Bab 3
Hari pertama di kota Jakarta tidak terlalu membosankan, setidaknya itu yang dirasakan Khanza. Pagi harinya ia harus berada di apartemen Andra sendirian, karena sang kakak sedang ke kampus.
Andra berjanji akan pulang cepat setelah mata kuliah selesai, dan Khanza merasa tak terbebani dengan kesendiriannya sekarang. Setidaknya ia punya waktu untuk berpikir apa yang akan dilakukan selanjutnya di kota ini. Tentu saja Andra tak punya waktu untuk menemani mengelilingi ibu kota.
Duduk dan menatap ke luar jendela, Khanza tak menyalakan televisi. Ia lebih suka melihat aktivitas di luar sana, di mana kendaraan lalu-lalang menciptakan suara gaduh yang tak terdengar sampai ke telinga. Tentu saja, karena kini ia berada di apartemen yang tertutup rapat. Andra melarangnya untuk keluar dari sini.
Mendengkus, Khanza menuju kamar dan mengganti pakaian. Andra tak bilang jika ia dilarang menuju taman yang berada di dekat gedung ini, hanya saja sang kakak melarangnya keluar. Namun, berjalan sebentar saja pasti tak apa-apa bukan? Selama kakak tak mengetahuinya.
Setelah siap dengan memakai celana yang berbahan kain dan berwarna pastel, kaus putih yang dipadukan dengan hijab yang sewarna dengan celana, Khanza menyambar tas kecil, lalu memakai sepatu. Ia melesat keluar dari apartemen menuju lift.
Ia menghela napas saat masuk ke dalam lift. Sendirian, hanya seorang diri yang berada di sini. Saat dentingan lift terdengar dan pintu terbuka, Khanza bergegas keluar gedung bertingkat itu.
Rasanya sangat lega saat ia melihat dan mendengarkan dengan jelas suara kendaraan yang lalu-lalang di jalanan. Khanza melangkahkan kaki menuju taman kecil yang terdapat bangku. Duduk di sana, ia mengeluarkan ponsel memasang earphone di telinga kemudian mendengarkan musik yang mengalun lembut dari ponselnya.
Semalam Khanza bertemu dan berkenalan dengan adik dari teman Andra. Sepertinya lelaki itu baik, tetapi dari wajahnya, ia langsung tak ingin memasukkan Leon dalam kategori teman. Pergaulannya langsung terbaca.
Dari perkenalan itu mereka tak mengobrol banyak karena Khanza terkesan diam dan tak ingin diajak bicara. Padahal, ia tahu Leon sedang berusaha bersahabat dan mencairkan suasana yang membosankan. Kemudian setelahnya mereka berdua hanya menyaksikan permainan bola basket anak-anak kedokteran.
Khanza ingat, saat itu Leon mengatakan bahwa ia berpikir anak kedokteran kerjaannya hanya di depan buku, dan yang harus kalian tahu, awalnya Khanza pun berpikir seperti itu, tetapi pemikiran tersebut ditepis oleh permainan bola basket mereka serta keterangan dari Leon yang sepertinya telah mengenal dekat kakak-kakak itu.
Khanza menggerakkan ujung sepatunya saat lagu dari LeL dengan judul "What my heart wants to say" mengalun lembut di telinga. Sebenarnya Khanza bukanlah K-pop, tetapi entah mengapa ia menyukai lagu yang berasal dari negeri gingseng tersebut. Apalagi lagu yang mengalun lembut dan damai saat didengarkan.
Tiga puluh menit merasakan berada di luar apartemen, ia kembali menuju apartemen kakaknya. Saat menuju lift, Khanza menghentikan langkah karena matanya tak sengaja menangkap sosok yang dikenali. Spontan mulutnya memanggil orang tersebut yang bertubuh tinggi.
"Om," panggil Khanza saat pria itu melewatinya.
-----
Andra memasuki apartemen, melepaskan sepatu dan langsung menuju ruang tengah di mana ia mendengarkan suara televisi menyala. Khanza di sana, tawa adik perempuannya itu terdengar saat ia dengan jelas melihat apa yang ditonton oleh sang adik. Tentu saja sesuatu yang berbau komedi.
Setelah menyelesaikan kuliah, Andra langsung kembali ke apartemen. Siang tadi ia menelepon Khanza dan mengatakan akan pulang sore, adiknya tak protes dan mengatakan jangan khawatir karena semuanya baik-baik saja.
"Jadi, tadi makan apa?" tanya Andra saat duduk di singgel sofa.
"Wa Alaikum salam," ujar Khanza pada kakaknya yang sepertinya lupa mengucapkan salam.
"Hehe, lupa. Assalamualaikum." Andra kemudian melepaskan tas dan menaruh begitu saja di sofa panjang yang diduduki Khanza. "Jadi, makan apa?" tanyanya lagi.
"Daripada Kakak nanya aku makan apa, coba tebak aku makan sama siapa?" Khanza mengecilkan volume televisi kemudian menghadapkan tubuh pada Andra.
Kakaknya itu mengerutkan kening. "Siapa?"
Khanza memperlihatkan deretan gigi, menyunggingkan senyum manisnya. "Om Kenan."
Andra membulatkan bibir, laki-laki itu tidak terlihat terkejut dengan jawaban Khanza. "Kirain siapa," ujarnya santai.
"Kakak tahu kalau apartemen Om Kenan di sini juga?" tanya Khanza. sebenarnya dia ingin membuat kakaknya terkejut, tetapi ternyata ia sendiri yang dibuat terkejut.
"Iye, Nyonya." Andra mencari posisi nyaman di singgel sofa yang diduduki. "Itu sebabnya Dhan nggak pernah mau ke sini."
Mendengarkan nama lelaki itu disebut, Khanza duduk tak nyaman. Ia tak ingin mendengarkan apapun tentang Dhan, tetapi sebenarnya sangat penasaran apa yang terjadi pada Dhan dan ayahnya.
"Kakak nggak suka sifatnya yang sekarang," aku Andra.
"Kakak nggak tahu alasannya." Itu spontan keluar dari bibir Khanza.
Detik kemudian Andra menatapnya. "Emang kamu tahu alasannya?" Alisnya terangkat saat menanyakan hal itu.
Khanza menutup rapat bibir, lalu membuang pandangan dari sang kakak. "Dikit," jawabnya.
"Jadi, menurut kamu itu wajar?" tanya Andra, kali ini suaranya terdengar sangat serius.
Menghela napas, ia kembali menatap sang kakak. "Kak." Itu suatu peringatan bahwa Khanza tak ingin membahas tentang hal ini.
"Menurut kamu wajar?" ulang Andra, ia tak ingin mendengarkan adiknya. Menurutnya ini harus cepat dibahas agar perasaannya yang tak menyukai kelakuan Dhan akan terkikis.
Jujur, Andra tak tahu apapun tentang apa yang terjadi pada lelaki itu dan juga pada pria yang tinggal di bangunan yang sama dengannya saat ini. Andra benar-benar tak tahu, tetapi perasaan tak suka itu tiba-tiba tumbuh begitu saja saat Dhan dengan terang-terangan mengatakan kepadanya alasan tak menyukai bangunan ini.
"Nggak," ucap Khanza setelah terdiam beberapa detik. "Tapi Dhan punya alasan, Kak." Ia masih membela lelaki itu, Khanza pun memiliki seorang ayah dan mungkin akan melakukan hal yang sama jika Kenan adalah abinya.
"Apa alasannya?" desak Andra.
mengalihkan pandangan, Khanza menatap layar televisi yang masih menyala. "Waktu itu aku lihat Om Kenan di Hotel Mahadri lagi bareng wanita lain." Ia menghela napas. "Besoknya Om Kenan datang ke sekolah, dan aku kaget ternyata itu ayahnya Dhan. Pas malamnya aku pinjam buku Dhan, aku bilang ke dia apa yang aku lihat di hotel waktu itu karena aku pikir Dhan dan bundanya belum tahu apa-apa. Tapi ternyata Dhan udah tahu." Ia menoleh pada kakaknya. "Setelahnya Dhan hindari aku, Kak. Kayaknya dia malu karena aku tahu apa yang terjadi di keluarganya."
"Yang kakak lihat, Om Kenan tidak pernah bersama wanita lain di apartemen ini selain Tante Nada," jelas Andra.
Seketika mata Khanza melebar, detik berikutnya ia berkedip sebanyak dua kali kemudian menjatuhkan tatapan ke meja yang berada di hadapannya. "Terus, wanita yang aku lihat itu?" tanyanya menerawang.
Andra mengedikkan bahu. "Emang kata Dhan, wanita itu siapa?" Ia bersandar setelah yakin bahwa pembicaraan mereka tidak seserius satu menit yang lalu.
"Calon istri Om Kenan."
"Mungkin nggak jadi nikah," tanggap Andra.
"Mungkin." Khanza ikut mengedikkan bahu.
"Ngomongin apa aja sama Om Kenan?"
"Banyak."
----