Episode 2
Ayla masih berdiri di tengah ruang latihan, tubuhnya terengah-engah akibat ledakan energi yang tak terkendali. Wajahnya tampak pucat, dan jantungnya berdetak kencang. Di sekelilingnya, udara terasa tebal, seakan ada sesuatu yang berat dan gelap yang membebani setiap sudut ruangan.
Kieran memegang bahunya erat, matanya tajam dan penuh ketegasan. "Ayla, dengarkan aku. Kamu harus tenang, dan kamu harus fokus," katanya, suaranya lebih rendah dan lebih serius dari biasanya.
"Apa yang terjadi?" Ayla akhirnya berhasil berbisik, matanya masih tampak kosong karena ketakutan. "Kenapa aku merasa seperti ada yang mengendalikan kekuatanku?"
Kieran menatapnya dengan penuh perhatian, mengatur napasnya yang sedikit terengah. "Itu bukan hanya kamu yang berusaha mengendalikan kekuatanmu," jawabnya perlahan. "Ada sesuatu—atau seseorang—yang sedang mencoba memanipulasi energi Aetheria dalam tubuhmu."
Ayla mengerutkan kening, masih bingung. "Seseorang? Siapa?"
Kieran menundukkan kepala, dan ada kilatan gelap dalam matanya yang membuat Ayla semakin khawatir. "Ada kekuatan yang lebih gelap dari yang kita duga. Kekuatan yang menginginkan Aetheria—dan siapapun yang bisa mengendalikannya."
Saat itu, suara bisikan misterius kembali terdengar, seakan melayang di udara. Ayla merasakan kegelapan itu semakin mendekat, dan entah kenapa, tubuhnya terasa semakin lemah, seolah ada sesuatu yang menarik kekuatannya.
"Ayla!" suara Kieran memecah kegelisahannya. "Kamu harus bertahan! Jangan biarkan kekuatan itu menguasaimu!"
Ayla berjuang untuk tetap tegak, tetapi tubuhnya hampir tak mampu menahan lagi. Kekuatan dalam dirinya seperti ingin meledak, dan dia merasa seolah seluruh tubuhnya terombang-ambing oleh arus yang tak terduga. Seketika, dunia sekelilingnya berubah gelap, hanya ada kilatan cahaya biru yang menyilaukan, mengalir dari dalam dirinya.
Namun, dalam kegelapan itu, Ayla mendengar sebuah suara—suara yang bukan milik Kieran.
Suara itu lembut, namun penuh dengan pesona yang mengerikan. "Kamu tak bisa melarikan diri dariku, Ayla. Kekuatanmu akan menjadi milikku, dan kamu akan tunduk pada kehendakku."
Jantung Ayla berdetak kencang. Suara itu berasal dari dalam dirinya, dan dalam sekejap, dia menyadari bahwa kekuatan yang dia coba kendalikan tidak hanya miliknya. Sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap telah merasuki tubuhnya.
Kieran melihat perubahan ekspresi Ayla, dan tanpa peringatan, dia menariknya lebih dekat, memegang kedua tangannya dengan erat. "Dengarkan aku, Ayla!" katanya dengan tegas, namun ada rasa khawatir yang tak bisa disembunyikan. "Kamu harus belajar untuk menahan itu! Jangan biarkan dirinya mengendalikanmu!"
Ayla menatap Kieran, matanya penuh dengan kebingungan dan ketakutan. "Apa maksudmu? Apa yang harus aku lakukan?"
Kieran tidak memberikan jawaban langsung. Sebaliknya, dia menarik napas panjang dan menyentuh bagian belakang tengkuknya, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Kekuatan dalam dirimu bukan milikmu sepenuhnya," katanya pelan. "Ada sesuatu yang menghubungkan kamu dengan entitas yang lebih tua, yang lebih berbahaya. Aetheria bukan hanya sumber energi... Itu adalah jalan menuju dimensi lain."
Ayla merasa bingung, namun ada rasa penasaran yang terbangun dalam dirinya. "Dimensi lain?"
Kieran mengangguk. "Benar. Dan entitas yang menginginkan kekuatanmu berasal dari sana. Mereka ingin menguasai dunia ini dengan cara apapun, dan kamu—kekuatanmu—adalah kunci bagi mereka."
Ayla merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Jadi, aku... aku harus menghentikan mereka?" tanyanya, hampir tak percaya.
Kieran menggenggam tangannya lebih erat, matanya memancarkan tekad. "Kamu harus bertahan, Ayla. Jika tidak, dunia ini, dan bahkan Aetheria, bisa jatuh ke tangan yang salah."
Pada saat itu, suara bisikan itu terdengar lagi, lebih keras dan lebih mendalam. "Kekuatanmu... Akan menjadi milikku, Ayla. Tak ada tempat untuk melarikan diri."
Ayla menggigil, dan tubuhnya hampir tak mampu menahan lagi. Namun, saat itu, Kieran mendekatkan wajahnya ke telinga Ayla, dengan suara lembut namun penuh kekuatan, dia berbisik, "Kendalikan dirimu. Ingat, kekuatan itu ada di dalam dirimu. Kamu hanya perlu menemukan cara untuk menguasainya."
Dengan kata-kata itu, Ayla merasa ada sesuatu yang bergetar dalam dirinya. Kekuatan itu bukan hanya sesuatu yang harus dia takuti, tetapi sesuatu yang harus dia pelajari untuk kendalikan. Dengan napas dalam-dalam, dia menutup matanya, berusaha menenangkan pikirannya.
Tiba-tiba, sebuah energi dingin dan kuat melingkupi tubuhnya, dan sebuah cahaya biru terang memancar dari tangan Ayla, lebih kuat dari sebelumnya. Kali ini, dia bisa merasakannya—kekuatan itu berada di ujung jarinya, dan dia bisa mengendalikannya. Tetapi, bayangan gelap itu masih terus menggema di dalam pikirannya, mengancam untuk kembali merebut kendali.
Kieran berdiri diam di depannya, matanya penuh perhatian, seakan menunggu apakah Ayla bisa mengatasi hal itu. Ketegangan di udara semakin terasa, dan dalam hati Ayla, dia tahu bahwa ini baru awal dari perjalanan panjang yang penuh bahaya.
"Ayla," suara Kieran memecah keheningan, "ini baru permulaan. Kamu harus siap untuk menghadapi yang lebih gelap dari ini."
Ayla mengangguk, menyadari bahwa masa depannya—dan takdir dunia ini—tergantung pada kekuatan yang kini ada dalam genggamannya.
Namun, ancaman yang datang dari dimensi lain semakin nyata, dan Ayla harus menemukan cara untuk menghentikannya, sebelum semuanya terlambat.
Kekuatan yang mengalir melalui tubuh Ayla terasa semakin kuat, seperti arus yang mengalir tak terkendali. Saat dia membuka matanya, ia melihat Kieran berdiri di depannya, wajahnya tetap tegas namun ada kilasan kekhawatiran di balik matanya. Kekuatan biru yang sempat melingkupi tubuhnya kini mereda, meskipun hanya sedikit. Keringat dingin menetes di dahi Ayla, tubuhnya lemas karena energi yang terbuang begitu banyak.
"Ayla," Kieran berkata dengan suara yang lebih rendah dan penuh urgensi, "kamu harus bisa mengendalikan kekuatan itu. Jika tidak, bukan hanya kamu yang akan terancam, tapi seluruh dunia."
Ayla mengangguk lemah, mencoba menyaring kata-kata Kieran yang terasa begitu berat. Namun, ada rasa bingung yang terus menguasai pikirannya. Bagaimana caranya mengendalikan sesuatu yang bahkan tak ia mengerti sepenuhnya? Dia tak tahu apakah dia cukup kuat untuk menahan energi yang mengalir dalam dirinya, atau jika kekuatan itu bisa membawanya pada kehancuran.
"Kenapa aku merasakannya begitu kuat?" tanyanya, suaranya bergetar. "Kenapa perasaan ini seolah seperti ada yang mendorongku untuk melepaskan kendali?"
Kieran menatapnya dengan penuh perhatian, dan kemudian menghela napas panjang. "Karena kekuatan itu bukan milikmu sepenuhnya," jawabnya. "Ada entitas yang mencoba mengendalikan energi Aetheria dalam tubuhmu, dan mereka akan terus berusaha menguasainya. Kamu harus melawan pengaruh itu."
Ayla menggigit bibirnya, berusaha menahan gelombang emosi yang melanda. "Aku... Aku tak tahu bagaimana."
Kieran berjalan mendekat, dan untuk pertama kalinya, ada kelembutan dalam tatapannya. "Kamu tidak sendirian. Aku akan membantumu, Ayla. Kita akan menghadapinya bersama."
Ayla menatapnya, merasa ada kekuatan dalam kata-kata itu. Dalam ketidakpastian dan ketakutan yang menggerogoti hatinya, dia menemukan sedikit kenyamanan. Mungkin, hanya mungkin, dia bisa melawan kegelapan yang mengancam dunia ini.
Namun, sebelum Ayla sempat mengungkapkan rasa terima kasihnya, sebuah suara tiba-tiba terdengar, menginterupsi keheningan. Suara itu keras dan menggetarkan, membawa hawa dingin yang menusuk.
"Kalian tidak bisa melarikan diri dari takdir, Ayla," bisikan itu datang dari belakang mereka. "Kekuatanmu adalah milikku. Dan kalian akan merasakannya."
Ayla menoleh cepat, menemukan kegelapan yang menyelubungi sudut ruangan. Ada bentuk samar yang bergerak, bayangan yang tampak hampir tak nyata namun terasa begitu mengancam. Kieran langsung berdiri lebih tegak, tubuhnya menghadap ke arah bayangan itu.
"Jangan coba-coba mendekat," ujar Kieran dengan suara penuh peringatan, namun juga terdengar lelah. "Aku sudah tahu siapa kamu."
Bayangan itu bergerak lebih cepat, dan dalam sekejap, sebuah sosok manusia muncul di hadapan mereka. Sosok itu tampak seperti seseorang yang tak pernah ada dalam ingatan Ayla—seorang pria tinggi besar dengan mata yang menyala merah, mengenakan jubah hitam yang menjuntai.
"Siapa kamu?" Ayla berkata, suaranya bergetar, meskipun ada keteguhan dalam dirinya. "Apa yang kamu inginkan?"
Pria itu tersenyum lebar, namun senyumannya bukan senyuman yang menenangkan. Sebaliknya, itu adalah senyuman yang dingin dan penuh ancaman. "Aku adalah salah satu dari mereka yang menginginkan kekuatan Aetheria. Dan kamu, Ayla, adalah kunci untuk membuka jalan menuju dunia yang lebih besar. Dunia yang lebih kuat."
Kieran melangkah maju, tubuhnya semakin tegang. "Jika kamu datang untuk merebut kekuatannya, kamu harus melalui aku terlebih dahulu," katanya dengan nada yang tegas, meskipun Ayla bisa merasakan adanya ketegangan dalam suaranya. Kieran jelas tahu siapa pria ini, dan dia tidak tampak terkejut dengan kehadirannya.
"Ah, Kieran," pria itu mendengus dengan nada mengejek. "Selalu ada halangan. Tapi kali ini, aku tak akan membiarkanmu menghalangi kami. Aetheria akan menjadi milikku, dan tak ada yang bisa mengubah itu."
Ayla merasakan perasaan yang begitu kuat mengalir dalam dirinya, hampir seolah mengundang kekuatan Aetheria untuk bangkit kembali. Tetapi dia tahu bahwa dia harus mengendalikan diri. Dia tidak bisa membiarkan entitas itu menguasainya lagi.
"Jika kamu ingin Aetheria," Ayla berkata dengan suara yang lebih percaya diri, "kamu harus menghadapiku terlebih dahulu."
Kieran menatapnya dengan keheranan, tetapi dalam tatapannya ada sesuatu yang tak bisa dia sembunyikan—kebanggaan. "Ayla," katanya pelan, "kamu sudah lebih kuat dari yang aku kira."
Namun, sebelum Kieran bisa mengatakan lebih lanjut, pria dengan mata merah itu melangkah maju, aura kekuatannya semakin gelap dan menakutkan. "Kekuatanmu tak cukup untuk melawan kami, Ayla," bisiknya dengan penuh keyakinan.
Ayla merasakan aliran energi yang kuat dalam dirinya, dan untuk pertama kalinya, dia bisa merasakannya—energi Aetheria yang dia coba kendalikan selama ini. Kekuatan itu mengalir dengan deras, dan Ayla tahu bahwa jika dia tidak berhati-hati, dia bisa melepaskan sesuatu yang tak bisa dia kendalikan.
Dengan satu tarikan napas dalam, Ayla memfokuskan pikirannya. "Aku akan mengendalikan kekuatan ini," gumamnya, "untuk melindungi dunia ini."
Kekuatan Aetheria yang melingkupi tubuhnya mulai mengeluarkan cahaya yang lebih terang dari sebelumnya. Kieran, yang berdiri di sampingnya, menyadari perubahan itu dan mengamati dengan cermat. Ayla, meskipun masih merasa cemas, tahu bahwa dia harus melawan—untuk dirinya sendiri, untuk dunia ini, dan untuk orang-orang yang dia cintai.
Dan saat itu, perang antara kegelapan dan cahaya dimulai.
Ayla berdiri tegar di hadapan sosok misterius yang mengancam, merasakan aliran energi dalam tubuhnya yang semakin membara. Kekuatan Aetheria—kekuatan yang dia sendiri belum sepenuhnya pahami—seolah mendengarkan panggilannya, siap untuk digunakan. Namun, rasa takut masih menggelayuti hatinya, karena dia tahu bahwa kekuatan sebesar itu bisa merusak, bisa menghancurkan, jika tidak terkendali.
Di sisi lain, Kieran berdiri dengan tubuh tegap, matanya penuh perhitungan. Sesuatu dalam tatapannya membuat Ayla merasa lebih tenang. Ada rasa percaya diri yang mengalir dari dirinya. Meskipun dia tidak tahu persis bagaimana cara mengalahkan pria bertubuh besar itu, Ayla bisa merasakan bahwa Kieran tahu lebih banyak tentang apa yang sedang terjadi—tentang siapa pria ini, tentang kekuatan yang sedang dihadapi mereka.
"Siapa kamu?" Ayla bertanya sekali lagi, suara tegas namun ada kekhawatiran yang tidak bisa disembunyikan. "Apa yang kamu inginkan dengan Aetheria?"
Pria dengan mata merah itu tertawa, namun tawa itu terasa kosong, seperti tawa yang telah lama hilang maknanya. "Kamu tidak mengerti, Ayla," katanya, suaranya menggelegar. "Aetheria adalah kunci untuk membuka gerbang yang lebih besar. Gerbang menuju dunia yang lebih kuat, dunia di mana aku dan para pengikutku akan menguasai segalanya. Dan kamu, Ayla, adalah kunci untuk membuka gerbang itu."
Ayla menggigit bibirnya, berusaha memahami kata-kata pria itu. Selama ini, dia hanya tahu bahwa Aetheria adalah kekuatan yang besar dan misterius. Tapi sekarang, dia menyadari bahwa kekuatan itu jauh lebih berbahaya daripada yang dia kira. Jika orang seperti pria ini ingin menguasainya, itu berarti dunia sedang berada di ambang kehancuran.
Kieran bergerak lebih dekat, matanya tak pernah lepas dari pria itu. "Jangan khawatir, Ayla," katanya dengan suara rendah, "aku sudah menangani orang seperti dia sebelumnya. Kita akan bertarung bersama. Aetheria ada di dalam dirimu, dan aku akan membantumu mengendalikannya."
Ayla hanya mengangguk, merasa sedikit lebih tenang meskipun ancaman yang dihadapi semakin besar. Namun, saat dia menatap pria itu lagi, dia merasakan sesuatu yang lebih gelap, lebih mengerikan dalam dirinya. Bayangan-bayangan yang mengelilinginya seolah hidup, menari-nari di sekitar pria itu, mengalir seperti kabut gelap yang siap menelan segalanya.
"Jangan pikir kamu bisa melawan kami," pria itu berkata dengan senyum mengejek. "Aetheria adalah milikku. Dan kamu, Ayla, hanyalah pion dalam permainan ini."
Dengan kata-kata itu, pria itu melangkah maju. Ayla merasakan gelombang energi yang sangat kuat mendekat, seolah sesuatu yang lebih besar sedang bersiap untuk meledak. Tanpa berpikir panjang, dia mengangkat tangannya, berusaha memusatkan kekuatan yang ada dalam dirinya. Kekuatan itu mengalir lebih cepat, lebih deras, seperti air yang pecah dari bendungan.
Kieran melihat perubahan itu dan segera bergerak cepat, berdiri di samping Ayla untuk melindunginya. "Ayla, kendalikan dirimu!" teriaknya.
Ayla mengerahkan semua konsentrasi yang dimilikinya. Energi Aetheria membentuk sebuah pusaran biru yang menyelubungi tubuhnya, menciptakan perisai pelindung yang memantulkan kekuatan gelap yang datang dari pria itu. Namun, kekuatan pria tersebut ternyata lebih besar dari yang Ayla perkirakan. Gelombang hitam yang memancar dari tubuh pria itu melesat dengan cepat, menghantam perisai Aetheria dengan kekuatan yang menghancurkan.
"Dia bukan lawan yang mudah," kata Kieran, menyadari bahwa pria ini memiliki kekuatan yang lebih besar dari yang mereka duga.
Tiba-tiba, Ayla merasakan sebuah dorongan kuat dalam dirinya. Sebuah suara, halus namun sangat meyakinkan, berbisik di dalam pikirannya. Gunakan kekuatanmu sepenuhnya, Ayla. Jangan ragu.
Ayla menatap Kieran sejenak, lalu menatap pria itu dengan tekad yang baru. Dia tidak bisa mundur sekarang. Kekuatan Aetheria ada dalam dirinya, dan dia harus mengendalikannya. Dengan satu tarikan napas dalam, Ayla melepaskan kekuatan itu sepenuhnya, membiarkannya mengalir tanpa batas.
Gelombang energi biru yang kuat memancar dari tubuhnya, jauh lebih besar dan lebih kuat dari sebelumnya. Kekuatan itu mengelilingi mereka berdua, melindungi mereka dari gelombang hitam yang datang. Perisai pelindung Ayla mengembang, memperluas dirinya dengan kekuatan Aetheria yang tak terbendung.
Pria itu terhuyung mundur, terkejut oleh kekuatan yang mendalam yang dipancarkan oleh Ayla. "Tidak mungkin..." bisiknya, kebingungannya terdengar jelas. "Kekuatan itu... milikmu?"
Ayla berdiri dengan tegap, matanya menyala dengan cahaya biru yang berkilauan. "Ya, ini milikku. Dan aku tidak akan membiarkannya jatuh ke tangan yang salah."
Dengan suara yang memerintahkan, Ayla mengarahkan tangannya ke arah pria itu. Sebuah ledakan energi besar melesat, memukul pria itu dengan kekuatan yang sangat dahsyat. Pria itu terpelanting ke belakang, tubuhnya terlempar ke udara sebelum jatuh dengan keras ke tanah. Dia terdiam sesaat, tubuhnya terbungkus kegelapan yang perlahan menghilang.
Kieran berdiri di samping Ayla, matanya penuh kekaguman dan rasa bangga. "Kamu melakukannya, Ayla. Kamu mengendalikan kekuatan itu."
Ayla menarik napas dalam, tubuhnya gemetar karena kelelahan. Namun, di dalam hatinya, ada rasa lega yang dalam. Mereka berhasil mengalahkan ancaman pertama, tapi Ayla tahu bahwa ini baru permulaan. Masih ada banyak bahaya yang mengintai, dan dia harus lebih siap lagi.
Namun, di kejauhan, bayangan gelap itu masih mengawasi. Pertempuran ini baru saja dimulai.