Bab.5. Pecicilan, Sok Kecakepan, Murahan
"HEHH! Lepasin calon suami gue!" teriak Hesti kalap melihat Aurel memeluk tunangannya di kantin kampus yang ramai.
Mitha, sobat kental Aurel pun mendesis, "Ampun deh tuh bocah cari mati!"
Semua mata seolah tertuju ke situasi ganjil yang terjadi di antara Reynold, Aurel, Hesti, dan Biyan. Seisi kantin berbisik-bisik menatap mereka berempat yang sedang terlibat keributan.
Aurel pun tahu diri dan melepaskan pelukannya di pinggang Reynold lalu menundukkan kepalanya di hadapan kakak angkatannya yang galaknya melebihi macan di bonbin. "Ma—maaf Mbak Hesti, tadi kelepasan ...," ucap Aurel lirih.
Merasa di atas angin, Hesti dengan bersedekap mencecar Aurel di depan banyak orang yang ada di kantin, "Jangan pecicilan sok kecakepan makanya. Lihat lihat dulu dong, masa sih sama dosen, kamu kurang ajar banget peluk-peluk? Murahan loe?!"
'Anjirrrr lambe turah mode on nih si Nini Lampir!' rutuk Aurel dalam hatinya melirik tajam kepada Hesti dalam diam.
Akhirnya Reynold yang menengahi, "Sudah—sudah semuanya, oke bubar deh daripada jadi tontonan gratis di kantin!"
James yang dari tadi mengikuti kejadian seru dari bangkunya bersama 3 mahasiswi fans beratnya pun mengakhiri makan siangnya yang telah tandas tak bersisa di piringnya. Dia bertanya kepada Mitha seraya mengendikkan dagunya ke arah tengah kantin, "Emang si Aurel ngefans juga sama Profesor Reynold, Mit?"
Gadis itu mengendikkan bahunya tanda tak mengerti. "Maaf, Oppa ... kurang tahu sih aku. Mungkin Oppa James bisa nanya langsung ke Aurel apa Prof. Rey," jawabnya.
Nampaknya Aurel pun tak betah berlama-lama di kantin lalu ia pun bergegas meninggalkan pusat keributan itu menuju ke selasar ruang kuliah. Dia ada praktikum Mikrobiologi setengah jam lagi.
Namun, dari belakangnya Biyan tetap mengejarnya dan menangkap pinggangnya serta menutup mulutnya. Pemuda itu menyeret tubuh Aurel yang ramping ke toilet pria yang kebetulan siang itu kosong.
Aurel tentu saja panik dan memberontak dari kungkungan tubuh Biyan yang tinggi besar seperti king kong. Matanya terbelalak menatap pemuda itu dengan emosi bercampur aduk lalu ia pun menggigit telapak tangan Biyan hingga menjerit kesakitan.
"Aauuww!" teriak Biyan mengibaskan tangan kirinya yang digigit Aurel.
"Sukurin! Loe dah gila ya, Bi—mirip penculik aja main bekap anak orang!" sembur Aurel dongkol dengan tingkah Biyan yang keterlaluan.
Namun, Biyan buru-buru memerangkap tubuh Aurel di dinding toilet pria. Dia berhadapan dengan jarak wajah yang begitu dekat dengan adik kelasnya itu. "Kita belum selesai! Jawab tawaranku yang tadi, Rel," ujar Biyan dengan nada yang tak ingin dibantah.
"Ogah! Ngarep amat loe jadi cowok gue, Bi. Emang nggak laku apa loe jadi cowok, perasaan tampang loe kaga jelek, tentengan juga Lexus, mana asdos Biokim juga. Cari mangsa lain aja deh loe, jangan gue—" Aurel mengutarakan bejibun alasan sarkastis demi lolos dari hasrat gila Biyan untuk menjadikannya pacar sementaranya.
Biyan menggebrak dinding di samping kepala Aurel lalu menggeram, "Loe jangan main-main sama gue, Rel. Nilai praktikum Biokimia loe gue tahan mampus loe!"
Tatapan Aurel menjadi nanar. Ada banyak mata kuliah semester berikutnya yang prasyaratnya lulus kuliah Biokimia. Dia pun mengerutkan alisnya menatap Biyan dengan tajam sembari protes, "Maksud loe apa? Gue nggak bisa ambil Fisiologi, Farmakodinami, Bakterial dan Mikal kalau nggak lulus Biokim, Dodol!"
"Masih berani nyolot loe sama gue, Rel? Inget aja yang pegang kartu As di sini siapa? Nggak bisa ambil mata kuliah semester 3? DERITA LOE!!" balas Biyan tak mau kalah dari semburan si gadis tengil.
Mendadak tubuh Aurel lemas, dia serasa tak berdaya menghadapi ancaman Biyan yang bikin mati langkah.