Pustaka
Bahasa Indonesia

Di Balik Gerbang Aetheria

12.0K · Ongoing
my_unr
15
Bab
21
View
9.0
Rating

Ringkasan

Ayla, seorang gadis biasa dari dunia modern, mendapati dirinya ditarik ke dunia Aetheria, sebuah dimensi penuh keajaiban dan kegelapan. Tanpa peringatan, dia dinyatakan sebagai "Utusan" yang diramalkan untuk menyelamatkan dunia tersebut dari kehancuran. Dengan takdir yang tidak dia mengerti, Ayla dipaksa bekerja sama dengan Kieran, seorang penjaga bayangan yang dingin, datar, dan tampaknya tak tersentuh. Kieran, seorang penjaga legendaris dengan masa lalu kelam, awalnya hanya melihat Ayla sebagai beban. Baginya, tugas melindungi sang Utusan adalah kewajiban, bukan pilihan. Namun, di balik sikap dinginnya, ada luka yang perlahan terungkap saat Ayla mulai menyusup ke dalam hatinya. Saat mereka menjelajahi dunia Aetheria untuk menemukan "Artefak Lima Elemen," bahaya semakin dekat. Tidak hanya dari makhluk kegelapan yang memburu mereka, tetapi juga dari pengkhianatan dalam lingkaran kekuasaan dunia itu sendiri. Di tengah perjalanan, Ayla mulai menyadari bahwa Aetheria bukan sekadar dunia yang asing, melainkan dunia yang menyimpan rahasia tentang dirinya sendiri. Ketegangan meningkat ketika Ayla harus memilih antara dua pria yang mengubah dunianya: Kieran, yang melindunginya dengan diam-diam, dan Lucas, pangeran teknokrat dengan pesona berbahaya dan rahasia yang memikat. Sementara hati Ayla bergejolak, perang antara cahaya dan kegelapan memuncak, dan waktu semakin menipis. Mampukah Ayla menemukan kekuatan dalam dirinya untuk menyelamatkan Aetheria dan menentukan takdirnya sendiri? Atau, apakah cintanya pada pria yang dingin seperti es akan menjadi kelemahannya yang paling fatal?

RomansaFantasiTuan MudaZaman KunokultivasipetarungKehidupan MisteriusDrama

Episode 1

Ayla melangkah perlahan melalui lorong sekolahnya yang lengang. Malam itu, dia harus lembur menyelesaikan laporan praktikum yang tertunda, dan seluruh bangunan sekolah sudah hampir kosong. Hanya suara langkahnya yang menggema, ditemani derak lembut angin yang masuk melalui jendela setengah terbuka.

Namun, ada sesuatu yang aneh malam itu. Udara terasa lebih dingin, dan entah kenapa bulu kuduk Ayla berdiri. Ia berhenti di depan pintu laboratorium, namun langkahnya terhenti ketika melihat cahaya biru samar memancar dari ruangan di ujung koridor.

“Ruangan itu... Bukankah harusnya kosong?” gumam Ayla.

Penasaran, dia melangkah mendekati pintu yang sedikit terbuka. Cahaya biru itu berdenyut seperti jantung yang berdetak, dan rasa takutnya beradu dengan rasa ingin tahu yang tak terbendung. Ketika Ayla membuka pintu sepenuhnya, matanya membulat.

Di tengah ruangan, sebuah lingkaran raksasa bercahaya biru melayang di udara, dihiasi simbol-simbol aneh yang bergerak seperti roda gigi. Udara di sekitarnya terasa berat, seolah dipenuhi listrik statis.

"Apa ini?" bisik Ayla, jantungnya berdebar.

Tiba-tiba, lingkaran itu bergetar, seolah merespons kehadirannya. Sebelum Ayla sempat mundur, cahaya biru menyala terang, menyilaukan mata. Dalam hitungan detik, dia merasa tubuhnya terseret ke dalam pusaran yang tak terlihat.

---

Ayla terbangun di tengah hutan lebat yang asing. Pepohonan menjulang tinggi dengan daun berkilauan seperti kaca, dan udara dipenuhi aroma manis yang tidak dikenalnya. Dia bangkit dengan bingung, mencoba mengingat apa yang terjadi.

“Di mana aku?” gumamnya, memegang kepalanya yang berdenyut.

Namun, sebelum dia sempat berdiri tegak, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Tanah bergetar, dan mata Ayla membelalak saat dia melihat makhluk raksasa berbentuk bayangan hitam muncul dari balik pepohonan. Makhluk itu bergerak seperti asap, tapi matanya menyala merah dengan kebencian yang mencekam.

Ayla mundur dengan panik. “Ini... mimpi, kan?”

Makhluk itu mendekat dengan kecepatan luar biasa, dan Ayla hanya bisa menjerit. Namun, sebelum makhluk itu mencapai dirinya, seseorang melompat dari bayangan pepohonan.

Dia adalah seorang pria dengan wajah tanpa ekspresi, mengenakan jubah hitam panjang yang berkibar di udara. Dengan gerakan cepat, pria itu menghunus pedang berkilauan yang tampaknya terbuat dari cahaya murni. Dalam satu tebasan, makhluk bayangan itu hancur menjadi partikel kecil dan menghilang.

Pria itu berbalik, menatap Ayla dengan mata abu-abu yang dingin seperti es.

“Siapa kau?” tanyanya dengan suara rendah yang penuh kewaspadaan.

Ayla terdiam, mulutnya terbuka tanpa suara. Dia tidak tahu harus menjawab apa, tidak tahu di mana dia berada, dan tidak tahu siapa pria ini. Namun, satu hal yang dia tahu:

Pria ini, dengan aura yang dingin dan mengintimidasi, baru saja menyelamatkan nyawanya.

"Jawab aku" pria itu mengulangi, suaranya dingin dan tegas. "Siapa kau, dan bagaimana kau bisa berada disini?"

Ayla menelan ludah, lututnya gemetar. Dia mengumpulkan keberanian untuk berbicara. "Aku...Aku tidak tahu. Tadi aku di sekolah... lalu tiba-tiba ada cahaya...dan sekarang aku ada disini."

Pria itu menyipitkan matanya, mengamati Ayla dengan penuh kewaspadaan. Wajahnya tetep tanpa ekspresi tapi sorot matanya seperti menguliti setiap inci keberadaan Ayla. "Sekolah?" katanya dengan nada skeptis. "Apa itu? Apakaj kau berasal dari dunia luar?"

"Dunia Luar?" Ayla mengerutkan keningnya. "Aku dari Bumi... dari tempat yang normal! ini semua pasti mimpi, kan?"

Pria itu tidak menjawab. sebaliknya, dia menyarungkan pedangnya ke sarung hitam di punggungnya dan berbalik seolah akan pergi.

"Tunggu!" Ayla memanggilnya. "Kau tidak bisa meninggalkanku di sini! aku tidak tahu tempat ini!"

Pria itu berhenti, tanpa menoleh. "Jika kau tidak tahu apa-apa, maka sebaiknya kau tidak berada disini. Tempat ini berbahaya, dan aku tidak ada waktu untuk melindungi orang asing."

Ayla merasa dadanya sesak mendengar kata-kata dinginnya. Namun sebelum dia sempat merespon, suara gemuruh lain terdengar. Kali ini lebih besar, lebih mengerikan. Mahluk bayangan lain muncul, jauh lebih besar dari sebelumnya.

Pria itu menghela napas pendek, seolah merasa terganggu. " kau benar-benar menyukitkan," gumamnya sebelum berbalik lagi ke arah Ayla. "Jangan bergerak. jika kau ingin bertahan, tetaplah dibelakangku."

Ayla mengangguk dengan cepat, rasa takut menguasai tubuhnya. Dia melihat pria itu menarik pedangnya lagi, dan kali ini, sebuah lingkaran cahaya biru muncul di sekitar tubuhnya. Simbol-simbol aneh seperti yang dia lihat sebelumnya mulai berputar di udara, menciptakan dinding pelindung di sekeliling mereka.

Mahluk itu menyerang, tapi pria itu tidak mundur sedikitpun. Dengan gerakan yang hampir mustahil diikuti oleh mata Ayla, dia memotong mahluk itu menjadi serpihan. Tapi sebelum mahluk itu menghilang sepenuhnya , Suara berbisik yang menyeramkan terdengar :

"Utusan itu telah datang. Hancurkan dia sebelum terlambat."

Ayla tersentak. "Utusan? apa maksudnya,?"

Pria itu menatapnya dengan tajam, kali ini dengan ketertarikan yang samar. "Jadi... kau yang mereka cari."

"Men...mancari aku? Siapa? Kenapa?" Ayla berteriak panik.

Namun pria itu tidak menjawab. Sebaliknya, dia mengulurkan tangannya dengan kasar. "Ikut aku. Jika mereka menginginkanmu, berarti kau lebih penting daripada yang kau kira. Dan jika kau tetep disini, kau hanya akan mati."

Meskipun takut, Ayla tidak punya pilihan lain. Dia menggenggam tangan pria itu, merasakan dinginnya seperti es. Dalam sekejap, mereka menghilang dari tempat itu, meninggalkan hutan yang kembali sunyi.

Ayla merasakan tubuhnya seperti ditarik melalui angin kencang. Sensasi aneh itu membuatnya hampir kehilangan keseimbangan, namun genggaman pria di tangannya tetap erat. Ketika akhirnya mereka berhenti, Ayla tersentak kaget.

Mereka kini berada di atas bukit tinggi, dengan pemandangan sebuah kota yang bercahaya di kejauhan. Kota itu tampak seperti diambil dari kisah dongeng, dengan menara-menara tinggi menjulang, jembatan berkilauan, dan sungai yang memantulkan cahaya bulan.

"Apa ini...?" Ayla berbisik, matanya tak lepas dari pemandangan tersebut.

"Velandria," pria itu menjawab singkat. "Kota perlindungan. Jika kau ingin tetap hidup, kita harus ke sana sebelum mereka menemukanmu lagi."

Ayla menatap pria itu dengan bingung. "Tunggu dulu. Kau tidak bisa terus menarikku seperti ini tanpa menjelaskan apa yang terjadi! Siapa mereka? Dan kenapa mereka bilang aku... utusan?"

Pria itu menatap Ayla dengan dingin. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan emosi, hanya kilatan samar di matanya yang menandakan bahwa dia menimbang sesuatu. "Aku tidak tahu apa-apa tentang dirimu. Tapi jika mereka menyebutmu utusan, itu berarti kau terhubung dengan ramalan lama yang dipercayai di dunia ini."

"Ramalan?"

"Ramalan tentang seorang yang akan membuka gerbang terakhir dan mengembalikan keseimbangan dunia Aetheria," katanya tanpa basa-basi. "Tapi itu hanya akan terjadi jika kau bertahan hidup."

Ayla tertegun. Apa yang dia dengar seperti diambil langsung dari novel fantasi yang biasa dia baca, tapi kenyataan di depannya terlalu nyata untuk dianggap mimpi.

"Dan siapa kau?" Ayla bertanya, berusaha mencari sedikit pegangan dalam kekacauan ini.

Pria itu menatapnya tajam. "Namaku Kieran. Aku penjaga bayangan. Tugasku memastikan dunia ini tidak hancur."

Ayla mendengus, setengah panik dan setengah kesal. "Oh, jadi kau penjaga dunia ini? Kenapa tidak kau selesaikan saja semuanya sendiri? Kenapa harus menyeretku ke dalamnya?"

Kieran mendekat, hingga Ayla bisa merasakan aura dingin yang menyelimuti dirinya. "Karena aku tidak punya pilihan. Jika kau mati, maka dunia ini tidak punya harapan. Jadi, berhenti bertanya dan ikuti aku."

Ayla ingin membalas, tapi suara gemuruh dari kejauhan membuatnya membeku. Kieran langsung berbalik, matanya menyipit. "Mereka datang," gumamnya.

"Mereka siapa?" Ayla bertanya dengan suara gemetar.

"Demonas—makhluk bayangan yang tadi kau lihat. Mereka adalah antek kegelapan, dan mereka tidak akan berhenti sampai kau hancur."

Kieran menarik pedangnya lagi, dan kali ini dia menatap Ayla dengan ekspresi serius. "Jika kau ingin hidup, jangan pernah lepaskan pandanganmu dariku. Apa pun yang terjadi, tetap di belakangku."

Sebelum Ayla sempat menjawab, makhluk-makhluk itu muncul dari kegelapan. Mereka lebih banyak dari sebelumnya, bayangan besar yang melolong dengan mata merah membara.

Ayla menggenggam jubah Kieran dengan erat, rasa takut mencengkeram hatinya. Namun, dia tidak bisa mengalihkan pandangan dari Kieran. Dengan pedang bercahaya di tangannya, pria itu maju tanpa ragu, menghadapi kegelapan dengan keberanian dingin yang memukau.

Di tengah kekacauan, Ayla merasa sesuatu dalam dirinya mulai bangkit—sebuah kekuatan yang tidak dia pahami, tetapi seolah merespons ancaman di hadapannya.

"Apa ini...?" Ayla berbisik, tatapannya beralih ke tangannya sendiri yang mulai bercahaya.

Kieran menoleh sejenak, matanya membelalak sedikit sebelum kembali fokus. "Itu kekuatanmu," katanya cepat. "Kau mulai terbangun. Tapi jangan gunakan sekarang! Kau belum siap!"

Ayla tidak tahu apa yang dimaksud Kieran, tapi dia merasa seolah tubuhnya dipenuhi energi asing yang mendesak keluar. Namun, sebelum dia sempat bereaksi lebih jauh, Kieran menerjang maju, membelah kegelapan dengan cahaya dari pedangnya.

Ayla merasa tubuhnya seperti dipenuhi oleh energi yang tidak dia pahami. Setiap kali dia mencoba menggerakkan tangannya, sebuah cahaya halus mulai muncul dari dalam dirinya, namun ia masih bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Jangan coba-coba mengendalikan itu!" Kieran berteriak, suaranya keras dan tegas. "Kekuatan itu hanya akan menghancurkanmu jika kau tidak tahu cara mengendalikannya!"

Ayla menggigit bibirnya, berusaha menenangkan diri. Dalam sekejap, makhluk-makhluk bayangan itu mendekat lagi, memancar dari kegelapan dengan suara berdesis. Mereka semakin banyak, menjulang tinggi dengan tangan runcing dan wajah yang tertutup bayangan.

Kieran melangkah maju, menebas dengan pedangnya yang bercahaya, memotong makhluk-makhluk itu dengan setiap ayunan yang tepat dan mematikan. Cahaya pedangnya menyilaukan, tapi Ayla tahu dia tidak bisa hanya berdiri di sini. Dia harus membantu, meski tidak tahu bagaimana.

Tiba-tiba, sebuah suara dalam pikirannya bergema. "Gunakan cahaya itu. Kendalikan aliran energi di dalam tubuhmu."

Ayla terkejut. Suara itu bukan suaranya. Tidak mungkin ini hanya imajinasi. Namun, dalam kondisi terdesak, dia mencoba mengikuti apa yang perintah suara itu.

Ayla menutup mata sejenak, berusaha merasakan cahaya yang ada dalam dirinya. Dengan usaha keras, dia membuka matanya dan mengangkat tangannya. Seberkas cahaya biru yang terang keluar dari telapak tangannya, mengalir seperti aliran sungai yang tak terhentikan, menuju makhluk bayangan yang semakin mendekat.

Cahaya itu meledak, menciptakan sebuah ledakan hebat yang mengirimkan gelombang energi ke seluruh area sekitar mereka. Beberapa makhluk bayangan terpelanting dan hancur seketika, sementara sisanya mundur, terkejut dengan kekuatan yang tak terduga itu.

Ayla terengah-engah, merasa tubuhnya lemas setelah mengeluarkan kekuatan itu. Kieran yang melihat kejadian itu hanya menatapnya dengan mata yang tidak bisa dibaca.

"Astaga... Kau berhasil." Kieran mengatakannya dengan suara rendah, seolah tidak percaya. "Kekuatanmu... ternyata jauh lebih besar dari yang kukira."

Ayla menatap tangannya dengan bingung. "Apa... Apa yang terjadi?"

Kieran berbalik dan menyarungkan pedangnya. "Itu adalah bagian dari takdirmu, Ayla," katanya, suaranya lebih tenang sekarang. "Kekuatan yang kamu miliki adalah kunci untuk menghentikan kegelapan yang datang. Tapi kau harus belajar mengendalikannya."

Ayla merasa cemas, matanya menyusuri tubuhnya yang masih gemetar. "Aku tidak tahu bagaimana mengendalikannya... Apakah aku akan terus seperti ini?"

"Jangan khawatir," jawab Kieran sambil melangkah mendekat, matanya penuh ketegasan. "Kau akan belajar. Tapi untuk sekarang, kita harus segera ke Velandria. Jika kita tertangkap di sini, semuanya akan sia-sia."

Ayla hanya bisa mengangguk, walaupun hatinya masih penuh dengan pertanyaan. Mengapa dirinya yang dipilih untuk memiliki kekuatan ini? Apa yang dimaksud dengan ramalan yang Kieran sebutkan? Dan mengapa ada suara yang memandu langkahnya, seolah sudah tahu apa yang harus dia lakukan?

Ayla mengikuti Kieran, yang mulai bergerak cepat menuju kota Velandria yang bercahaya di kejauhan. Mereka melintasi hutan yang lebih gelap dan misterius, dengan Kieran yang terus waspada, menatap ke segala arah.

Namun, saat mereka mendekati kota, sebuah perasaan yang aneh menghantui Ayla. Sesuatu yang lebih besar sedang menunggu mereka di sana. Sesuatu yang lebih gelap, lebih kuat, dan lebih menakutkan.

Apa yang akan Ayla temui di Velandria? Apakah dia siap menghadapi takdir yang sudah ditentukan untuknya? Perjalanan ini baru saja dimulai, dan bahaya serta misteri semakin mendalam.