6. MENCOBA KABUR
"Arggh...." Pak Wanto benar-benar menikmati jepitan yang sangat kuat dari liang kewanitaan anak tirinya.
"Ahhh ... Pak, sakit...." Amira merasakan kesakitan yang benar-benar sakit.
Nanum pak Wanto semakin brutal, dia menggenjot kuat-kuat liang kewanitaan Amira tanpa ampun. Ingin rasanya Amira berteriak-teriak karena sangat kesakitan, namun dia takut jika hal itu dilakukannya, maka ayah tirinya itu akan makin kejam dan tidak segan-segan memukulnya. Sehingga Amira hanya bisa menangis seraya merasakan kesakitan yang luar biasa di daerah kewanitaan.
Seorang gadis kecil berusia 17 tahun dan berubah tidak terlalu besar harus menerima perlakuan bejat ayah tirinya untuk menikmati tubuh kecilnya itu. Liang kewanitaannya yang masih sempit harus merasakan perih karena gerakan batang kejantanan ayah tirinya yang berukuran besar, belum lagi gerakannya yang brutal membuat daerah kewanitaan Amira harus mengeluarkan banyak darah.
"Ahhh ... Ahhhh." Amira menggeliat seraya meringis merasakan sakit.
Sementara pak Wanto dengan penuh nafsu terus menggenjotnya kuat-kuat dan tanpa ampun. Melihat Amira yang menangis justru membuat pak Wanto semakin bernafsu dan tidak menghantamkan kuat-kuat batang kejantananya menghujam liang kewanitaan Amira yang sudah berdarah.
"Arghh .. enak banget, Sayang," ucap pak Wanto yang memang sudah sangat lama tidak melakukan hubungan badan.
Kehilangan istrinya membuat pak Wanto tidak bisa menyalurkan hasrat birahinya, sehingga Amira lah yang dijadikannya sebagai budak nafsu olehnya. Pak Wanto sangat senang karena bisa mendapatkan yang perawan, dia tidak perduli dengan derita anak tirinya.
Amira terus memohon kepada ayah tirinya untuk menghentikan perbuatannya, namun pak Wanto tidak peduli dengan perkataan yang keluar dari mulut Amira. Pak Wanto malah memeluk erat tubuh mungil anak tirinya, gerakannya semakin beringas, hal itu tentunya membuat Amira semakin kewalahan.
"Ahh sakit, Pak. Udah, Pak...." Amira terus meminta ayah tirinya untuk berhenti melakukan perlakuan yang menyakitkan itu.
"Diam! Tidak usah nangis, nikmatin saja biar kamu gak sakit," ucap pak Wanto dengan nada yang geram serta nafas menggebu.
Amira menangis karena sudah sangat kesakitan dengan kelakuan ayah tirinya. Sementara pak Wanto terus saja menggerkan bokongnya naik-turun menggejot kuat liang kewanitaan anak tirinya itu yang terlihat sangat kesakitan. Kejadian itu terasa sangat lama bagi Amira, dan belum sempat tenang tiba-tiba saja ayah tirinya itu memintanya untuk mengganti posisi.
"Sini, nungging," ucap pak Wanto seraya membalikkan tubuh anak tirinya.
Amira terlihat sangat lemas, namun dia tidak bisa berbuat banyak karena memang pak Wanto benar-benar sudah bernafsu, yang akhirnya Amira hanya menuruti keinginan ayah tirinya, pa Wanto meminta Amira untuk menungging, karena dia ingin menikmati tubuh Amira dengan gaya doggy style.
Setelah Amira mengambil posisi itu tidak menunggu lama lagi, Pak Wanto kembali mengarahkan batang kejantanannya dan memasukkannya kembali kedalam liang kewanitaan anak tirinya itu.
"Aaahhh ... Hhhmmmpp, sakit." Amira meringis menahan rasa perih di bagian daerah kewanitaannya.
"Hhmm .... Ahhh, kamu benar-benar enak, Sayang." Pak Wanto begitu menikmati permainan itu.
Dalam posisi itu terlihat pak Wanto begitu menikmati tubuh anak tirinya yang kecil, dia sepertinya tidak perduli dengan Amira yang terus saja menangis karena kesakitan. Gerakan pak Wanto semakin lama semakin cepat, dia menggenjot liang kewanitaan anak tirinya begitu kuat, sontak Amira semakin tidak karuan.
"Ahhh ... Udah, Pak. Udah.... Sakit."
Amira terus-menerus memohon sama ayah tirinya, namun apa daya, pak Wanto tidak memperdulikan permintaan Amira yang merengek seperti itu, yang ada pak Wanto semakin brutal, batang kejantananya yang besar dan panjang itu terus menusuk-nusuk liang kewanitaan Amira yang sudah lecet dan mengeluarkan darah.
Amira benar-benar kerepotan mendapatkan perlakuan seperti itu dari ayah tirinya. Sedang pak Wanto yang merasakan aliran darahnya mulai memuncak, dia mempercepat gerakannya.
"Tahan aja, sebentar lagi, ahh." Pak Wanto mempercepat menggenjotnya tanpa ampun.
"Ampun, Pak. Ampun ... Udah."
Lagi-lagi Amira meminta untuk pak Wanto untuk menghentikannya.
"Diam! Sebentar lagi!" Pak Wanto membentak.
Tidak lama kemudian, pak Wanto semakin cepat menggenjot sebelum akhirnya dia terlihat mengerang dengan tubuh bergetar ketika mencari puncak kenikmatan.
"Arrgghhhh" Pak Wanto memejamkan matanya menikmati batang kejantanannya yang menyemburkan lahar hangat di liang kewanitaan anak tirinya.
Terlihat Amira yang tersengal-sengal, nafasnya terdengar berat serta air mata yang terus mengalir di pipinya. Sementara pak Wanto tersenyum puas karena sudah mengeluarkan hasrat birahinya, tak hanya itu dia juga menumpahkan cairan birahi di dalam perut anak tirinya itu.
"Ahh ... Ternyata kamu benar-benar nikmat. Hehe ... Sekarang kamu harus nurut sama bapak," ucap pak Wanto terlihat sangat puas.
Sementara Amira hanya menangis, dia tidak berkata apa-apa karena merasakan sakit luar dalam. Seorang ayah yang dulu baik terhadapnya, namun kini menghancurkan masa depan Amira. Keperawanannya sudah direnggut dengan paksa, hal itu tentunya membuat Amira benar-benar sakit dan merasa sangat-sangat menyesal mempunyai ayah tiri seperti pak Wanto.
Setelah merasa puas, pak Wanto langsung meninggalkan Amira begitu saja, dia kembali duduk di kursi sambil memperhatikan anak tirinya yang tengah menangis dengan tubuh tidak mengenakan pakaian.
"Sudah jangan nangis terus, ngapain di tangisi. Kamu juga enak kan? Hehe," ucap pak Wanto tertawa kecil.
Amira tidak menyahut perkataan ayah tirinya. Dengan lemas Amira berusaha mengenakan pakaiannya kembali lalu bergegas langsung masuk ke dalam kamar. Betapa hancurnya hati Amira setelah keperawanannya direnggut paksa oleh ayah tirinya. Amira terus saja menangis karena menyadari dirinya sudah tidak gadis lagi. Tak sampai disitu, Amira juga ketakutan jika sampai hamil. Hal itu pasti akan menghebohkan warga setempat, dan tentunya akan membuat sangat malu.
Meski merasa kesal dengan keadaan, tetapi Amira tidak bisa berbuat banyak. Dia sudah terkurung dengan situasi saat itu, dia yang semula ingin kabur dan bisa bebas dari penderitaan, namun ternyata Amira harus mendapatkan perlakuan yang lebih buruk. Ayah tirinya tak hanya memintanya uang, tapi dia juga kini sudah menikmati tubuh Amira.
Dalam kondisi seperti itu, Amira mencoba untuk tetap mencari cara supaya bisa secepatnya keluar dari rumah itu. Matanya yang berlinang air mata menatap adiknya yang tertidur pulas. Betapa sedihnya Amira ketika melihat adiknya, dia juga teringat dengan ibunya yang kini sudah tiada. Amira hanya bisa meratapi nasibnya tinggal bersama ayah tirinya.
Sekitar pukul 23:30 Amira yang tidak lagi mendengar suara ayah tirinya. Dia mencoba untuk memastikan kalau ayah tirinya sudah tertidur. Hal itu dilakukannya karena ingin kabur dari rumah itu. Dengan langkah yang pelan Amira berjalan untuk melihat ayah tirinya yang ada di kursi ruang tamu. Dan pada saat itu terlihat pak Wanto yang memang sudah tertidur.
"Ini kesempatan aku, aku harus kabur bawa adikku sekarang," ucap Amira dalam hatinya.
*****