Bab 14. Lingga sadar telah melakukan kesalahan
Jesika berjalan menelusuri jalanan dengan pandangan kosong, dia tidak naik taksi atau angkutan umum lainnya tapi dia memilih berjalan kaki. Panas yang menyengat disiang itu sama sekali tidak dirasakannya sama sekali.
Jimmy yang tidak sengaja melihatnya memilih turun dari mobil dan mengikuti langkah Jesika. Jimmy melihat ada sesuatu yang aneh dengan Jesika, gadis yang dikenalnya sebagai gadis yang ceria itu tidak seperti biasanya.
“Jesika kamu mau pulang? Bareng ya”
Panggilan Jimmy sama sekali tidak didengar Jesika hatinya benar-benar kosong dan hampa. Sampai akhirnya Jimmy menepuk pundaknya pelan.
“Kamu?”
“Pulang bareng yuk”
Jesika hanya mengangguk tapi Jimmy bingung sendiri karena sepanjang perjalanan Jesika sama sekali tidak mengeluarkan suara apa-apa bahkan Jimmy yang sudah kepanasan tidak dipedulikan Jesika.
“Jesika naik taksi saja cuacanya tidak bersahabat, panas”
“Tidak kamu duluan saja”
Akhirnya Jimmy mengalah dia berjalan disamping Jesika dalam keadaan diam meskipun kakinya sudah merasakan sakit dan kepalanya kepanasan tapi dia tetap setia berada disamping Jesika.
Begitu sampai dikompleks rumah Jesika “Kamu pulanglah aku mau sendirian”
Tanpa menunggu jawaban segera saja Jesika meninggalkan Jimmy yang bingung dengan sahabat yang tidak seperti biasanya. Jimmy langsung menelfon supir dan meminta menjemputnya karena Jimmy benar-benar sudah tidak bisa berjalan lagi.
******
Sore harinya Lingga mulai mengucek-ngucek matanya berlahan, pengaruh alkohol masih tersisa sedikit. Lingga langsung kekamar mandi dan membersihkan diri. Setelah sepenuhnya sadar dari pengaruh Alkohol Lingga mencoba mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi.
Terakhir yang dia ingat ketika melihat Rana sedang bersama seorang lelaki yang berbeda umur dengannya dan bukan hanya itu lelaki itu bahkan mencium pipi Rana dan bukan hanya sekedar mencium tapi juga lelaki itu memeluk erat Rana dan kemudian meninggalkan lokasi.
“Rana kamu tidak lebih dari wanita murahan, kamu tidak berhak mendapatkan cinta tulusku, kamu tidak ada bedanya dengan sampah”(Batin Lingga)
Ketika masuk kekamarnya melihat kasur yang berantakan membuat Lingga bingung dan ditambah ada noda darah diatasnya membuat Lingga berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi.
Lingga berusaha mengingat apa yang terjadi setelah melihat Rana dengan lelaki lain padahal status Rana sekarang adalah kekasihnya juga karena Lingga bersedia memberikannya satu kesempatan.
Akhirnya Lingga mengingat Jesika yang membawanya kerumah dan Lingga juga mengingat jelas ketika dia memaksakan kehendaknya kepada Jesika tanpa mempedulikan airmata Jesika.
Melihat darah dikasur membuat Lingga sadar ternyata wanita yang selama ini gonta ganti pacar tidak sejelek pemikirannya karena Jesika mampu menjaga apa yang harusnya dijaga dia merasa bersalah telah memaksa Jesika.
Lingga termenung kenapa dia harus melakukan itu kepada Jesika bukankah Jesika hanyalah sebuah taruhan tapi kenapa Lingga justru senang dengan perbuatannya itu. Tapi bukan kebahagiaan karena sekarang Jesika tidak punya pilihan tapi rasa itu berbeda dari biasanya, ada rasa bahagia bisa memiliki Jesika seutuhnya.
“Aku sudah merengut keperawanan gadis itu jadi aku harus bertanggungjawab tapi bagaimana caranya?”(Batin Lingga)
Tanpa mempedulikan perbuatannya siang tadi malam harinya Lingga datang menemui Jesika tapi Jesika tidak mau menemuinya sampai akhirnya Lingga mengirim sms ancaman yang membuat Jesika keluar dan meminta ijin ibunya untuk keluar sebentar.
Lingga membawa Jesika meninggalkan rumah dan menghentikan motornya dibawah pohon beringin yang besar. Mengajak Jesika duduk dan berbicara.
“Jesika maaf aku tidak bermaksud melakukan itu padamu”
Memandang Jesika membuat hasrat lelaki Lingga muncul kembali dia berusaha keras mengontrol keadaan. Kenapa setiap melihat Jesika rasanya dia menginginkan lebih dari hanya sekedar genggaman tangan dan itu tidak pernah dirasakan Lingga kepada gadis lainnya termasuk saat bersama Rana. Saat bersama Jesika dia merasa ada sesuatu yang beda.
“Jesika bicaralah apa kita harus menikah?”
Jesika masih saja duduk terdiam dia bingung mau melakukan apa. Sikap Jesika itu justru membuat hasrat Lingga tidak dapat dibendung lagi ditambah suasana yang sunyi dan ketika hujan turun mulai lebih deras segera saja Lingga menarik tangan Jesika dan berteduh dibawah pohon.
Melihat rambut Jesika yang basah dan bajunya yang mulai basah juga membuat sesuatu yang ada dalam tubuhnya beraksi sendiri, Lingga kesal karena disaat seperti ini justru adik kecilnya tidak bersahabat.
Tidak bisa menahan nafsunya Lingga segera mencium Jesika dan memasukan jemarinya langsung kebagian sensitive Jesika. Jesika berteriak tapi suara Jesika seakan tertutup dengan suara hujan yang semakin deras dan tanpa menunggu Lingga segera membaringkan Jesika di tanah dibawah pohon beringin dan membuka satu persatu kancing kemeja Jesika dan berlahan-lahan secara lembut Lingga mulai bermain rapi dibibir Jesika turun kebawah dan berhenti dibukit kembar milik Jesika cukup lama dia berada disana sampai akhirnya dia turun kebagian yang paling sensitive Jesika dan mulai memainkan lidahnya dengan rapi sehingga membuat Jesika pasrah bahkan ingin segera menuntaskan karena sudah tidak tahan dengan sentuhan-sentuhan yang menyiksanya.
Lingga segera menyatukan tubuh mereka berdua dan air hujan menjadi saksi kenikmatan keduanya sampai akhirnya mereka melepaskan kenikmatan yang tiada duanya.
Masih berada diatas tubuh Jesika kemudian Lingga menatap mata Jesika tajam “Kamu pilih mana aku menikahimu secara sah dan memberikan dirimu sepenuhnya kepadaku atau kamu memilih aku terus melakukan hal ini tanpa ada ikatan pernikahan”
“Maksudmu?”
“Kalau kamu menolakku untuk menikahimu maka aku akan melakukan hal seperti ini kapanpun aku mau karena setiap desahan nafas kamu dan aku tadi terekam dalam ponselku. Jadi saat aku menginginkannya pas kamu lagi dikantor maka kamu bisa kerestoran seberang dan kita bisa melakukannya dikamar mandi atau tempat lainnya. Tapi kalau kamu memilih menikah denganku maka aku akan meminta kepadamu secara baik-baik tanpa memaksakan kehendakku padamu. Bagaimana?”
“Itu bukan pilihan tapi ancaman aku tidak punya pilihan lain selain menikah denganmu kan?”
Lingga tersenyum memandang Jesika yang ternyata sudah mengerti maksudnya. Padahal Lingga sama sekali tidak merekam apa-apa karena yang terjadi murni keinginannya yang datang tiba-tiba ketika melihat gadis didepannya. Posisinya yang masih seperti itu membuat Lingga mengulangi sekali lagi apa yang telah dilakukannnya tadi sampai akhirnya keduanya kepayahan dan memakai pakaiannya.
Lingga mencium bibir gadis itu dan berbisik pelan "saat kita sudah menikah ini akan menjadi makananku setiap pagi sebelum berangkat kerja dan malam sebelum tidur bahkan akan menjadi Snack saat sedang tidak ada kegiatan jadi kamu jangan berpikir untuk lari dariku. Setiap desahan kenikmatan kamu terekam di ponselku"
"tapi" belum meneruskan protes bibir Jesika sudah dibungkam Lingga dengan bibirnya.
"Kamu tinggal mengikuti perintahku karena ini lebih baik dari pada kamu nantinya hamil diluar nikah. Mengerti?"
Jesika terdiam yang dikatakan Lingga benar adanya dan dia tidak mau membuat ibunya malu. Akhirnya Jesika menyetujui permintaan Lingga untuk menikah dengannya secara sah.
