Bab 5
Ketika kata-kata Vania ini terlontar, wajah Dandy seketika berubah, "Anak ini, kamu harus melahirkannya!"
Vania ingin berteriak dengan keras, "Aku tidak ingin melahirkan anak hasil hubungan maksiat. Namun, ketika melihat mata Dandy yang tajam, dingin dan dalam, dia menahan kata-kata ini tidak dikeluarkannya." Menahan hingga matanya memerah, dan napasnya berhenti.
Hati Dandy seakan terperangkap oleh sebuah tangan, tidak sadar melangkah maju. Dia terlalu keras, membuatnya takut.
Cahya mengulurkan tangan menyentuh wajah kecil Vania, berkata dengan penuh kasih sayang, "Vania, jangan mengatakan hal konyol. Ini adalah anak kita, anak pertama keluarga kita, bagaimana mungkin kamu tidak menginginkannya? Jika kamu merasa belum lulus tapi melahirkan anak itu tidak baik, mari kita cuti dari kampus selama dua tahun."
"Anak kita? " Vania menatap wajah tampai Cahya, dia dulu terobsesi dengan ketampanannya. Tetapi sekarang, dia merasa jijik.
"Aku ingin pulang." Vania bangkit ingin turun dari ranjang.
Cahya menatap sekilas pada Kakaknya, Dandy menghilangkan ketegasannya, dengan suara rendah berkata, "Vania, ini sudah sangat larut, kita akan pulang besok."
Vania dengan keras kepala membungkuk untuk menemukan sepatu, "Aku ingin pulang ke rumahku, rumah Ayah dan Ibuku."
Cahya tidak menyangka Vania yang biasanya selalu patuh bisa bersikap seperti ini hari ini, ternyata dia tidak ingin mendengarkan dan bersikap egois. Dia tidak tahu harus bersikap apa kemudian menoleh melihat ke arah Kakaknya.
Dandy kembali melangkah maju, berkata dengan suara yang lebih lembut, "Vania, Paman baru keluar dari rumah sakit beberapa hari, kamu tiba-tiba pulang ke rumah, apa kamu pikir itu pantas?"
Tindakan Vania mengenakan sepatu berhenti seketika, "Ya, Ayahku baru pulang dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, tubuhnya baru saja pulih. Jika saat ini aku memberi tahu mereka bahwa dia ingin bercerai, apakah penyakit jantung Ayah akan kambuh lagi?" Gumamnya.
Vania perlahan berbaring, menyampingkan badan ke arah Cahya kemudian menutup matanya. Ketika anak lain ditindas, mereka akan pulang untuk mencari kenyamanan. Dan dia bahkan tidak bisa pulang ke rumah.
Tangannya perlahan mengelus perutnya, jika bukan karena hari ini mengetahui rahasia Kakak beradik ini, mungkin saat ini adalah saat yang begitu bahagia dan penuh keharuan.
Vania yang belum tidur semalaman baru tertidur di pagi hari. Ketika sedang bermimpi hal yang aneh, tiba-tiba ada bau yang sangat enak dicium. Dia membuka matanya tanpa sadar kemudian melihat Ibunya duduk di dekat ranjang.
"Ibu, bagaimana kamu bisa datang?"
Anita mengulurkan tangan menarik tangan putrinya, masih tidak berbicara, sudut matanya memerah, "Vania, kamu hamil, Ibu benar-benar sangat bahagia."
Mata Vania tiba-tiba panik, "Ibu, bagaimana kamu bisa tahu kalau aku hamil?"
"Cahya yang menelepon Ibu pagi-pagi, memberitahu Ibu kabar baik ini. Vania, tahukah kamu betapa bahagianya Ayah dan Ibu mengetahui berita ini?"
Vania tidak mengatakan apa-apa, dia mengatupkan mulutnya. Dia masih ingin menggugurkan anak ini, dia ingin bercerai dan tidak ingin melihat Kakak beradik ini. Tapi, Cahya ternyata selangkah lebih cepat memberitahu Ibunya mengenai kehamilannya.
Anita bahagia hingga menangis, meraih tangan putrinya berkata, "Keluarga Cahya adalah keluarga kaya di Kota Bandung, mereka tidak merendahkan kita yang hanya warga biasa dan berbesan dengan kita. Cahya sangat mencintaimu, juga sangat sopan dan berbakti kepadaku dan Ayahmu. Sekarang kamu juga mengandung darah daging keluarga Cahya, benar-benar hal yang sangat baik. Kerabat dan tetangga bahkan sangat iri dengan kita, mengatakan bahwa keluarga kita sangat beruntung, mengatakan bahwa Vania seumur hidup akan merasakan kebahagiaan yang tidak ada habisnya."
Wajah Vania sangat pucat, bibirnya mengerang, "Bahkan kerabat dan tetangga sudah mengetahui kalau aku hamil?"
Anita mengangguk dengan girang, "Ya, karena Ayahmu bahagia, menyampaikan kabar baik ini pada kerabat dan tetangga. Tidak hanya itu, dia juga menyuruhku memasak sup ayam kesukaanmu untuk nutrisi janin dan tubuhmu."
Vania dulu sangat suka memakan sup ayam yang direbus oleh Ibunya, tapi sekarang dia sama sekali tidak ada nafsu makan. Vania tidak suka anak haram yang ada di dalam perutnya, tetapi anak ini menjadi putra mahkota berharga di mata orang tua dan kerabatnya. Seakan Vania dan anaknya sangat berharga, mereka seakan bisa membalikkan keadaan.
Dokter datang melihat Vania, mengatakan bahwa tubuhnya tidak ada masalah serius, janin berumur lima minggu dan berkembang dengan baik. Kemarin bisa pingsan karena disebabkan oleh hari-hari awal kehamilan, nantinya harus memperhatikan istirahat dan nutrisi, tidak boleh berolahraga dengan ekstrim.
Setelah perkataan dokter, Cahya sangat perhatian dan berhati-hati membawa Vania meninggalkan rumah sakit. Anita mengantar putrinya menaiki mobil, terus menceramahi Cahya supaya dia merawat Vania dengan baik.
Vania ingin melarikan diri, tetapi melihat pandangan senang dan harapan optimis Ibunya, bagaimana bisa dia tega lalu melarikan diri? Dulu, cinta kedua orangtuanya adalah seluruh dunia Vania, sekarang malah menjadi belenggu berat yang menekan Vania. Dia berpikir, jika tidak begini saja, semua moralitas dan etika, jijik dan kebencian diinjak di telapak kakinya. Lagipula, dia tidak ada jiwa untuk hidup. Selama orang tuanya bahagia, dia tidak takut hidup di neraka.
Dandy sedang duduk di ruang tamu membaca koran. Biasanya di jam sekarang dia berada di perusahaan. Tapi hari ini dia sangat jarang bersikap egois. Mendengar suara datang dari arah pintu, tanpa sadar dia ingin meletakkan koran dan bangun. Tapi dia menahan untuk tidak bergerak, masih sama seperti sebelumnya menunggu dua orang itu datang.
"Kakak, aku sudah kembali dengan Vania." Cahya merangkul pinggang Vania, dengan perhatian menjaganya untuk duduk di sofa di seberang Kakaknya.
Mata Dandy menyapu lengan adiknya, ada sedikit rasa cemburu. Detik berikutnya, pandangan mata menatap Vania yang sedang menunduk, memandang Cahya berkata, "Cahya, sudah akan menjadi Ayah, tanggung jawab dan beban di bahumu akan lebih berat. Beberapa hari ini kamu boleh tidak pergi ke perusahaan, tinggallah di rumah menemani Vania."
Cahya sangat senang, "Kak, aku sudah menunggu kalimat ini. Duduk di perusahaan selama sebulan, pinggangku sudah hampir patah. Vania, aku meminjam berkat dari bayi, Kakak akhirnya memberikan aku cuti."
Vania tidak bersuara, ia sedang memikirkan sesuatu.
Dandy mendorong dua botol ke hadapan Vania, dengan lembut berkata, "Vania, ini adalah vitamin dan nutrisi yang dibawa oleh temanku dari China. Cona lihat instruksi dan makanlah, baik untukmu dan bayi."
Vania berkata dengan sangat patuh, "Terima kasih, Kakak."
Dandy mengangguk, "Ya sudah, naiklah ke atas untuk beristirahat."
Dandy memandangi adiknya yang setengah memeluk Vania naik ke atas, hingga sosok itu menghilang baru kemudian bangkit dan mengambil jas pergi ke perusahaan.
Malam ini, Cahya tidak pergi mencari Zahra, tidak memberikan susu pada Vania, dan juga tidur dengan memeluk Vania. Vania menahan semua rasa jijik, berbicara dengan pelan pada Cahya, "Suamiku, apakah kamu mencintaiku?"