Bab 6
Cahya mengulurkan mencubit hidung kecil Vania, "Bodoh, jika aku tidak mencintaimu, bagaimana bisa aku menikah denganmu."
"Tapi, Riska berpikir bahwa perkataan pria tidak bisa sepenuhnya dipercayai."
"Aku suamimu, kamu tidak percaya perkataan suamimu malah mempercayai kata-kata temanmu, benar-benar bodoh. Tidur, jangan berpikir macam-macam." kata Cahya sambil mematikan lampu kamar.
Mata Vania menatap langit-langit kamar, sudut mata dan bibirnya pahit. Pria ini sangat pandai berbohong seperti ini, jika dia bisa membohongi dirinya seumur hidup alangkah baiknya.
Vania menutup matanya, tetapi ada Cahya di sampingnya jadi dia tidak bisa tidur sama sekali. Meskipun gerakan Cahya sangat ringan, tapi frekuensinya sangat cepat, sangat jelas bahwa dia juga tidak bisa tidur. Tengah malam, Cahya ada panggilan telepon, dia mengambil ponsel dan menjawabnya di dekat jendela. Suaranya ditekan dengan sangat rendah, tetapi Vania masih bisa mendengar sesuatu.
"Istriku sedang hamil, aku tidak bisa pergi. Tentu saja itu bukan milikku. Apa? Kamu berada di luar rumahku?"
Cahya menyimpan ponselnya, menoleh untuk memandang Vania yang tidur dengan nyenyak, ragu-ragu untuk sementara waktu, kemudian mengambil jaket dan keluar. Vania berdiri di jendela gelap di lantai dua, melihat dua orang di luar gerbang yang dengan tidak sabarnya ketika bertemu sudah saling memeluk dan berciuman. Ia merasakan sesak di yang begitu kuat di dadanya.
—
Hari berikutnya, wajah Vania ketika turun ke bawah sangat pucat, sangat pucat hingga tidak ada jejak warna darah.
Dandy mengencangkan dagunya bertanya dengan tidak senang, "Cahya, kenapa raut wajah Vania bisa begitu pucatnya."
Cahya berkata dengan sedikit perasaan bersalah, "Kemarin malam Vania muntah lagi. Dan juga... Vania ingin tinggal sendirian di kamar pada malam hari."
"Kenapa?" Garis wajah Dandy makin mengencang.
Cahya tidak tahu bagaimana cara mengatakannya, jadi melihat ke arah Vania. Vania menundukkan kepalanya berkata dengan suara kecil, "Mungkin karena kehamilanku, aku tidak suka bau parfum yang digunakan oleh Cahya, aku muntah dengan sangat parah semalam. Jadi aku ingin tidur sendiri."
Saat ini Vania membutuhkan orang untuk mengurusnya, Dandy tadinya bisa mengatakan 'Cahya, kamu sementara waktu jangan menggunakan parfum', tapi dia malah berkata, "Jika begitu, suruh Bibi Maudy membereskan kamar untukmu, hari ini pindah untuk tidur di sana."
Setelah Dandy selesai berbicara, ia baru menyadari. Ternyata dalam pikiran bawah sadarnya, dia tidak ingin adiknya dan Vania hidup bersama. Bahkan walaupun mengetahui bahwa adiknya tidak akan melakukan apa pun pada Vania. Tetapi ketika memikirkan dua orang itu bersama, dia masih akan merasa tidak nyaman.
Akhirnya dia mengetahui, bahwa keserakahan dan disiplin diri kadang-kadang sangat rapuh di dalam hasrat manusia.
Hari yang sangat kacau.
Vania tidur sangat awal di kamar tamu. Tidak tidur nyenyak dalam beberapa malam terakhir dan benar-benar lelah setelah kehamilan, membuatnya tidur dengan cepat. Tidur hingga tengah malam, ranjang di sekitar Vania bergerak. Vania sangat mengantuk tetapi dia lebih sensitif. Kemudian, sebuah lengan yang kuat perlahan melintasi selimut memeluk bahu.
Vania suka berbaring miring, dia masih berpose membelakangi pria itu. Badan pria itu sangat menyegarkan, tidak memiliki bau parfum seperti Cahya di tubuhnya. Dia mengertakkan giginya, menahannya, memaksa dirinya untuk tertidur.
Namun, setelah beberapa saat, orang di belakangnya mulai makin kelewatan, bernafas di sekitar leher Vania, kemudian bibirnya juga disentuhkan.
Dulu mereka berdua lebih intim sepuluh kali lipat dari ini, tapi saat itu dia mengira bahwa itu adalah Cahya. Sekarang Vania tahu bahwa pria itu adalah pemimpin di keluarga. Ia jelas-jelas sudah mengunci pintu, menghindarinya, tapi dia masih datang mengganggunya, Vania juga ingin bersabar, tetapi dia sudah tidak bisa berpura-pura lagi. Akhirnya tidak tahan lagi, secara tiba-tiba berbalik.
Dalam kegelapan, mata Vania penuh dengan raut kebencian menatap Dandy. Dandy tidak canggung dikarenakan gerakan ini, ia tidak bersikap aneh, tidak panik, dan tidak melarikan diri.
Sebaliknya dia malah mengulurkan tangan menyentuh kepala Vania, dengan pelan berkata, "Maaf, membangunkanmu."
Vania sudah hampir gila, Cahya yang setiap harinya berkata berbeda di depan dan belakangnya sudah membuat dirinya sangat pusing. Sekarang Dandy juga seperti ini, sudah menidurinya, membantu adiknya mendapatkan anak, apa lagi yang diinginkannya?
Tubuh Vania gemetar seperti daun yang jatuh di tengah angin, suaranya bahkan lebih bergetar, "Kakak…"
Gerakan Dandy yang menyentuh wajah Vania seketika terhenti, memandang air mata dan kemerahan yang ada di matanya, mengulurkan tangan untuk merengkuh Vania ke dalam pelukannya, "Kamu sudah tahu segalanya, mengapa masih memanggilku Kakak."
Ketika dua tubuh itu saling bersentuhan, pikiran Vania kosong seketika, Dandy ternyata sudah tahu bahwa dia telah mengetahui segalanya. Ketika dia bereaksi, dia baru menyadari bahwa wajah dan tubuhnya menempel dekat dengan dada Dandy yang panas. Dengan reflek segera mendorong bagai terkena sengatan listrik, jadi semua kesabaran dan kepura-puraannya sudah diketahui.
Lalu dia berteriak secara histeris, "Lepaskan aku! Lepaskan, apa yang sebenarnya kamu inginkan! Kamu..."
Dandy mengencangkan tangannya, mencegah Vania untuk melawan Tangan besar itu menekan kepala kecil Vania, ia menunduk memblokir kata-kata selanjutnya dengan menggunakan bibirnya. Dandy tidak pandai berbicara seperti Cahya, dia tidak pandai kata-kata, dia hanya memiliki dada yang lebar, lengan yang kuat, dan cara yang brutal dan kasar untuk menenangkan Vania.
Vania terperangkap tidak bisa bergerak di pelukan Dandy, ciuman di bibirnya terasa panas. Seperti pada saat malam-malam yang ia lalui itu yang panas bagai magma api, seolah-olah dia ingin menelan Vania ke dalam perutnya.
"Malam itu…" Vania mengingat setiap adegan ketika berhubungan dengan pria ini.
Ia terus mengingat perasaan yang diberikannya pada dirinya, entah bagaimana, dia melupakan hubungannya dengan pria itu yang tidak boleh diketahui publik. Perlahan dia tenang, tanpa sadar dipimpin oleh pria ini ke neraka yang tidak bisa kembali.
Untuk waktu yang lama, Dandy akhirnya melepaskan Vania. Dan Vania tidak lagi melawan, seperti boneka yang telah dihisap kekuatannya, sangat diam di pelukan Dandy.
Dandy mengulurkan tangannya dengan lembut menepuk-nepuk punggung Vania, berbisik, "Vania, saat itu, Cahya menikahimu untuk menuruti keinginan ayah, ia sangat mencintai Zahra. Cahya adalah adikku, ini adalah aib keluarga ini, aku tahu dengan jelas bahwa ini tidak adil bagimu, tapi aku hanya bisa menyaksikan semuanya terjadi. Cahya juga merasa sangat bersalah padamu, juga tidak tega melihatmu sendirian setiap malam, jadi memintaku untuk menggantikannya menyelesaikan tanggung jawab sebagai suami. Vania, terima semua ini, ini adalah rahasia kita bertiga, selama kita tidak mengatakannya, tidak akan ada orang yang tahu tentang kejadian yang telah kita lakukan selama ini."