kepala, mencoba untuk menyadarkan diriku dan menjelaskan semua ini kepadanya.

Begitu aku membuka mulut dan belum ada suara yang keluar, tamparan Karolina mendarat lagi di wajahku.

Semakin banyak orang berkumpul di sekelilingku. Mereka semua menatap dan menunjuk-nunjukkan jari ke arahku, dan bahkan sudah ada beberapa perantara yang mulai meremas dan mencubitku.

"Masih muda sudah belajar berperilaku buruk, belajar menjadi wanita jalang dan merayu pria, apalagi pria yang sudah menikah. Jika kita tidak memberimu pelajaran, apakah kamu akan mengira kita ini mudah ditindas?"

"Kamu layak memakai topi wisuda ini? Tancapkan saja bulu ayam di atas kepalamu! Itu tampak lebih sesuai dengan statusmu!"

Di tengah aksi dorong-mendorong itu, koridor asrama yang tidak luas itu sudah penuh sesak, dan semakin banyak orang datang untuk menonton.

Teman satu kelasku mulai menunjukku dan aku memuntahkan darah dari mulutku, menatap Karolina dan berkata, "Nona Karolina, aku rasa kamu sudah salah paham, aku bukan pihak ketiga yang kamu bicarakan, dan orang tua serta keluargaku bukanlah sesuatu yang bisa kamu fitnah sembarangan."

Bagaimanapun juga, dia adalah satu-satunya pasangan yang ayah pilih setelah bertahun-tahun, aku tidak ingin membuat permasalahan ini semakin rumit.

Karolina tidak menyangka aku berani menyangkal ucapannya itu, matanya melotot menatapku dan satu tamparan dilayangkan lagi ke wajahku.

Aku dijepit di tengah-tengah tanpa dapat menghindar dan mentah-mentah menerima tamparan keras lagi. Beberapa teman sekelasku melihat Karolina seenaknya memukul orang seperti itu, mengatakan kepadanya untuk jangan memukul orang sembarangan. Melakukan segala sesuatu harus berdasarkan bukti.

Mendegar perkataan itu, Karolina segera mengarahkannya ponselnya ke arah suara teman kelasku berasal.

"Ternyata wanita jalang ini punya bala bantuan, mari semuanya kita lihat wajahnya. Lihat apakah suami kalian juga punya wanita simpanan yang terlihat seperti ini."

Teman sekelas yang berusaha membela keadilan itu marah dengan cara Karolina mengatainya dan beranjak pergi dari situ.

Orang yang dibawa Karolina sudah mencabik buka koperku, dan semua pakaian serta tas di dalam koper terlempar berantakan di atas lantai.

Karolina menunjuk benda-benda di atas lantai dan berkata, "Lihat, lihat, benda-benda bermerek dan mewah ini, kalau bukan karena kamu jadi wanita simpanan dan menyuruh suamiku membelikannya untukmu, dari mana seorang mahasiswi seperti kamu punya uang sebanyak itu. Empat tahun ini kamu cukup meraup hasilnya juga."

Dia menginjak tepat pada tas Chanel di dalam fotoku dan ayahku, hak sepatu stilettonya menancap dalam.

"Kamu berani bilang orang di dalam foto ini bukan kamu?"

Dia membuka paksa ponselku dan melihat postingan terbaruku.

Aku dan ayahku bergandengan erat, dengan tulisan "Apa pun yang akan terjadi di masa mendatang, kami akan selalu menjadi orang yang saling mencintai."

Kepalaku serasa mau meledak, ternyata aku menjadi wanita simpanan ayahku.

Gelombang amarah membuncah, dengan marah aku berkata, "Tidakkah kamu tahu ayahku punya seorang anak perempuan yang sedang kuliah?"

Karolina seakan sudah kehilangan akal sehatnya, dia sama sekali tidak mendengar masuk setiap perkataanku.

"Huh, suamiku memang punya seorang anak perempuan yang sedang kuliah. Tetapi dia melanjutkan studinya ke luar negeri, dan ayam kampus sepertimu mau mencari kesempatan dalam kesempitan?"

Kukunya yang panjang menekan keras wajahku hingga bengkok, dan kukunya yang tajam menancap masuk ke dalam kulit wajahku. Aku bisa merasakan darah perlahan mengalir di sela ujung jari-jarinya.

"Kamu tahu dengan usianya itu dia bisa menjadi ayahmu!? Kamu tahu dan masih melakukan perbuatan memalukan ini, sungguh terlahir jalang!"

Aku berusaha melepaskan diri dari cengkeramannya, menatapnya dan berkata dingin, "Kamu tidak percaya tanya saja sendiri pada ayahku. Ayahku mengatakan kalian berdua sudah bersama sekitar empat sampai lima tahun, dan di rumahku penuh dengan foto-fotoku, apa kamu tidak pernah melihatnya?"

Sekelebat kepanikan muncul di mata Karolina yang dengan cepat tergantikan oleh kegilaannya.

"Foto apa? Kamu menggertakku? Mimpi kamu! Suamiku berkata anak perempuannya tidak mau difoto!"

Mendengar ini, aku tidak bisa menahan diri lagi, aku mendongakkan kepala dan tertawa keras, "Hahaha, kamu terus menerus memanggilnya suamimu tapi kamu bahkan belum pernah pergi ke rumah lamaku."

Karolina sangat marah dengan sikapku. Sambil mengumpat perempuan jalang, dia menyuruh penjaga sekuriti menyeretku keluar, mengatakan agar lebih banyak orang melihat akibat menjadi wanita simpanan.

Aku tidak bisa melepaskan diri dari cengkeraman dua pria dewasa itu, dan ponselku hilang tanpa jejak di tengah kekacauan ini. Mereka menjatuhkan diriku ke atas panggung yang telah disiapkan untuk upacara wisuda.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel