Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. NAFSU BEJAT AYAH TIRI

"Diam! Kamu harus nurut sama bapak! Bapak sudah lama tidak mendapatkan kepuasan. Ibumu sudah tidak ada, jadi kamu lah yang harus melayani bapak!" Pak Wanto dengan beringas melepaskan baju yang dikenakannya anak tirinya itu.

Amira hanya bisa menangis dengan perlakuan ayah tirinya yang dengan brutal melepaskan baju dan menarik celananya.

"Pak sadar, Pak ... Jangan seperti itu," ucap Amira sambil menangis.

"Diam! Jika kamu tidak mau nurut sama bapak, maka kamu sama adikmu akan bapak bunuh!"

Mendengar ancaman seperti itu, sontak Amira semakin panik dan sangat ketakutan melihat ayah tirinya yang ingin menodainya. Amira yang masih gadis dan berusia Masi sangat muda, dia tidak bisa berontak. Apalagi ayah tirinya itu bertubuh besar, yang pasti tenaganya juga jauh lebih kuat. Belum lagi dia yang melontarkan ancaman.

Sehingga Amira hanya bisa menangis dan tidak bisa berbuat banyak. Pak Wanto yang sudah bernafsu, dia melucuti semua pakaian anak tirinya sehingga terlihat lah tubuh Amira yang hanya mengenakan celana dalam. Pak Wanto menyeringai melihat tubuh gadis itu.

"Pak ... Sadar, Pak." Amira terus saja memohon supaya ayah tirinya tidak melakukan hal buruk.

"Heh! Kamu itu tinggal di rumah ini sama bapak, jadi kamu harus nurut!" Pak Wanto terlihat bengis.

Amira hanya bisa menangis mendengar ancaman-ancaman yang keluar dari mulut ayah tirinya. Sedangkan pak Wanto dengan cepat menarik celana dalam Amira, saat itu Amira mencoba menahannya, namun dia malah mendapatkan tamparan keras dari ayah tirinya itu.

PLAK!

Tangan kasar itu mendarat di pipi Amira.

"Jangan berontak kamu! Diam! Bapak akan berikan kamu kenikmatan," ucap pak Wanto setelah berhasil melepaskan celana dalam Amira.

Matanya tertuju ke area kewanitaan Amira yang masih berbulu tipis. Disitu pak Wanto semakin bernafsu, sedangkan Amira buru-buru menutupinya dengan kedua tangannya sambil terus menangis.

"Sudah lah, kamu tidak usah menangis seperti itu! Nikmati aja," ucap pak Wanto yang langsung menurunkan celana kolor yang dipakainya.

Sontak Amira kaget, dia benar-benar ketakutan ketika ayah tirinya itu melepaskan celananya dan terlihat batang kejantananya yang sudah berdiri tegak, ukuranya sangat besar dan panjang. Amira yang baru pertama kali melihat itu, dia sangat ketakutan, namun dia juga tidak bisa berbuat banyak. Walaupun sudah memohon kepada ayah tirinya untuk tidak melakukan hal itu, namun nyatanya pak Wanto sudah tidak bisa menahan hawa nafsunya.

Tiba-tiba aja pak Wanto memegang kedua paha Amira dan membukanya lebar-lebar. Disitu Amira mencoba untuk terus berontak, hal itu membuat pak Wanto kesal, sehingga dia kerap kali menampar anak tirinya itu dan memintanya untuk diam. Amira hanya bisa menangis melihat perlakuan ayah tirinya.

"Kamu nikmatin saja, Sayang," ucap pak Wanto sambil mengarahkan batang kejantananya yang besar itu tepat di depan liang kewanitaan Amira yang tampak masih sempit.

"Pak ... Aku mohon jangan lakukan itu," pinta Amira disela-sela tangisnya.

"Jangan banyak omong, nikmatin saja," balas pak Wanto yang mulai menggesek-gesekkan batang kejantanan di bibir mahkota kewanitaan Amira.

Terlihat pak Wanto sangat menikmati permainan itu, karena memang sudah cukup lam juga pak Wanto tidak melakukan hubungan badan. Sehingga dia merasakan kenikmatan yang luar biasa, apalagi Amira yang masih gadis, tentunya itu akan lebih nikmat. Pak Wanto tidak langsung memasukkan batang kejantanannya, melainkan dia menggesek-gesekan terlebih dahulu, sementara Amira terus saja menangis.

Amira yang sudah berniat ingin keluar dan bebas dari rumah itu, namun kenyataannya dia malah harus mendapatkan perlakuan yang lebih kejam dari hari-hari sebelumnya. Amira memalingkan wajahnya, dia tidak mau melihat ke arah ayah tirinya yang sedang menindihnya itu. Walaupun baru digesek-gesekan seperti itu, namun Amira merasakan perih, bagaimana tidak. Pak Wanto melakukannya dengan sangat kasar.

Karena nafsunya yang semakin meningkat, pak Wanto memeluk tubuh anak tirinya lalu menciuminya dengan buas. Kedua tangannya bermain di buah dada Amira yang masih tidak terlalu besar, tapi terlihat sangat menggoda. Amira hanya bisa memekik, menahan sakit dengan sentuhan-sentuhan yang dilakukan oleh ayah tirinya.

"Kamu harus rela melayani bapak, karena ibumu sudah tidak ada," bisik pak Wanto.

Saat itu Amira hanya diam dengan air mata yang bercucuran. Tangisnya seperti tidak dianggap oleh pak Wanto, dia yang sudah diselimuti hawa nafsu, tidak perduli lagi dengan anak tirinya. Yang dia inginkan saat itu hanyalah kepuasan.

"Ahhh ... Rupanya kamu boleh juga, hehe," ucap pak Wanto seraya tertawa kecil melihat anak tirinya.

Melihat Amira yang menangis, justru pak Wanto semakin bernafsu. Yang akhirnya dia mengambil posisi, dia buka kedua paha Amira lalu mengarahkan batang kejantanannya di depan bibir kewanitaan Amira yang cukup kecil.

"Enggak sia-sia aku menikahi ibu kamu, Amira. selain aku bisa menikmati tubuh ibumu, kini aku juga bisa menikmati tubuh kamu, Sayang." Pak Wanto menyeringai.

"Jangan, Pak," pinta Amira memelas.

Namun pak Wanto tidak memperdulikan itu karena memang nafsu birahinya sudah meningkat. Batang kejantanannya yang keras dan berukuran besar itu, dia coba memasukannya kedalam liang kewanitaan anak tirinya.

"Aaarrhh." Amira terlihat memekik ketika merasakan ada benda keras yang mencoba menerobos liang kewanitaannya yang masih perawan.

Pak Wanto terlihat kesulitan, karena memang liang kewanitaan anak tirinya itu masih sangat sempit, apalagi dengan batang kejantanannya sendiri yang berukuran besar. Namun karena sudah tidak kuat menahan nafsu birahinya, akhirnya pak Wanto menenangkanya kuat-kuat supaya batang kejantananya bisa masuk kedalam liang kewanitaan Amira.

"Arrggh ... Sempit banget," erang pak Wanto.

Sementara Amira juga memekik kesakitan. Bagaimana tidak, Gadis bertubuh mungil itu harus mendapatkan perlakuan kasar, apalagi harus melayani nafsu birahi ayah tirinya yang mempunyai batang kejantanan yang besar.

"Arghh ... Pak... Jangan." Amira memekik.

"Diam! Nikmati saja!" bentak pak Wanto yang sedang berusaha memasukkan batang kejantanannya.

Pak Wanto sekuat tenaga melakukannya sebelum akhirnya dia mampu menjebol selaput dara. Di saat itu juga Amira menggeliat, dia benar-benar kesakitan dan merasa jika liang kewanitaannya dimasukan sebuah besi padat. Sementara pak Wanto tersenyum senang.

Amira benar-benar dibuat kesakitan ketika pak Wanto mulai menggenjotnya pelan-pelan.

"Owwhh ... Enak banget kamu," ucap pak Wanto seraya memejamkan matanya.

Sedangkan Amira hanya bisa menangis menahan rasa sakit di area kewanitaannya. Pak Wanto tersenyum senang ketika melihat ada darah perawan yang keluar dari liang kewanitaan anak tirinya. Hal itu tentunya membuat pak Wanto merasa sangat senang bisa mendapatkan perawan.

"Ahhh ... Sakit pak, udah...." Amira semakin kesakitan karena ayah tirinya itu mulai menggenjot dengan cepat.

Nafas pak Wanto terdengar memburu menandakan nafsunya yang semakin meningkat. Gerakannya semakin lama semakin cepat, sehingga Amira dibuat kerepotan dan merasakan sangatlah kesakitan.

"Ahhhh ... Sakit." Lagi-lagi Amira mengerang.

"Heh, nikmati saja, Sayang," ucap pak Wanto yang merasa kenikmatan yang berbeda.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel