Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Ternyata Rani sudah mati

Tubuhku bergetar saaf aku melihat potongan daging utuh yang keluar dari mulutku, bagaimana mungkin daging yang aku kunyah sebelumnya berupa lauk rendang, bisa keluar utuh dan berubah jadi daging mentah seperti yang aku lihat sebelumnya.

Bau anyir yang dikeluarkan dari daging dan darah tersebut membuat bulu kudukku langsung merinding, aku berkaca pada cermin, kulihat mulutku yang sudah penuh darah membuatku sangat mual dan ingin muntah kembali, aku segera mencuci mukaku berkali-kali namun noda darah dari mulutku masih terlihat jelas sekali.

“Ya Allah apa yang sedang terjadi kepadaku saat ini?” Monolog ku dalam hati

Aku mengusap-usap mulutku beberapa kali, tapi noda darah segar itu masih saja terlihat di pantulan cermin. Beberapa kali aku mencoba membersihkan dengan sabun mandi tapi noda darah itu semakin banyak terlihat di wajahku. Aku menangis, aku panik, aku bingung hingga akhirnya aku mendengar suara rintihan dari dalam kamar mandi.

Aku gemetar, aku takut dan aku bingung ,saat aku membuka satu persatu pintu toilet yang ada disana tak aku temukan seseorang berada disana. Sesaat kemudian aku mendengar seseorang memanggilku samar-samar

“ Laras..larasati..tolong aku laras..” suara samar seorang wanita

Deg..

Suara itu..suara itu adalah suara Rani, aku semakin ketakutan aku edarkan semua pandanganku tak ku temukan Rani berada di dalam Ruangan. Tiba-tiba aku mendengar suara pintu salah satu toilet terbuka sendiri saat itu.

Ktetek...kretek.

Aku langsung menoleh dan kembali lagi ke tempat toilet yang ada di pojok sendiri, entah kenapa aku sangat penasaran dengan Toilet yang terbuka sendiri itu, saat aku mendekat pelan ke arahnya tiba-tiba..

“ Ih..ih..ih...Larasati kenapa kau begitu tega memakan daging temanmu sendiri...”

Deg..

Aku benar-benar melihat Rani yang saat ini sudsh berubah menjadi sosok aneh dan menakutkan saat ini, tubuhnya tak lagi utuh, wajahnya sudah berubah menjadi menyeramkan dengan banyaknya bekas luka sayatan dan darah ada diseluruh wajahya, lehernya sudah tersayat dan mengeluarkan banyak darah disana. Bagian tubunya sudah terlihat tak utuh, aku melihat banyaknya hewan melata kecil yang sudah memakan daging tubuhnya. Bola matanya sudah ada didepan membuatku sangat ngeri dan ketakutan.

Bagian tubuhnya ada yang hilang seperti bola mata satunya yang terlihat bolong, jari-jari tangannya yang tetlihat sudah tak utuh dan bagian dading tubunhnya yang terlihat sudah tak utuh lagi ,sehingga memperlihatkan tulang belulang yang masih menempel di dalamnya.

Aku sudah tak bisa bergerak kemana-mana lagi, kakiku sudah mati rasa, mataku sudah basah karena air mataku. Bahkan aku tak mampu berteriak meminta tolong agar seseorang membantuku keluar dari Toilet mengerikan ini.

Tubuhku sudah basah dengan keringatku yang bercucuran, aku seperti seorang patung yang tak bisa bergerak saat itu, pita suaraku seakan menghilang begitu saja saat aku berusaha memanggil dan berteriak meminta tolomg seseorang disana. Namun yang aku lakukan sia-sia saja, aku pasrah jika hari ini aku harus mati, aku sempat berpikir untuk meminta maaf pada seluruh keluargaku saat aku berada di alam lain lewat mimpinya.

“ Kau takut Laras? Aku lebih dahulu dijadikan tumbal olehnya Laras, balaskan dendamku dan akan aku lepas dirimu, dagingku ia kuliti dan dia berikan kepada penduduk yang ada disini Laras, dia wanita yang sangat kejam hiks..hiks..hiks..”

Dengan suara menggema aku dengarkan Rani bercerita saat itu, aku menangis dan aku tak tega dengan apa yang menimpa temanku ini, kawan baikku selama SMA namun kini sudah tiada karena ulah wanita jahat itu.

“ Kau tau dimana dia sembunyikan mayatku saat ini Laras?” tanyanya dengan mendekatkan bayangan wajahnya ke wajahku

Aku pun hanya bisa menangis dan menggelengkan kepalaku, mulutku seakan terkunci dengan sendirinya saat dia ada di dekatku.

“ Mayatku dia sembunyikan.... “

Belum juga dia melanjutkan ucapannya tiba-tiba seseorang sudah mendobrak Pintu kamar Mandi itu, segera aku menoleh ke arah Pintu, terlihat Fabian dan Arjanta sedang panik saat melihatku dengan wajah pucat saat ini, aku juga terlihat dangat kacau dan linglung saat aku melihat disekilingku sudah tak ada sosok Hantu Rani lagi. Muntahanku yang tadi sempat tercecer di lantai sudah tak terlihat lagi, semuanya normal. Bahkan saat aku mencoba menggerakkan kakiku, tiba-tiba bisa berjalan kembali setelah sebelumnya tak bisa betgerak sama sekali.

Aku langsung melihat ke arah cermin, terlihat Wajahku yang kini sudah bersih tanpa ada noda darah sedikitpun. Entah apa yang harus aku rasakan saat ini, senangkah ? Anehkah? Takutkah? Semuanya campur aduk jadi satu saat ini.

Aku terlihat bingung dan linglung saat Fabian mendekat ke arahku , begitupun dengan Fabian dan Arjanta yang menatapku aneh. Entahlah saat itu aku seperti mati rasa, bingung, ketakutan dan juga linglung, Fabian langsung memeluk diriku dan mencium pucuk kepalaku bertubi-tubi, terlihat jelas saat ini dia sedang mencemaskan aku.

“ Laras, apa yang terjadi denganmu, kenapa kau jadi seperti ini?” ucap Fabian dengan memeluk dan menangisiku

Aku hanya terdiam, pulupuk mataku tiba-tiba sudah menggenang begitu saja. Aku tak mampu unuk berucap sepatah katapun, yang aku rasakan hanya cemas, takut, bingung dan bersalah karena telah memakan daging sahabatku Rani.

“ Laras, kenapa kau hanya diam membisu, cepat katakan apa yang terjadi denganmu Laras.” Kembali Fabian memintaku mengatakan sesuatu

Entah kenapa saat aku ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba aku kehilangan suaraku kembali, aku hanya bisa mengatakan ga.ga.gu saja, seperti ada sesuatu yang mengganjal tenggorokanku. Ya Allah, apakah aku saat ini bisu? Tanyaku dalam hati.

Seketika tangisanku dan tangisan Fabian pecah, rasa ketakutanku bertambah saat aku tak bisa mengeluarkan pita suara, sungguh keanehan mistis yang aku rasa saat mencoba menentang dan melawan Nyai Ratih saat itu, rupanya dia sudah menaruh racun dalam daging tersebut agar aku tidak bisa bicara lagi, pikirku saat ini.

Sedangkan Arjanta, aku lihat menatapku dengan wajah penuh kesedihan dan sedikit rasa bersalah saat itu, entahlah aku sendiri susah menggambarkan wajah pria itu.

“ Bian, sebaiknya kau gendong dia dan biarkan dia beristirahat di Ruangan Balai Dusun sampai dia merasa tenang.” Ucapnya saat itu

Aku sempat menolak, namum sayangnya pikiran dan gerakan tubuhku tak sejalan, kepalau menganggu begitu saja, padahal dalam hati aku berteriak untuk menolak kembali ke tempat itu.

“ Baiklah, terima kasih Arjanta kau sudah membantuku kali ini.” Ucap Fabian sebelum menggendong ku

“ Sama-sama Bian, kau tak usah sungkan.” jawabnya dengan tersenyum dipaksakan

Fabian pun menggendong diriku. Entah apa yang membuatku cemas saat aku harus kembali ke Ruangan itu, perasaanku tidak enak namun aku mencova tenang saat itu.

Ketika kami akan memasuki Ruangan itu, tiba-tiba Nyai Ratih menghampiri Kami. Ia terlihat tersenyum ke arahku dan berpura-pura menanyakan apa yang sedang terjadi denganku saat ini.

“ Loh kenapa dengan Mbak Laras? “ tanya Nyai Ratih dengan pura-pura cemas

“ Tidak tau Bu Ratih, tadi dia terlalu lama berada di Kamar mandi dan pintu terkunci rapat, saat itu saya meminta Arjanta untuk membantu saya mendobrak pintu, dan saat kami masuk tiba-tiba Laras seperti orang linglung.”

“ Ya Tuhan, mungkin saat ini dia kena sawan Mas, nanti biar aku bantu menyembuhkannya.”

Ucap Nyai Ratih dengan tersenyum penuh arti kepadaku

Deg

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel