Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Makan daging Orang

Aku begidik ngeri saat melihat isi tumpeng yang tersedia di tengah-tengah kami, nemun anehnya mereka semua melihat tumpeng itu hanya tumpeng biasa, berisi daging rendang yang sudah dimasak, berbeda dengan yang aku lihat itu adalah potingan daging mentah yang masih banyaj darah.

Aku melihat Yuni yang sudah menutup mulutnya dan menahan mual yang dia rasakan saat itu, wajahnya sudah menjadi pucat pasi, keringat dinginnya sudah membasahi dahinya. Mungkin Yuni melihat daging itu sama dengan apa yang aku lihat daat ini, Daging Mentah yang banyaj belumuran darah.

Kini tibalah acara prosesi yang paling ditunggu-tunggu oleh Penduduk Desa disini, acara grebek tumpeng alias makan tumpeng secara bersama-sama dengan menu tumpeng yang mereka bawah saat ini yang nantinya akan dilakukan penukaran tumpeng dari Penduduk lain.

Saat acara prosesi inilah banyak penduduk Desa memilih dan bergerumbul di Tumpeng Nyai Ratih, meraka meyakini bahwa mendapatkan tumpeng yang disediakan oleh Nyai Ratih akan mendapatkan hasil panen yang lebih bagus , karena tumpeng Nyai Ratih dipercayai sudah mengandung do'a dari leluhur yang sudah mati, termasuk Sang Nyai adalah cucu dari leluhur yang di agungkan di Desa tersebut.

Mereka tampak antusias saat pembacaan Do'a yang dibacakan oleh Tetua adat setempat. Nyai Ratih yang saat itu terlihat sangat Khusu’ mengaminkan Do'a dari Tetua adat , membuatku sedikit heran karena berbeda dengan sikap yang aku lihat tadi pagi.

Setelah acara Do'a telah selesai, aku pun segera memundurkan diri dan berkumpul dengan teman-teman ku yang saat ini lebih memilih untuk melakukan tugas yang lain dibanding ikut berkumpul dengan penduduk Desa yang saat ini tengah berkerumun untuk menyantap makanan tumpeng yang mereka bawah.

Untung saat itu Teman-teman ku enggan ikut menyantap makanan yang tersaji disana, aku takut saat mereka memakan itu, kitalah yang akan menjadi korban tumbal berikutnya.

Saat aku melihat Orang-orang sedang rakus menyantap daging mentah dari tumpeng yang dibawah oleh Nyai Ratih, mataku langsung terasa kunang-kunang dan perutku langsung merasakan mual yang sangat hebat. Bagaiamana tidak, yang aku lihat mereka memakan daging mentah hinga darah daging tersebut belepotan di mulut mereka, namun tidak dengan Orang-orang disana, yang ku lihat mereka begitu menikmati daging yang mereka pikir itu adalah daging rendang.

Wajahku mendadak pucat pasi, hingga akhirnya aku tak bisa menopang tubuhku yang sudah sangat lemas saat itu, Arjanta yang sejak tadi memperhatikan diriku langsung membopongku saat aku mulai terhuyung kebelakang, ia dengan sigap menangkap tubuhku agar tidak terjatuh saat itu.

“ Kau sangat pucat, apa kau sakit?” tanyanya dengan rasa penuh khawatir

“ Aku hanya sangat mual saat ini.” Jawabku dengan suara lemas

“ Kita kedalam saja.” Ucapnya dengan membantuku berjalan kedalam bilik Balai yang ada disana. Saat aku tiba disana, aku terkejut saat melihat Yuni sudah terbaring lemah dengan kekasihku Fabian yang sudah ada di dekat Yuni.

Seperti orang yang sedang kepergok, Fabian langsung menghampiri diriku yang sudah lemas di bopong oleh Arjanta. Untung saat ini aku lagi lemas, kalau tidak ,sudah aku daratkan alas kakiku tepat di kepalanya saat ini , monolog ku dalam hati.

Fabian menyingkirkan tangan Arjanta yang tadi sempat membopong diriku, ia tidak rela saat ini aku disentuh olehnya. Terlihat dia sangat kesal melihat Arjanta yang tersenyum simpul kepadanya.

“ Jangan sentuh Kekasihku .” ucapnya dengan tegas

Namun ucapannya itu, tak di gubris oleh Arjanta dia tetap memberiku perhatian dengan memberikanku dan Yuni teh hangat yang barusan ia buat dari dapur Balai Dusun ini

“ Minumlah, agar kau tidak merasa mual.” Ucapnya dengan memberikanku air teh kedalam mulutku.

Aku pun mulai meminum teh buatannya, kali ini teh buatannya sedikit membuat perutku tidak merasa mual lagi, Fabian mengelap pelipisku yang penuh dengan keringat dengan sapu tangannya.

Ia tak perduli saat ini Arjanta berada disampingku, karena saat ini aku sudah berada dalam dekapannya.

“ Katakan apa yang terjadi denganmu? Apa kau Baik-baik saja? “ tanya Fabian cukup khawatir

“ Perutku tiba-tiba mual, karena aku melihat Daging Mentah yang mereka makan saat itu, aku melihat itu daging banyak sekali darahnya, aku pun melihat banyangan Rani dedsng menangis saat itu..hiks..hiks..hiks..” ceritaku dengan tubuh yang mulai bergetar

“ Apa? Daging Mentah? Sayang, kau mungkin terlalu lelah dalam kegiatan saat ini, kau sedang berhaludinasi, itu daging rendang Sayang, dan aku melihat Rani baik-baik saja tadi.” Ucap kekasih ku Fabian yamg cukup membuat ku kesal karena aku dikira berhalusinasi dan membuatku heran ketika ia mengatakan bahwa Rani baik-baik saja tadi.

“ Keu melihat Rani? Dimana dia? Apa dia baik-baik saja?” cercaku kepada Fabian

“ tadi dia duduk di dekatmu sayang, apa kau tak melihat?”

Deg..

Jantungku seakan mencelos mendengar apa yang dia katakan Fabian barusan, bagaiamana mungkin saat itu ada Rani disampingku?sedangkan disamping ku saat itu adalah Santy.

“ Aku tidak berhalusinasi, apa yang aku ucapkan itu benar, kalau kau tak percaya biar aku tunjukkan kepadamu.” Ucapku dengan nada geram

Segera aku bangkit dari tidurku dan langsung menarik tangan Fabian kala itu, aku bergegas menuju ke Balai pertemuan tadi, segera ku tunjukkan daging yang ada di tumpeng milik Nyai Ratih, namun ternyata sia-sia, daging itu sudah tidak bersisa begitu juga daging kepala sapinya.

Fabian yang saat itu melihat ke arah tumpeng yang aku tunjukkan saat itu telah habis tak tersisa langsung menatapku dan menyilangkan kedua tangannya diatas dada. Terlihat dia cukup kesal dengan sikapku saat ini.

“ Berhentilah mengatakan hal yang tidak-tidak Sayang, kau istirahat saja jika lelah, sejak pagi kau bicara aneh terus.” Ucapnya dengan lembut kali ini

Aku tercekat saat mendengar apa yang dia katakan, aku dikatakan berhalusinasi kembali, sungguh aku benar-benar muak saat ini, hingga aku beranikan diri bertemu dengan Nyai Ratih dengan menggandengnya menuju Ruangannya.

Fabian yang saat itu bingung dengan sikapku, hanya bisa menurut dan mengikuti kemana aku mengajaknya pergi. Tanpa permisi dulu, segera aku masuk ke Ruangannya lalu dengan lantang aku mengatakan

“ Bu Ratih, cukup sudah aku dikatakan berhalusinasi, cepat katakan dimana temanku Rani saat ini, apa yang kau lakukan tadi pagi, dan daging apa yang kau berikan kepada penduduk tadi?” cercaku yang cukup membuat Orang-orang di ruangan itu tercekat dengan apa yang aku katakan

“ Loh Cah Ayu, ngomong opo toh. Rani kan ada penyuluhan di depan sama para penduduk Desa, ini pacarmu toh Cah ganteng? “ jawsbnya dengan tenang

Aku melihat Nyai Ratih berbicara santai, tak ada sedikitpun raut wajahnya yang terlihat gugup ataupun bersalah saat itu. Ia terlihat kalem saat berbicara denganku srhingga banyak orang yang saat ini menatapku dengan aneh. Begitupun juga dengan Fabian, ia terlihat dangat kesal denganku saat ini.

“ Laras, sudahlah Berhentilah kau mengatakan hal yang tak masuk akal dan juga menuduh bu kepala Desa. “ ucapnya dengan menatap wajahku penuh kemarahan

“ Maaf Bu Ratih, Kekasih saya mungkin sedang lelah saja karena terlalu banyak kegiatan disini akhir-akhir ini.” Ucap Fabian kepada Nyai Ratih membuatku meradang seketika

“ Kau bicara apa? Jadi kau menganggapku sedang berhalusinasi? Aku akan menunjukkan kepadamu, daging yang ia berikan ke penduduk disana adalah daging mentah yang penuh banyak darah. “ ucapku dengan meninggikan intonasi suaraku

“ Maksudmu daging ini Mbak? “ ucap seseorang yang sedang memperlihatkan daging yang ia bawah saat acara grebeg tumpeng tadi

“ Ini daging yang aku ambil dari tumpeng milik Nyai Ratih saat ini, cobalah mbak, ini rasanya enak dan penuh banyak keberkahan.” Ucapnya dengan memberikanku daging tersebut

Sungguh aku terkejut dengan apa yang aku lihat saat ini, daging ini daging rendang biasa yang baunya menusuk aroma hidungku, entah mengapa aku seperti terhipnotis untuk memakan sepotong daging yang ia bawah saat itu, aromanya yang enak membuat ku tak bisa menahan lagi untuk tidak memakannya.

Aku mulai memasukkan potongan kecil itu kedalam mulutku, aku kunyah daging tersebut dan rasanya benar-benar lezat hingga aku mengambil lagi potongan daging yang cukup besar saat itu, aku menyantap daging itu dengan lahapnya, pikiranku kosong dan tak kampu menahan diri untuk tidak melahap potongan daging tersebut hingga tersisalah satu buah dari 7 buah potongan daging yang Bapak-bapak tadi bawah.

Orang-orang yang ada diruangan itu menatapku aneh, tak terkecuali Fabian yang saat ini menatapku dengan tatapan aneh. Aku seperti orang yang sangat kelaparan saat itu, hingga bumbu-bumbu rendang ,aku jilati disetiap jariku.

Nyai Ratih menatapku dengan tatapan simpul, dia seolah sedang menampar ku berkali-kali dengan apa yang aku katakan tadi adalah tidak benar, sungguh aku merasa malu dengan diriku saat ini, hingga aku lupa tujuanku adalah membuktikan ucapanku kepada Fabian.

Saat aku selesai memakan daging tersebut, tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu yang mengganjal di perutku seketika aku ingin sekali muntah saat itu. Saking tidak tahannya, segera aku berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan semua isi perut ku saat itu.

Alangkah terkejutnya saat ku ketahui muntahan ku saat itu adalah benar-benar daging mentah utuh yang masih banyak darah, aku menatap wajahku di kaca dan lagi-lagi aku dikejutkan dengan mulutku yang banyak darah dan tercium bau anyir darah orang mati.

“ Ya Allah, apakah yang aku makan itu adalah daging yang tadi ? Daging mentah ? Daging apakah itu?” Monolog ku dalam hati

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel